Al-Adab-al-Mufrad Bab 34-36 no.68-70 – Silaturahmi (Lanjutan) : Menyambung Silaturahmi Dengan Kerabat Zhalim Atau Musyrik

الْأَدَبُ الْمُفْرَدُ
(Terjemah Al-Adab-ul-Mufrad)
Kumpulan Hadits Tentang Etika-etika Berdasarkan Sunnah
Oleh: Al-Imam Al-Hafizh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari

Wafat Tahun 256 H.

Penerjemah: Ustadz Mu‘allim, Abu Khudzaikfah Yahya, Fauzi Itsanen, Abu Idris Tsaqif, Akhmad Yuswaji.
Penerbit: Buana Ilmu Islami.

  1. BAB PENYAMBUNG SILATURAHMI BUKANLAH YANG MERESPON SILATURAHMI YANG SUDAH TERJALIN.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيْرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَعْمَشِ وَ الْحَسَنِ بْنِ عَمْرٍو وَ فِطْرٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ سُفْيَانُ: لَمْ يَرْفَعْهُ الْأَعْمَشُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ رَفَعَهُ الْحَسَنُ، وَ فِطْرٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: “لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَ لكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.

  1. Muḥammad bin Katsīr menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Sufyān memberitakan kepada kami: Dari al-A‘masy dan Ḥasan bin ‘Amr dan Fithri: Dari Mujāhid: Dari ‘Abdullāh bin ‘Amr, – Sufyān mengatakan bahwa al-A‘masy tidak meriwayatkannya secara marfū‘ kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang meriwayatkannya secara marfū‘ adalah Al-Hasan dan Fithri – dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

.لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَ لكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Penyambung silaturahmi bukanlah yang merespon silaturahmi yang sudah terjalin, akan tetapi penyambung silaturahmi adalah yang jika silaturahminya terputus, maka dia menyambungnya (kembali).

Shaḥīḥ, (di dalam kitab) Shaḥīḥu Abī Dāūd (1489), (Ghāyat-ul-Marām (408). [al-Bukhārī, 78- Kitāb-ul-Adab (Kitab Adab), 15- Bābu Lais-al-Wasilu Bil-Mukāfi’. (Bab penyambung silaturahmi bukanlah yang merespon silaturahmi yang sudah terjalin)].


  1. BAB KEUTAMAAN ORANG YANG MENYAMBUNG SILATURAHMI DENGAN KERABAT YANG ZHĀLIM.

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عِيْسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمنِ، عَنْ طَلْحَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْسَجَةَ، عَنِ الْبَرَاءِ، قَالَ: “جَاءَ أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، عَلِّمْنِيْ عَمَلًا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ، قَالَ: لَئِنْ كُنْتَ أَقَصَرْتَ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْأَلَةَ، أَعْتِقِ النَّسَمَةَ، وَ فُكَّ الرَّقَبَةَ، قَالَ: أَوَ لَيْسَتَا وَاحِدًا؟ قَالَ: لَا، عِتْقُ النَّسَمَةِ أَنْ تَعْتِقَ النَّسَمَةَ، وَ فَكُّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِيْنَ عَلَى الرَّقَبَةِ، وَ الْمَنِيْحَةُ الرَّغُوْبُ، وَ الْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذلِكَ، فَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذلِكَ، فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا مِنْ خَيْرٍ.”

  1. Mālik bin Ismā‘īl menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: ‘Īsā bin ‘Abd-ur-Raḥmān menyampaikan kepada kami: Dari Thalḥah: Dari ‘Abd-ur-Raḥmān bin ‘Ausajah: Dari al-Barā’ bahwa dia berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، عَلِّمْنِيْ عَمَلًا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ، قَالَ: لَئِنْ كُنْتَ أَقَصَرْتَ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْأَلَةَ، أَعْتِقِ النَّسَمَةَ، وَ فُكَّ الرَّقَبَةَ، قَالَ: أَوَ لَيْسَتَا وَاحِدًا؟ قَالَ: لَا، عِتْقُ النَّسَمَةِ أَنْ تَعْتِقَ النَّسَمَةَ، وَ فَكُّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِيْنَ عَلَى الرَّقَبَةِ، وَ الْمَنِيْحَةُ الرَّغُوْبُ، وَ الْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذلِكَ، فَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَ انْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ، فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذلِكَ، فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا مِنْ خَيْرٍ.

