Hadits ke-18
Menghormati Tetangga Non Muslim
عَنِ ابْنِ أَبِيْ حُسَيْنَ أَنَّ النَّبِيَّ (ص) كَانَ لَهُ جَارٌ يَهُوْدِيٌّ لاَ بَأْسَ بِخُلُقِهِ، فَمَرِضَ، فَعَادَهُ رَسُوْلُ اللهِ (ص) فِيْ أَصْحَابِهِ.
Artinya:
Dari Ibnu Abi Husain: “Rasulullah s.a.w. memiliki tetangga Yahudi yang akhlaknya cukup bagus. Suatu hari, ketika dia sakit, segera Rasulullah s.a.w. bersama para sahabat menjenguknya.” (H.R. ‘Abdur-Razzaq).
Keterangan:
Pada waktu itu di kota Madinah Rasulullah s.a.w. hidup berdampingan dengan kaum non muslim. Kota Madinah dihuni oleh sejumlah pemeluk agama, yakni Islam, Nashrani, dan Yahudi. Masing-masing terikat dalam perjanjian untuk saling menghormati dan menjaga diri agar tidak memantik (menggosokkan batu (dng batu, logam, dsb) untuk membuat api) konflik.
Salah satu tetangga Rasulullah s.a.w. adalah seorang pemeluk agama Yahudi. Walaupun agamanya berbeda, akan tetapi Rasulullah s.a.w. tetap berperilaku sopan dan menunjukkan etika yang mulia. Ketika orang Yahudi itu tergolek (terbaring, jatuh terguling) sakit, segera beliau bersama para sahabatnya menjenguknya. Perbedaan agama sudah tidak dianggap relevan lagi dalam hubungan kemanusiaan ini. Sebab, hubungan kemanusiaan ini lebih bersifat universal dan melampaui semua identitas keagamaan, suku, dan golongan.