Al-Mu’jam-ash-Shaghir – Yang Bernama Ahmad (16/208): Pemakaian Nama “Muhammad” dan “Kunyah”-nya

Al-Mu‘jam-ush-Shaghīr
(Judul Asli: Al-Muhalla)
Oleh: Abul-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani

Penerjemah: Anshari Taslim
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: Al-Mu'jam-ush-Shaghir Bab Alif - Yang Bernama Ahmad

رقم الحديث: 61
(حديث مرفوع) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عِقَالٍ أَبُو الْفَوَارِسِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُوْ جَعْفَرٍ النُّفَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِمْرَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ الْحَجَبِيُّ، عَنْ جَدَّتِهِ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، فَقَالَتْ: “إِنِّيْ وُلِدَ لِيْ غُلَامٌ، فَسَمَّيْتُهُ مُحَمَّدًا، وَ كَنَّيْتُهُ أَبَا الْقَاسِمِ، فَذُكِرَ لِيْ أَنَّكَ تَكْرَهُ ذلِكَ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: مَا الَّذِيْ أَحَلَّ اسْمِيْ وَ حَرَّمَ كُنْيَتِيْ، وَ مَا الَّذِيْ حَرَّمَ كُنْيَتِيْ وَ أَحَلَّ اسْمِي”، لَمْ يَرْوِهِ عَنْ صَفِيَّةَ، إِلَّا مُحَمَّدُ بْنُ عِمْرَانَ، وَ لَا يُرْوَى عَنْ عَائِشَةَ، إِلَّا بِهذَا الْإِسْنَادِ.

  1. Aḥmad bin ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Iqāl Abul-Fawāris al-Ḥarrānī (751) menceritakan kepada kami, Abū Ja‘far an-Nufailī menceritakan kepada kami, Muḥammad bin ‘Imrān bin ‘Abd-ur-Raḥmān al-Ḥajabī menceritakan kepada kami, dari neneknya yaitu Shafiyyah binti Syaibah, dari ‘Ā’isyah r.a. yang berkata: “Ada seorang wanita datang kepada Rasūlullāh s.a.w. dan berkata: Saya ini punya seorang anak laki-laki lalu saya namai Muḥammad dan kunyahnya adalah Abul-Qāsim, lalu dikabarkan kepada saya bahwa anda tidak menyukai hal itu.” Mendengar itu Nabi s.a.w. pun bersabda: Apa yang membuat namaku boleh tapi kunyahku jadi tidak boleh, dan apa pula yang membuat kunyahku tidak boleh lalu namaku boleh?!

Tidak ada yang meriwayatkannya dari Shafiyyah kecuali Muḥammad bin ‘Imrān dan tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Ā’isyah kecuali dengan Isnād ini. (762).

Isnād: Isnād-nya dha‘īf. Ibnu Ḥajar berkata, ini adalah matan yang munkar menyelisihi hadits-hadits shaḥīḥ. (773). Juga diriwayatkan oleh Abū Dāūd nomor 4968 dan dalam sanad-nya ada rawi yang majhūl.

Abū Dāūd dan at-Tirmidzī juga meriwayatkan dari ‘Alī r.a. yang berkata: “Wahai Rasūlullāh, bagaimana menuntut anda kalau aku punya anak setelahmu nanti lalu aku namai dengan namamu dan aku kunyahkan dengan kunyahmu?” Beliau menjawab: “Silahkan.” At-Tirmidzī mengatakan setelahnya: “Hadits ḥasan shaḥīḥ.” (784).

Catatan editor : Nama “Muhammad” telah dipakai oleh para muslimin di seluruh dunia, begitu pula nama kunyah-nya “Abu al-Qasim”. Salah satu ulama salaf yang menggunakannya adalah Ulama Sufi Syaikh Junaid Al-Baghdadi yang biasa dipanggil Abu al-Qasim.

Catatan:

  1. (75). Dia bisa meriwayatkan dari Abu Ja‘far an-Nufailī. Abū ‘Arūbah berkata: “Dia tidak terpercaya dalam hal agamanya.” Adz-Dzahabī mengatakan: “Yang meriwayatkan darinya adalah Ibnu ‘Adī dan ath-Thabrānī, lalu Ibnu ‘Adī mengatakan: “Dia boleh ditulis haditsnya.” Al-Haitsamī mengatakan: “Dia dha‘īf.” Lihat al-Mīzān (1/116), al-Lisān (1/213), Majma‘-uz-Zawā’id (5/48), Qanūn-ul-Maudhū‘āt (236).
  2. (76). Isnād ini dha‘īf karena Muḥammad bin ‘Imrān al-Ḥajabī dianggap mastūr (tidak diketahui kredibilitasnya) oleh Ibnu Ḥajar dalam at-Taqrīb 2/81, no. 6980, penerj.
  3. (77). Tahdzīb-ut-Tahdzīb biografi Muḥammad bin ‘Imrān.
  4. (78). Jāmi‘ al-Ushūl (1/173).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *