Hadits ke-38
Minum dari Wadah Kulit Milik Non Muslim
عَنِ ابْنِ وَعْلَةَ السَّبَإِيُّ قَالَ: سَأَلْتُ عَبْدَ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قُلْتُ: إِنَّا نَكُوْنُ بِالْمَغْرِبِ فَيَأْتِنَا الْمَجُوْسُ بِالأَسْقِيَةِ فِيْهَا الْمَاءُ وَ الْوَدَكُ فَقَالَ: اشْرَبْ فَقُلْتُ: أَرَأْيٌ تَرَاهُ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) يَقُوْلُ: دِبَاغُهُ طَهُوْرُهُ.
Artinya:
Dari Abu Wa‘lah yang berkata, aku bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas: Kami berada di negeri Maghrib, kemudian datanglah orang Majusi yang membawa wadah yang bersisi air dan lemak. Majusi itu berkata: “Minumlah darinya.” Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas: “Bagaimana pendapatmu?” Dia menjawab: “Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: Kulit (yang telah disamak) tempat minuman adalah suci.” (H.R. Muslim).
Keterangan:
Salah satu persoalan pelik dalam interaksi dengan non muslim adalah persoalan kehalalan makanan. Karena ajaran Islam dengan non Islam jelas berbeda. Apa yang dianggap haram oleh Islam, belum tentu dianggap haram juga oleh agama lain. Babi misalnya yang jelas haram di mata Islam, ternyata tidak haram dalam kacamata agama Kristen.
Dalam kondisi seperti ini seringkali seorang muslim terjatuh dalam dilema. Satu sisi, mereka harus terus menjaga hubungan dengan non muslim. Di sisi lain, kehalalan terhadap asal muasal makanan juga tidak bisa dielakkan. Karena itu, Rasulullah s.a.w. memberikan solusi dengan berlaku selektif terhadap makanan tersebut, walaupun tidak terlampau ekstrem.