Al-Adab-al-Mufrad Bab 31-33 no.63-67 – Silaturahmi (Lanjutan) : Dosa Memutus Silaturahmi

الْأَدَبُ الْمُفْرَدُ
(Terjemah Al-Adab-ul-Mufrad)
Kumpulan Hadits Tentang Etika-etika Berdasarkan Sunnah
Oleh: Al-Imam Al-Hafizh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari

Wafat Tahun 256 H.

Penerjemah: Ustadz Mu‘allim, Abu Khudzaikfah Yahya, Fauzi Itsanen, Abu Idris Tsaqif, Akhmad Yuswaji.
Penerbit: Buana Ilmu Islami.

  1. BAB RAHMAT TIDAK TURUN KEPADA KAUM YANG DI ANTARA MEREKA ADA ORANG YANG MEMUTUS SILATURAHMI.

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُوْسَى، قَالَ: أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ أَبُوْ إِدَامٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِيْ أَوْفَى، يَقُوْلُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: “إِنَّ الرَّحْمَةَ لَا تَنْزِلُ عَلَى قَوْمٍ فِيْهِمْ قَاطِعُ رَحِمٍ.”

  1. ‘Ubaidillāh bin Mūsā menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Sulaimān Abū Idām memberitakan kepada kami, dia berkata: aku mendengar ‘Abdullāh bin Abī Aufā berkata: dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda:

إِنَّ الرَّحْمَةَ لَا تَنْزِلُ عَلَى قَوْمٍ فِيْهِمْ قَاطِعُ رَحِمٍ

Sesungguhnya rahmat tidak turun kepada kaum yang di antara mereka terdapat orang yang memutus silaturrahmi.

(Hadits ini) Dha‘īf. (adh-Dha‘īfah, 1456)


  1. BAB DOSA ORANG YANG MEMUTUS SILATURAHMI

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، قَالَ: حَدَّثَنِيْ عَقِيْلٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، أَنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ: “لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ.”

  1. ‘Abdullāh bin Shāliḥ menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Laits menyampaikan kepadaku: ‘Aqīl menyampaikan kepadaku: Dari Ibnu Syihāb: Muḥammad bin Jubair bin Muth‘im memberitakan kepadaku: Bahwa Jubair ibnu Muth‘im memberitakan kepadanya, bahwasanya dia mendengar Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ.

Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturrahmi.

Shaḥīḥ, (di dalam kitab) Shaḥīḥu Abī Dāūd (1488), Ghayāt-ul-Marām (407). [al-Bukhārī, 78- Kitāb-ul -Adab (Kitab adab), 11- Bābu Itsm-il-Qathī‘i (Bab dosa orang yang memutus silaturahmi). Muslim, 45- Kitāb-ul-Birri wash-Shilati wal-Adab (Kitab berbakti dan silaturahmi serta adab), hadits nomor 18, 19].

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ كَعْبٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: “إِنَّ الرَّحِمَ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمنِ، تَقُوْلُ: يَا رَبِّ، إِنِّيْ ظُلِمْتُ، يَا رَبِّ، إِنِّيْ قُطِعْتُ، يَا رَبِّ، إِنِّيْ إِنِّيْ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، فَيُجِيْبُهَا: أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ، وَ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ؟”

  1. Ḥajjāj bin Minhāl menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Syu‘bah menyampaikan kepada kami, dia berkata: Muḥammad bin ‘Abd-il-Jabbār memberitakan kepadaku dengan mengatakan: Aku mendengar Muḥammad bin Ka‘ab berkata: Bahwa dia mendengar Abū Hurairah menyampaikan, dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:

إِنَّ الرَّحِمَ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمنِ، تَقُوْلُ: يَا رَبِّ، إِنِّيْ ظُلِمْتُ، يَا رَبِّ، إِنِّيْ قُطِعْتُ، يَا رَبِّ، إِنِّيْ إِنِّيْ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، فَيُجِيْبُهَا: أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ، وَ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ؟

Sesungguhnya raḥim adalah sempalan (turunan kata) dari nama ar-Raḥmān (Yang Maha Pengasih). Raḥim mengataan: “Wahai Tuhanku! sesungguhnya aku dizhalimi. Wahai Tuhanku! sesungguhnya aku diputus (hubungan). Wahai Tuhanku! sesungguhnya aku!…. sesungguhnya aku!….” (371) Lantas Allah menanggapinya: “Tidakkah kamu ridha bila Aku memutus orang yang memutus (hubungan dengan)mu, dan menyambung orang yang menyambung (hubungannya dengan)mu?

Ḥasan, (di dalam kitab) at-Ta‘līq-ur-Rāghib (3/226)

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِيْ إِيَاسٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِيْ ذِئْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيْدُ بْنُ سَمْعَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَعَوَّذُ مِنْ إِمَارَةِ الصِّبْيَانِ وَ السُّفَهَاءِ.فَقَالَ سَعِيْدُ بْنُ سَمْعَانَ: فَأَخْبَرَنِي بْنُ حَسَنةٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّهُ قَالَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: “مَا آيَةُ ذلِكَ؟ قَالَ: أَنْ تُقْطَعَ الْأَرْحَامُ، وَ يُطَاعَ الْمُغْوِيْ، وَ يُعْصَى الْمُرْشِدُ.”

  1. Ādam bin Abī Iyās menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Ibnu Abī Dzi’b menyampaikan kepada kami, dia berkata: Sa‘īd bin Sam‘ān menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: “Aku mendengar Abū Hurairah memohon agar dilindungi dari kepemimpinan anak-anak dan orang-orang bodoh.”

Sa‘īd bin Sam‘ān berkata: “Ibnu Ḥasanah al-Juhanī (382) memberitakan kepadaku bahwa dia bertanya kepada Abū Hurairah:

مَا آيَةُ ذلِكَ؟ قَالَ: أَنْ تُقْطَعَ الْأَرْحَامُ، وَ يُطَاعَ الْمُغْوِيْ، وَ يُعْصَى الْمُرْشِدُ.

“Apakah tandanya?” Abū Hurairah menjawab: “Ketika silaturahmi diputus, orang yang menyesatkan ditaati, dan orang yang memberikan petunjuk didurhakai.”

Shaḥīḥ, tanpa riwayat al-Juhanī: (Lihat) Ash-Shaḥīḥah (3191).


  1. BAB HUKUMAN DI DUNIA BAGI PEMUTUS SILATURAHMI

حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُيَيْنَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمنِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِيْ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِيْ بَكْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: “مَا مِنْ ذَنْبٍ أَحْرَى أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ، مِنْ قَطِيْعَةِ الرَّحِمِ وَ الْبَغْيِ.”

  1. Ādam menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Syu‘bah menyampaikan kepada kami, dia berkata: ‘Uyainah bin ‘Abd-ir-Raḥmān menyampaikan kepada kami dengan mengatakan: Aku mendengar Ayahku menyampaikan: Dari Abū Bakrah, dia berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَحْرَى أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ، مِنْ قَطِيْعَةِ الرَّحِمِ وَ الْبَغْيِ.

Tiada satu dosa pun yang lebih pantas untuk Allah segerakan hukumannya di dunia bagi pelakunya di samping hukuman yang masih disimpan di akhirat daripada dosa memutus silaturahmi dan perbuatan sewenang-wenang.

Shaḥīḥ, (di dalam kitab) ash-Shaḥīḥah (918, 978). (Abū Dāūd, 40-Kitāb-ul-Adab (Kitab adab), 43- Bābu Fin-Nahyi ‘An-il-Baghyi (Bab larangan berbuat sewenang-wenang). Tirmidzī: 35- Kitāb-ul-Qiyāmah (Kitab kiamat), 57- Bābu Ḥaddatsanā ‘Alī ibnu Ḥajar (Bab ‘Alī bin Ḥajar menyampaikan kepada kami). Ibnu Mājah, 37- Kitāb-uz-Zuhdi (Kitab zuhud), 23- Bāb-ul-Baghyi (Bab perbuatan sewenang-wenang), hadits nomor 4211).

Catatan:

  1. 37). Tambahan dari (ت), (ب).
  2. 38). Demikian redaksi yang disampaikan dalam riwayat ini tanpa menyebutkan nama aslinya. Sosoknya tidak dikenal, karena tidak diketahui kecuali dalam riwayat Sa‘īd ini daarinya. Perkataan al-Ḥāfizh (Bukhārī) tentang dia, “mastūr (tertutup; misterius)” bertentangan dengan perkataannya dalam mukaddimah at-Taqrīb terkait tingkatan sosok-sosok yang dipaparkan biografinya menurut versi al-Ḥāfizh:

    Tingkatan ketujuh; yang meriwayatkan darinya lebih dari satu orang namun tidak terpercaya. Sosok demikianlah yang disinyalir dengan lafal mastūr atau majhūl-ul-ḥāl (tidak diketahui keadaan dirinya). Maka dari itu Dzahabī mengatakan: tidak dikenal.