“Ada seorang ‘Arab Badui datang lantas berkata: “Wahai Nabiyyullāh! Ajarilah aku ‘amalan yang dapat memasukkan aku ke surga. Beliau bersabda: “Jika engkau meringkas pembicaraan, maka engkau telah memaparkan masalah. Merdekakan hamba sahaya, dan lepaskanlah budak.” Orang itu bertanya: “Bukankah keduanya sama saja?’ Nabi menjawab: “Tidak, memerdekakan hamba sahaya adalah membebaskan dari perbudakan, sedangkan melepaskan budak adalah dengan memberian bantuan kepada budak tersebut. Dan hendaknya kamu melakukan pemberian raghūb (391) dan kembali menyambung silaturahmi dengan kerabat. Jika kamu tidak sanggup melakukannya, maka hendaknya kamu menyeruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika kamu tidak sanggup juga untuk melakukannya, maka tahanlah lisanmu kecuali dari kebaikan”.

Shaḥīḥh -at-Tirmidzī (2/47), al-Misykah (3384)


  1. BAB MENJALIN SILATURAHMI DENGAN KERABAT YANG MUSYRIK DAN MEMBERIKAN HADIAH.

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِيْ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ، أَنَّ حَكِيْمَ بْنَ حِزَامٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “أَرَأَيْتَ أُمُوْرًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، مِنْ صِلَةٍ،وَ عَتَاقَةٍ، وَ صَدَقَةٍ، فَهَلْ لِيْ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ حَكِيْمٌ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ.”

  1. Abū-l-Yamān menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Syu‘aib memberitakan kepada kami: Dari az-Zuhrī: ‘Urwah bin az-Zubair memberitakan kepadaku: bahwa Ḥakīm bin Ḥizām memberitakan kepadanya, bahwa dia bertanya kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam:

أَرَأَيْتَ أُمُوْرًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، مِنْ صِلَةٍ،وَ عَتَاقَةٍ، وَ صَدَقَةٍ، فَهَلْ لِيْ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ حَكِيْمٌ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ.

“Beritahukan kepadaku tentang perkara-perkara yang dahulu aku kerjakan di masa Jahiliyyah, barupa menjalin silaturrahmi, memebebaskan budak, dan sedekah. Apakah ada pahala buatku pada perbuatan itu?,” Ḥakīm berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu masuk Islam dengan mendapatkan pahala kebaikan yang dahulu kamu kerjakan”.

Shaḥīḥ, (di dalam kitab) as-Silsilat-ush-Shaḥīḥah (248). [al-Bukhārī, 24- Kitāb-uz-Zakāh (Kitab zakat), 24- Bābu Man Tashaddaqa Fisy-Syirki Tsumma Aslama (Bab orang yang bersedekah saat masih musyrik kemudian masuk Islam). Muslim, 1- Kitāb-ul-Īmān (Kitab iman), hadits nomor 194, 195, 196).

Catatan:

  1. 39). Demikian redaksi aslinya dan pemberi keterangan hadits melewatinya saja tanpa memberikan penjelasannya sama sekali. Redaksi yang terdapat dalam al-Musnad dan Ibnu Ḥibbān; wuqūf. Barangkali inilah yang tepat. Dikatakan dalam an-Nihāyah; wuqūf artinya onta yang susunya melimpah. Ada yang mengatakan; onta yang susunya tidak berhenti dalam satu tahun penuh. Namun dimungkinkan bahwa redaksinya raghīb. Dalam an-Nihāyah; ‘amal yang paling utama adalah pemberian righāb.

    Righāb; onta yang luas kantong susunya dan banyak manfaatnya, bentuk jama‘ dari raghīb yang artinya luas.

    Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa substansi dari pemberian raghūb adalah pemberian yang berkesinambungan dan bermanfaat bagi banyak orang (penerjemah).