Fihi Ma Fihi | Pasal 2 : Manusia Adalah Astrolab Allah (2/2)

Fihi Ma Fihi
Jalaluddin Rumi
Penerjemah: 'Isa 'Ali Al-'Akub
Penerbit : FORUM, Yogyakarta

(lanjutan)

Istikamah itu seperti tongkat Musa, dan godaannya seperti tipu daya para penyihir Fir’aun: ketika istikamah muncul, ia akan menelan tipu daya para penyihir Fir’aun itu. Jika kamu teguh pada jalan lurus ini, maka sama saja kamu menyelamatkan dirimu sendiri, sebab dengan keteguhan itu kamu akan sampai kepada Allah.

Seekor burung yang bertengger di gunung itu

dan kemudian terbang dan pergi,

Adakah yang bertambah atau berkurang dari gunung itu?1

Ketika kamu sudah menapaki jalan yang lurus, maka semua jalan yang berliku akan hilang. Waspadalah, jangan pernah kehilangan pengharapan!

Kerugian bersahabat dengan raja bukan karena kamu akan kehilangan nyawamu, sebab pada akhirnya semua manusia pasti akan meregang nyawa, entah hari ini atau esok. Kerugian bersahabat dengannya timbul ketika raja menampakkan dirinya, dengan pengaruhnya yang kuat, ia menjadi seperti naga yang superior, maka seorang yang menemani dan mengaku bersahabat dengannya, yang menerima hadiah darinya, mau tidak mau harus berkata-kata sesuai dengan keinginannya, ia harus menerima ide-ide busuk sang raja, ia juga tidak akan mampu menentang perkataan-perkataan raja tersebut. Dari poin inilah tampak bahayanya bersahabat dengan raja, karena hal semacam itu dapat melukai agama. Ketika kamu memupuk hubungan yang baik dengan sang raja, maka sisi lain yang merupakan esensi dari hidup ini akan menjadi asing bagimu. Saat kamu semakin dekat dengan raja, maka pada sisi yang lain, tempat di mana Sang Terkasih berada akan semakin jauh darimu. Ketika hubungan kamu semakin erat dengan budak-budak dunia dan kamu senantiasa memiliki satu arah dengan mereka, maka Sang Terkasih akan marah kepadamu.

Barangsiapa yang membantu orang yang zalim, Allah SWT akan memberikan kekuatan kepadanya.” Kepergianmu ke arah Allah juga akan membuatmu tunduk kepada-Nya. Kapan pun kamu berjalan ke arah-Nya, maka sebagai balasannya, la akan senantiasa memberikan kekuatan kepadamu.

Alangkah sayangnya jika seseorang yang telah meraih pantai samudera, hanya merasa puas dengan seteguk atau satu kendi air. Sementara ia melalaikan berbagai macam mutiara berkilauan dan ratusan ribu benda-benda indah yang sebenarnya bisa ia dapatkan di dalam samudera itu. Lantas apa gunanya ia mengambil air dari samudera itu? Apa bangganya melakukan hal tersebut bagi mereka yang berakal? Apa yang telah mereka wujudkan?

Pada hakikatnya, dunia ini tak ubahnya seperti buih di lautan, dan airnya adalah ilmu-ilmu para wali; lalu di mana mutiara itu berada? Dunia ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah buih yang dipenuhi jerami. Akan tetapi karena gulungan ombak dan harmoni irama samudera yang setia menemani sang gelombang, buih itu mewujud menjadi sebentuk keindahan.

إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ.

“Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah- lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Kata-kata “dijadikan indah dalam firman Allah di atas mengindikasikan bahwa semua hal itu sebenarnya tidaklah indah, sebab segala bentuk keindahan yang tersimpan di dalam semua hal itu berasal dari tempat yang lain. Laksana uang palsu yang disepuh dengan emas, dunia yang merupakan gelembung buih ini adalah uang palsu yang tak berharga dan tak bernilai, sementara kitalah yang menyepuh uang palsu itu dengan emas, dan kemudian kita jadikan sebagai perhiasan yang tampak indah di mata manusia.

Manusia adalah astrolab2 Allah, namun dibutuhkan seorang astronom untuk mengetahui astrolab. Jika seorang penjual sayuran atau makanan memiliki astrolab, apa yang akan mereka dapatkan darinya? Dengan alat perbintangan kuno ini, apa yang bisa diketahui oleh pedagang sayur dan makanan itu tentang tingkah laku, perputaran, dan tanda-tanda, lintasan, dan pengaruh bintang di langit? Sebaliknya, astrolab akan sangat bermanfaat jika berada di tangan para astronom. Itulah mengapa kemudian muncul kata-kata: “Siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.”

Seperti halnya astrolab dari tembaga yang merupakan cerminan bintang-bintang di langit, maka wujud manusia sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam [QS. Al-Isra’: 70].”-juga merupakan astrolab Allah. Ketika Allah SWT telah menjadikan manusia bisa mengetahui dan mengenal diri-Nya, maka hamba ini akan mampu melihat ke dalam wujud astrolab itu; dirinya telah melebur dengan Tuhan dan keindahan-Nya yang mutlak, detik demi detik, sekilas demi sekilas. Keindahan itu sama sekali tidak pernah hilang dari cermin ini.

Allah memiliki hamba-hamba yang menutup diri mereka dengan hikmah, makrifat (mengenal Allah), dan karomah (hal luar biasa yang dimiliki orang-orang tertentu). Meski mereka tidak dianugerahi pandangan khusus yang dimiliki orang-orang spesial, akan tetapi semangat yang kuat memotivasi mereka untuk menutup diri, seperti yang dikatakan oleh al-Mutanabbi:

Perempuan-perempuan itu mengenakan sutra

yang dibordir bukan untuk mempercantik diri,

Melainkan untuk menjaga kecantikan mereka

dari mata-mata yang penuh gairah.

 

Catatan:

  1. Potongan bait ini adalah bagian dari salah satu puisi Rubaiyat Maulana Rumi, dengan versi lengkap sebagai berikut:

    Meskipun ada suara makhluk di meja makan azali

    Yang sedang menyantap makanan, niscaya

    tidak ada satu hidangan pun yang berkurang.

    Seekor burung yang bertengger di gunung itu dan kemudian terbang dan pergi,

    Adakah yang bertambah atau berkurang dari gunung itu?

  2. Alat perbintangan kuno yang (salah satunya) digunakan untuk mengukur naiknya matahari dan bintang-bintang.