Hadits-hadits yang Menerangkan Tentang Penciptaan Adam a.s. – Kisah-kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir (2/3)

قَصَصُ الْأَنْبِيَاءِ
Judul Asli:
QASHASH-UL-ANBIYĀ’

Penulis:
Imam Ibnu Katsir.

Judul Terjemahan:
KISAH-KISAH PARA NABI

Penerjemah: Muhammad Zaini, Lc.
Penerbit: Insan Kamil Solo.

Rangkaian Pos: 1 Kisah Nabi Adam a.s. - Kisah-kisah Para Nabi - Imam Ibnu Katsir

Ibnu Abī Ḥātim (1031) meriwayatkan dari ‘Abd-ur-Raḥmān bin Zaid bin Aslam dari bapaknya, dari ‘Athā’ bin Yasār, dari Abū Hurairah secara marfū‘ kemudian dia menyebutkan hadits tersebut yang di dalamnya berbunyi: “Kemudian Allah menampakkan mereka kepada Ādam seraya berfirman: “Wahai Ādam, mereka itu adalah anak keturunanmu.” Dan ternyata di antara mereka ada yang menderita penyakit kusta, buta, dan penyakit lainnya. Ādam pun bertanya: “Ya Allah, mengapa Engkau timpakan ini semua kepada anak keturunanku?” Allah menjawab: “Agar mereka mau mensyukuri nikmat-Ku”.” Kemudian dia menyebutkan kisah Dāūd. Hal ini juga akan dijelaskan dalam riwayat Ibnu ‘Abbās.

Imām Aḥmad berkata di dalam Musnad-nya: (1042) Telah menceritakan kepada kami Haitsam bin Khārijah, telah menceritakan kepada kami Abur-Rabī‘, dari Yūnus bin Maisarah, dari Abū Adrīs, dari Abū Dardā’, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Ketika Allah menciptakan Ādam, Allah menepuk bahu Ādam bagian kanan. Maka keluarlah keturunan berkulit putih seperti mutiara. Kemudian Dia menepuk bahu Ādam bagian kiri, sehingga keluarlah anak keturunannya yang berkulit hitam seperti arang. Lalu Allah berkata kepada yang di bagian kanannya: “Masuklah ke surga dan Aku tidak perduli.” Kemudian berkata kepada yang di bagian kirinya: “Masuklah ke dalam neraka dan Aku tidak peduli”.”

Ibnu Abid-Dunyā mengutarakan: (1053) Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Hisyām, telah menceritakan kepada kami al-Ḥakam bin Sinān, dari Ḥausyab, dari al-Ḥasan dia berkata: “Tatkala Allah selesai menciptakan Ādam, Dia mengeluarkan penghuni surga dari telapak tangan kanannya, dan penghuni neraka dari telapak tangan kirinya, kemudian mereka dilemparkan ke bumi. Di antara mereka ada yang buta, tuli, dan penyakit lainnya. Ādam bertanya: “Ya Allah, mengapa tidak Engkau samakan saja di antara anak keturunanku?” Allah menjawab: “Wahai Ādam, Aku ingin mereka bersyukur kepada-Ku”.”

‘Abd-ur-Razzāq (1064) juga meriwayatkan: (1075) Telah bercerita kepada kami ‘Abdullāh bin Muḥammad, telah bercerita kepada kami ‘Abd-ur-Razzāq, dari Ma‘mar, dari Ḥammām bin Munabbih, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Dahulu Allah menciptakan Ādam a.s. yang tingginya enam puluh hasta (tangan kalian) kemudian berfirman: “Pergilah kamu dan berilah salam kepada para malaikat dan dengarkanlah, bagaimana mereka menjawab salam penghormatan kepadamu dan juga salam penghormatan dari anak keturunanmu.” Maka Ādam berkata (kepada para malaikat): “As-Salāmu ‘Alaikum.” Mereka menjawab: “As-Salāmu ‘alaika wa raḥmatullāh.” Mereka menambahkan kalimat: “Wa raḥmatullāh.” Nanti setiap orang yang masuk surga bentuknya seperti Ādam a.s.. (Ukuran tubuh) manusia terus saja berkurang sampai sekarang.

Imām al-Bukhārī juga meriwayatkannya di dalam kitab al-Isti‘dzān, dari jalur Yaḥyā bin Ja‘far. Sedangkan Imām Muslim meriwayatkannya dari jalur Muḥammad bin Rāfi‘. Sedangkan keduanya meriwayatkan dari ‘Abd-ur-Razzāq. (1086).

Imām Aḥmad berkata: (1097) Telah bercerita kepada kami Rauḥ, telah bercerita kepada kami Ḥammād bin Salamah, dari ‘Alī bin Zaid, dari Sa‘īd bin al-Musayyib, dari Abū Hurairah bahwasanya Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya tinggi Ādam adalah enam puluh hasta, dan lebarnya tujuh hasta.” Hanya Imām Aḥmad yang meriwayatkan hadits tersebut.

Imām Aḥmad juga berkata: (1108) Telah menceritakan kepada kami ‘Affān, telah menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah, dari ‘Alī bin Zaid, dari Yūsuf bin Mihrān, dari Ibnu ‘Abbās, dia menuturkan: Ketika turun ayat tentang hutang, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang pertama kali menyangkal adalah Ādam a.s. Sesungguhnya manusia yang pertama kali menyangkal adalah Ādam a.s. Sesungguhnya manusia yang pertama kali menyangkal adalah Ādam a.s. Ketika Allah ‘azza wa jalla menciptakan Ādam, Dia mengusap punggungnya lalu mengeluarkan darinya apa yang menjadi keturunannya hingga hari kiamat. Lalu ditampakkan keturuannya itu kepadanya. Di antara mereka ada yang wajahnya memancar indah berseri-seri. Ādam pun bertanya: “Wahai Rabb-ku, siapa orang itu?” Allah menjawab: “Ini adalah anakmu yang bernama Dāūd.” Ādam bertanya lagi: “Wahai Rabb-ku, berapa umurnya?” Allah menjawab: “Enam puluh tahun.” Ādam berkata: “Wahai Rabb-ku, tambahkanlah umurnya.” Allah menjawab: “Tidak, kecuali aku menambahkannya dari (jatah) umurmu.” Umur Ādam adalah seribu tahun, maka ditambahkan padanya (Dāūd) empat puluh tahun. Kemudian Allah ‘azza wa jalla menetapkan dengan suatu ketetapan dan disaksikan oleh para malaikat. Ketika waktu ajalnya Ādam hampir tiba, malaikat (maut) pun mendatanginya untuk mencabut nyawanya. Saat itu Ādam berkata: “Sungguh, umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi.” Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya engkau telah memberikannya kepada anakmu, Dāūd.” Ādam berkata: “Aku tidak melakukannya.” Maka Allah ‘azza wa jalla menunjukkan catatan kepadanya yang telah disaksikan oleh seluruh malaikat.”

Imām Aḥmad juga menuturkan: (1119). Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Āmir, telah menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah, dari ‘Alī bin Zaid, dari Yūsuf bin Mihrān, dari Ibnu ‘Abbās, dia berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang pertama kali menyangkal adalah Ādam a.s.” Beliau mengatakannya hingga tiga kali. Kemudian kelanjutan hadits seperti di atas. Sesungguhnya ketika Allah menciptakan Ādam, Dia mengusap punggungnya lalu mengeluarkan darinya apa yang akan menjadi keturunannya. Lalu ditampakkan keturunannya itu kepadanya, di antara mereka ada yang wajahnya memancar indah berseri-seri. Ādam bertanya: “Wahai Rabb-ku, siapa ini?” Allah menjawab: “Ini anakmu Dāūd.” Ādam bertanya lagi: “Wahai Rabb-ku, berapa umurnya?” Allah menjawab: “Enam puluh tahun.” Ādam berkata: “Wahai Rabb-ku, tambahkan umurnya.” Allah menjawab: “Tidak, kecuali aku menambahkan dari umurmu.” Lalu ditambahkan padanya (Dāūd) empat puluh tahun dari umurnya (Ādam). Allah menetapkan dengan suatu ketetapan dan disaksikan oleh para malaikat. Ketika malaikat (maut) datang untuk mencabut nyawanya, Ādam berkata: “Sesungguhnya umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi.” Maka dikatakan kepadanya: “Sesungguhnya engkau telah memberikannya kepada anakmu, Dāūd a.s.” Namun Ādam mengingkarinya, maka Allah ‘azza wa jalla mengeluarkan catatan dan menunjukkan bukti kepadanya, akhirnya usia Dāūd a.s. digenapkan menjadi seratus tahun dan usia Ādam digenapkan menjadi seribu tahun.” Hanya Imām Aḥmad yang meriwayatkan hadits ini, dan ‘Alī bin Zaid adalah seorang perawi yang mungkar dalam haditsnya.

Imām ath-Thabrānī (11210) meriwayatkan dari ‘Alī bin ‘Abd-il-‘Azīz, dan Ḥajjāj bin Minhāl, dari Ḥammād bin Salamah, dari ‘Alī bin Zaid, dari Yūsuf bin Mihrān, dari Ibnu ‘Abbās dan yang lainnya, dari al-Ḥasan bahwa tatkala turun ayat tentang hutang, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya orang yang pertama kali mengelak adalah Ādam,” kalimat ini diulangi sebanyak tiga kali.

Imām Mālik bin Anas mencantumkan di dalam Muwaththa’-nya: (11311) Dari Zaid bin Abī Unaisah, bahwasanya ‘Abd-ul-Ḥamīd bin ‘Abd-ir-Raḥmān bin Zaid bin al-Khaththāb meriwayatkan dari Muslim bin Yasār al-Juhānī, bahwasanya ‘Umar bin Khaththāb ditanya tentang ayat:

وَ إِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَ أَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَا…

Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Ādam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabb-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami bersaksi…..” (QS. al-A‘rāf [7]: 172).

Maka ‘Umar bin Khaththāb menjawab: “Saya pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w ditanya tentang ayat tersebut kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan Ādam, lalu mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya. Allah mengeluarkan sebagian anak keturunannya dari situ. Kemudian Dia berfirman: “Aku ciptakan mereka untuk surga dan mereka beramal dengan amalan ahli surga.” Kemudian Allah kembali mengusap punggung Ādam dan mengeluarkan darinya sebagian keturunan yang lain, lalu Allah berfirman: “Aku ciptakan mereka untuk neraka, dan mereka beramal dengan amalan ahli neraka.Saat itu ada seorang laki-laki yang bertanya: “Wahai Rasūlullāh, lalu untuk apa kita beramal?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Jika Allah menciptakan seorang hamba untuk menjadi penghuni surga, maka Dia mengarahkannya hingga mengamalkan amalan ahli surga. Sehingga, dia mati di atas amalan ahli surga dan kemudian Rabb-nya akan memasukkannya ke dalam surga. Dan jika Dia menciptakan seorang hamba untuk penghuni neraka, maka Dia memperkerjakannya dengan amalan ahli neraka hingga dia mati di atas amalan-amalan ahli neraka, kemudian Rabb-nya akan memasukkannya ke dalam neraka”.

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imām Aḥmad, Abū Dāūd, at-Tirmidzī, an-Nasā’ī, Ibnu Jarīr, Ibnu Abī Ḥātim, Abū Ḥātim, dan Ibnu Ḥibbān di dalam Shaḥīḥ-nya melalui berbagai jalur. Dan dari Imām Mālik juga redaksi yang serupa. (11412).

Imām at-Tirmidzī berkata: “Hadits ini ḥasan, dan Muslim bin Yasār tidak pernah mendengar dari ‘Umar.” Demikian juga yang dikatakan oleh Abū Ḥātim dan Abū Zur‘ah. Abū Ḥātim menambahkan: “Di antara keduanya ada seorang perawi bernama Na‘īm bin Rabī‘ah.”

Abū Dāūd (11513) meriwayatkannya dari Muḥammad bin Mushaffā, dari Bāqiyah, dari ‘Umar bin Juts‘um, dari Zaid bin Abī Unaisah, dari ‘Abd-ul-Ḥamīd bin ‘Abd-ir-Raḥmān bin Zaid bin al-Khaththāb, dari Muslim bin Yasār, dari Na‘īm bin Rabī‘ah dia berkata: “Saya pernah berada di sisi ‘Umar bin Khaththāb, dan dia ditanya tentang ayat ini.” Kemudian dia menyebutkan hadits tersebut secara lengkap.

Al-Ḥāfizh ad-Dāruquthnī menuturkan: (11614) Abū Farwah Yazīd bin Sinān ar-Rahawī meriwayatkan dari ‘Umar bin Juts‘um, dari Zaid bin Abī Unaisah, dia berkata: “Pendapat keduanya lebih layak dibenarkan daripada pendapat Mālik bin Anas r.a.”

Hadits-hadits tersebut semuanya menjelaskan bahwa Allah ‘azza wa jalla mengeluarkan anak keturunan Ādam dari punggungnya seperti butiran-butiran, kemudian membagi mereka menjadi dua golongan; golongan kanan dan golongan kiri. Lalu Allah berfirman: “Mereka adalah penghuni surga dan Aku tidak peduli. Sedangkan mereka adalah penghuni neraka dan Aku tidak peduli.

Adapun persaksian mereka dan pengakuannya atas keesaan Allah ‘azza wa jalla tidak disebutkan di dalam hadits-hadits tersebut. Sedangkan penafasiran ayat yang terdapat dalam surat al-A‘rāf dan dikait-kaitkan dengan permasalahan ini, maka hal itu perlu dikaji ulang, sebagaimana yang telah kami jelaskan. Kami telah menyebutkan hadits-hadits dan atsar yang ada secara lengkap; sanad dan matannya. Maka, siapa saja yang ingin menggali lebih detail lagi hendaklah dia merujuk kitab yang terkait. (11715). Wallāhu a‘lam.

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Imām Aḥmad (11816) yang berbunyi: Telah menceritakan kepada kami Ḥusain bin Muḥammad, telah menceritakan kepada kami Jarīr – yakni Ibnu Ḥāzim, dari Kultsūm bin Jabr, dari Sa‘īd bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbās, dari Nabi s.a.w., belau bersabda: “Allah telah mengambil perjanjian (kesaksian) dari punggung Ādam di Na‘mān, pada hari ‘Arafah. Lalu Dia mengeluarkan keturunannya dari tulang rusuknya, lalu menebarkan mereka di hadapan-Nya seperti benih. Kemudian Dia berkata kepada mereka secara langsung: “Bukankah Aku ini Rabb-mu? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami). Kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Ādam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah), atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Allah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?

Sanad hadits ini adalah jayyid qawī (bagus dan kuat), dan sesuai dengan syarat yang diterapkan oleh Muslim. Hadits senada juga diriwayatkan oleh an-Nasā’ī, Ibnu Jarīr, dan al-Ḥākim di dalam Mustadrak-nya hadits Ḥusain bin Muḥammad al-Marwazī. (11917). Al-Ḥākim berkata: “Sanad hadits ini shaḥīḥ, meskipun al-Bukhārī dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Hanya saja dia berselisih pendapat mengenai ‘Alī Kultsūm bin Jibr, karena ada yang meriwayatkan darinya secara marfū‘ dan juga mauqūf. Demikian juga diriwayatkan dari Sa‘īd bin Jubair dari Ibnu ‘Abbās secara mauqūf. Begitu pula al-‘Aufī, al-Walibī, adh-Dhaḥḥāk, dan Abū Ḥamzah meriwayatkannya dari Ibnu ‘Abbās. Dan inilah yang lebih banyak periwayatannya dan lebih kuat. Wallāhu a‘lam.

Hadits tersebut juga diriwayatkan dari ‘Abdullāh bin ‘Amru secara mauqūf dan marfū‘, namun riwayat yang mauqūf tersebut yang lebih shaḥīḥ (benar). (12018).

Mengenai perkataan (Allah mengambil janji dari anak keturunan Ādam), jumhur sepakat dengan pendapat Imām Aḥmad. (12119) Dia menuturkan: Telah bercerita kepada kami Ḥajjāj, telah bercerita kepadaku Syu‘bah, dari Abū ‘Imrān al-Juwanī, dari Anas bin Mālik, dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: “Pada hari kiamat akan dikatakan kepada seorang laki-laki dari penduduk neraka: “Bagaimana pendapatmu jika engkau mempunyai sesuatu di bumi, apakah engkau akan menebus dirimu (dari siksa neraka)?” Rasūlullāh melanjutkan sabdanya: “Lalu dia menjawab: “Ya”. Beliau bersabda: “Maka Allah berfirman: Aku telah memintamu dengan sesuatu yang lebih ringgan, (yaitu) Aku telah mengambil janji atasmu ketika berada di rusuk Ādam untuk tidak menyekutukan-Ku (dengan suatu apapun), namun engkau mengabaikan janji itu.” Imām al-Bukhārī dan Muslim juga meriwayatkan hadits ini dari jalur Syu‘bah. (12220).

Abū Ja‘far ar-Rāzī berkata: Dari Rabī‘ bin Anas, dari Abul-‘Aliyah, dari Ubai bin Ka‘ab tentang firman Allah ‘azza wa jalla:

وَ إِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Ādam keturunan mereka…..” (QS. al-A‘rāf [7]: 172) dan ayat berikutnya, dia berkata: “Pada saat itu Allah mengumpulkan seluruh anak keturunannya yang turun-temurun hingga hari kiamat. Dia menciptakan dan membentuk mereka, lalu meminta mereka berbicara dan mereka pun berbicara. Kemudian Dia mengambil perjanjian dari mereka, dan persaksian atas diri mereka seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Rabb kalian? Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami).

Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku telah mengambil persaksian dari kalian dan disaksikan oleh langit yang tujuh, bumi yang tujuh, dan bapak kalian Ādam. Sehingga pada hari kiamat kelak kalian tidak ada beralasan, bahwa kalian tidak mengetahui hal ini. Ketahuilah bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Aku, dan tidak ada Rabb selain diri-Ku. Maka, janganlah kalian menyekutukan sesuatupun dengan diri-Ku. Aku akan mengutus para Rasūl yang senantiasa akan mengingatkan kalian terhadap persaksian tersebut, dan Aku akan menurunkan kitab-Ku kepada kalian.”

Mereka menjawab: “Kami bersaksi bahwa Engkau adalah Rabb dan Ilah kami. Kami tidak memiliki Rabb selain Engkau, dan kami tidak memiliki Ilah selain Engkau.” Lalu mereka mengikrarkan diri untuk senantiasa taat kepada-Nya. Kemudian Allah mengangkat bapak mereka (Ādam) dan Ādam pun melihat mereka. Dia (Ādam) melihat di antara anak keturunannya tersebut ada yang kaya, miskin, rupanya baik, dan lain sebagainya. Lalu Ādam bertanya: “Ya Rabb, mengapa tidak Engkau samakan saja hamba-hambaMu itu?” Allah berfirman: “Aku ingin mereka bersyukur kepada-Ku.”

Catatan:

  1. 103). Tafsīr Ibni Abī Ḥātim (8535).
  2. 104). HR. Aḥmad (6/441), dan di-shaḥīḥ-kan oleh al-Albānī di dalam Silsilatu Ḥadītsi Shaḥīḥ (49), lihat pula al-Musnad (27488).
  3. 105). Ibnu Abid-Dunyā di dalam kitab asy-Syukru (165).
  4. 106). ‘Abd-ur-Razzāq di dalam Mushannaf-nya (19576), dan di dalam Tafsīr-nya (2/242).
  5. 107). H.R. al-Bukhārī (3326),
  6. 108). H.R. al-Bukhārī (3227), dan Muslim (2841).
  7. 109). HR. Aḥmad (2/535).
  8. 110). HR. Aḥmad (1/25).
  9. 111). HR. Aḥmad (1/299).
  10. 112). Ath-Thabrānī di dalam al-Kabīr (12928).
  11. 113). Al-Muwaththa’, Imām Mālik (2/898, 899).
  12. 114). HR. Aḥmad (1/44, 445), Abū Dāūd (4703), at-Tirmidzī (3075), an-Nasā’ī (1119), ath-Thabrānī di dalam Tafsīr-nya (9/77, 78) dan di dalam Tārīkh-nya (1/135), Ibnu Abī Ḥātim di dalam Tafsīr-nya (8529), dan Ibnu Ḥibbān (6166) Al-Albānī berkata: “Hadits ini shaḥīḥ kecuali kalimat: Mengusap punggungnya”.” Shaḥīḥu Sunani Abī Dāūd (3939). Lihat: Syawāhid hadits ini di dalam Silsilatu Ḥadītsi Shaḥīḥ (47-50, 848).
  13. 115). SH. Abū Dāūd (4704).
  14. 116). ‘Ilal-ud-Dāruquthnī (2/221, 222).
  15. 117). Lihat: Tafsīr-ul-Mushannif (3/500, 506).
  16. 118). HR. Aḥmad (1/272).
  17. 119). HR. an-Nasā’ī (11191), ath-Thabrānī di dalam Tafsīr-nya(9/111, dan al-Ḥākim (2/544).
  18. 120). Lihat Tafsīr-uth-Thabrānī (9/110-116), dan Ibn-ul-Mundih di dalam ar-Raddu ‘alal-Jahmiyyah hal. 63, 64. Lihat pula Silsilatu Ḥadītsi Shaḥīḥ (1622).
  19. 121). HR. Aḥmad (3/127, 129).
  20. 122). H.R. al-Bukhārī (3334), dan Muslim (2805).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *