Fihi Ma Fihi | Pasal 1 : Semuanya Karena Allah (3/4)

Fihi Ma Fihi
Jalaluddin Rumi
Penerjemah: 'Isa 'Ali Al-'Akub
Penerbit : FORUM, Yogyakarta

(lanjutan)

Allah SWT berfirman: “Hai para tawanan, jika kalian berpaling pada keyakinan yang dulu, memandang-Ku dengan khauf (rasa takut) dan raja’ (penuh harap), dan menyadari bahwa diri kalian berada dalam kendali-Ku, maka Aku akan membebaskan kalian dari rasa takut itu. Aku juga akan mengembalikan semua harta yang dirampas saat perang dan kerusakan yang telah terjadi, bahkan akan Aku lipatgandakan dengan sesuatu yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Akan Aku ampuni kalian dan akan Aku gabungkan kebahagiaan dunia dan akhirat untuk kalian.

“Aku bertobat, aku telah berpaling dari keyakinanku yang terdahulu,” kata ‘Abbas.

Rasulullah bersabda: “Pengakuan tobat yang baru saja kamu ucapkan butuh bukti,”

Menyatakan cinta adalah hal yang mudah, Tetapi pernyataan itu butuh bukti dan fakta.

“Dengan menyebut nama Allah, bukti apa yang engkau inginkan?” jawab ‘Abbas.

Nabi Muhammad bersabda: “Jika kamu benar-benar seorang Muslim dan menginginkan kebaikan pada Islam dan umatnya, berikan sejumlah harta yang tersisa dari dirimu kepada tentara Islam, sehingga tentara kita bisa lebih kuat!

‘Abbas berkata: “Wahai Rasulullah, harta apa lagi yang tersisa dariku? Semua milikku telah dirampas, bahkan mereka tidak menyisakan apa-apa selain karpet lusuh ini.”

Rasulullah bersabda: “Lihatlah, kamu tidak jujur. Kamu belum kembali dari kebiasaan buruk masa lalumu. Kamu belum melihat cahaya kebenaran. Haruskah aku katakan kepadamu seberapa banyak harta yang kamu miliki, di mana kamu menyembunyikannya, pada siapa harta itu kamu titipkan, dan di tempat seperti apa kamu menguburnya?”

‘Abbas menjawab: “Tidak. Sungguh aku sudah tidak punya apa-apa lagi.”

Rasulullah bersabda: “Bukankah kamu menitipkan sejumlah harta pada ibumu? Bukankah kamu mengubur sebagian hartamu di tempat ini dan itu? Bukankah kamu mengatakan secara rinci kepada ibumu: “Jika aku kembali, kembalikan semua harta ini kepadaku. Jika aku tidak kembali dengan selamat, belanjakanlah beberapa jumlah dari harta ini untuk suatu kepentingan tertentu, berikan sekian kepada si fulan, dan bagian untukmu adalah sekian?“”

Ketika ‘Abbas mendengar hal itu, ia mengangkat jemarinya dengan penuh keimanan. la berkata: “Ya Rasulullah, dahulu aku selalu yakin bahwa dirimu mewarisi nasib baik para raja terdahulu seperti Haman, Syadad, Namrud, dan yang lainnya. Tetapi setelah engkau mengatakan hal-hal tadi, aku langsung percaya dan yakin bahwa yang baru saja engkau katakan adalah rahasia Allah.”

Nabi Muhammad menjawab: “Kau benar. Kali ini aku mendengar gemeretak keraguan di dalam hatimu, yang gemanya terdengar dalam ruang di telingaku. Aku memiliki telinga yang tersembunyi di balik jiwaku yang terdalam. Dengan telinga itu, aku dapat mendengar geretak keraguan, kemusyrikan, dan kekafiran di dalam hati semua orang. Suara-suara itu terdengar oleh telinga jiwaku. Sekarang, kamu benar- benar telah melepas masa lalumu, dan menjadi seorang Mukmin.

Dalam menafsirkan cerita di atas, Maulana Rumi berkata: Aku menceritakan kisah ini kepada Amir Barwanah1 karena satu sebab, yaitu ketika pertama kali kamu menjadi prajurit tentara Islam, kamu berkata: “Aku akan menjadikan diriku sebagai tebusan, akan aku korbankan akal dan pikiranku demi berdirinya agama Islam dan langgengnya banyak orang Islam, agar agama ini terus menjadi aman dan kuat.”

Akan tetapi saat kamu bergantung hanya pada akal dan pikiranmu tanpa melirik pada Allah dan melupakan bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya, Allah menjadikan semua itu sebagai kekurangan bagi Islam; kamu mengadakan kesepakatan dengan kaum Tartar, kamu sediakan perlindungan untuk mereka, kamu musnahkan orang-orang Suriah dan Mesir, yang pada akhirnya kamu menghancurkan Islam. Allah justru menjadikan akal dan usaha yang kamu banggakan dan kamu harapkan sebagai jalan untuk melanggengkan Islam itu menjadi sebuah penghancur yang membabi-buta. Oleh karenanya, tengadahkan wajahmu ke hadapan Allah dalam khauf. Percayalah bahwa Allah akan segera melepaskanmu dari belenggu rasa takut yang buruk ini, dan jangan pernah hilangkan pengharapan kepada-Nya meski la melemparmu dari berbagai bentuk ketaatan ke dalam kubangan maksiat ini.

(bersambung)

Catatan:

  1. Amir Barwanah itu bernama Mu’inuddin Sulaiman bin Muhaddzab al-Din ‘Ali al-Dailami. la adalah salah seorang pemuka dan menteri Saljuk Romawi, terbunuh pada tahun 675 H di tangan tentara Mongol. Dia sangat mencintai Maulana Rumi. Bersama dirinya, Maulana Rumi memiliki banyak kisah dan perbincangan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *