Fihi Ma Fihi | Pasal 1 : Semuanya Karena Allah (4/4)

Fihi Ma Fihi
Jalaluddin Rumi
Penerjemah: 'Isa 'Ali Al-'Akub
Penerbit : FORUM, Yogyakarta

(lanjutan)

Kamu melihat ketaatan itu berasal darimu, maka jatuhlah dirimu ke dalam kemaksiatan. Sekarang, meski kamu bernodakan maksiat, pengharapan itu jangan pernah menghilang. Mengemislah kepada-Nya, karena Allah itu Maha Kuasa. Dia telah menampakkan kepadamu ketaatan dari kemaksiatan itu, dan Dia juga kuasa untuk melakukan yang sebaliknya la mampu menganugerahimu penyesalan yang mendalam karena dosa yang telah kamu perbuat, dan mempersiapkanmu beberapa alasan agar kamu kembali bisa berbuat sesuatu untuk umat Islam dan menjadi kekuataan bagi mereka. Maka, jangan pernah hilangkan pengharapan itu, sebab: “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”[QS. Yusuf: 87]

Tujuanku untuk memberikan pemahaman ini kepada Amir adalah agar ia percaya dan mau mengemis di hadapan-Nya. la telah mengalami degradasi dari puncak kejayaan ke dalam lembah yang curam, sehingga dalam kondisi seperti ini, aku berharap ia masih memiliki harapan. Allah SWT itu Maha Cerdas, Dia menunjukkan sesuatu dalam bentuk yang baik tapi di dalamnya luar biasa busuk. Bukan demi apa-apa, melainkan agar manusia tidak mudah tertipu, hingga akhirnya ia mengerti dan berkata: “Ide dan perbuataan yang baik tampak di hadapanku.”

Seandainya semua yang ada di dunia ini tampak sebagaimana adanya, maka Nabi Muhammad Saw, yang diberkahi dengan mata yang cemerlang dan tembus pandang, tidak akan menangis: “Ya Allah, tunjukkan padaku segala sesuatu sebagaimana adanya, Engkau memperlihatkan sesuatu yang sangat indah, tetapi ternyata sangat buruk. Kau menunjukkan sesuatu yang sangat buruk, tapi sesungguhnya ia begitu indah. Oleh karena itu, tunjukkan padaku segala sesuatu sebagaimana adanya, agar aku tak jatuh dalam jurang kemusyrikan dan terus tersesat.

Sebagus dan secemerlang apapun buah pikiranmu, tidak akan lebih hebat dari buah pikiran sang Nabi. Jadi, jangan terlalu mengandalkan akal dan pikiran. Jadilah orang yang terus mengemis dan takut di hadapan Allah SWT. Tujuanku hanya menyampaikan hal ini. Barwanah menggunakan ayat dan tafsir seperti yang dijelaskan tadi sesuai dengan kehendak dan buah pikirannya dengan berkata: “Saat ini kita memiliki bala tentara yang melimpah ruah, tetapi tidak seharusnya kita lantas mengandalkan mereka. Saat kita begitu terpuruk, dirundung rasa takut dan ketidakberdayaan, juga jangan sampai kita kehilangan harapan.” Barwanah menggunakan ucapanku sesuai dengan kehendaknya, inilah tujuanku menyampaikan hal itu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *