Dzikir Berjama’ah dan Suara Keras – Tarekat dalam Timbangan Syariat (1/2)

TAREKAT dalam Timbangan SYARIAT
Jawaban atas Kritik Salafi Wahabi

Penulis: Nur Hidayat Muhammad
 
Penerbit: Muara Progresif

Rangkaian Pos: Dzikir Berjama'ah dan Suara Keras - Tarekat dalam Timbangan Syariat

DZIKIR BERJAMĀ‘AH DAN SUARA KERAS

 

Pernah seorang Salafī Wahhābī berkata kepada kami, bahwa dzikir dengan suara keras haditsnya dha‘īf semua. Dan saat itu kami membicarakan tentang mujāhadah dzikir yang diadakan di pesantren tempat kami nyantri di Grobogan. Kami hanya berfikir, betapa beraninya dia dan tidak ilmiah dalam mencetuskan sebuah hukum.

Berdzikir dengan berjamā‘ah atau dengan keras terdapat dasar haditsnya semua. Dan di sini kami ingin memaparkan hukum dzikir keras dan berjamā‘ah menurut ‘ulamā’ Islam dengan didampinginya ayat-ayat al-Qur’ān dan hadits-hadits Nabi yang cukup.

Di antara syubhat mereka yang melarang keras adalah berdasar dalil al-Qur’ān berikut ini:

وَ اذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيْفَةً وَ دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَ الْآصَالِ وَ لَا تَكُنْ مِّنَ الْغَافِلِيْنَ

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”. (QS. al-A‘rāf: 205).

Dan juga ayat:

ادْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَ خُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”. (QS. al-A‘rāf: 55).

Dengan kedua ayat di atas mereka memahami bahwasanya dzikir dengan suara keras adalah terlarang dan haram.

Dan berikut ini adalah penjelasan tentang ayat di atas:

  1. Ayat yang pertama (surat al-A‘rāf ayat 205) adalah termasuk surat Makkiyyah yang diturunkan saat Rasūlullāh s.a.w. membaca al-Qur’ān dengan keras dan kemudian didengar oleh kaum musyrikin hingga membuat mereka berani mencela al-Qur’ān dan Allah Dzāt Yang Menurunkan al-Qur’ān. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. diperintahkan Allah untuk melirihkan bacaan al-Qur’ānnya. (HR. Aḥmad). Senada dengan ayat di atas adalah ayat:

وَ لَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَ لَا تُخَافِتْ بِهَا وَ ابْتَغِ بَيْنَ ذلِكَ سَبِيْلًا.

Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (QS. al-Isrā’: 110).

Dan pasca Rasūlullāh s.a.w. hijrah ke Madīnah, membaca al-Qur’ān dengan keras diperbolehkan dengan bebas. (HR. Bukhārī Muslim). Dikutip dari Tafsīr Ibni Katsīr juz V, hal. 129 (Maktabah Syamilah).

  1. Menurut para mufassirīn, termasuk ‘Abd-ur-Raḥmān bin Zaid, guru dari Imām Mālik bin Anas dan Ibnu Jarīr ath-Thabarī, bahwa ayat di atas dimaksudkan bagi mereka yang berdzikir di samping orang yang membaca al-Qur’ān. Dan sebagai wujud ta‘zhīm kepada al-Qur’ān, dzikir sebaiknya dilakukan dengan lirih.
  2. Menurut para shūfī, ayat di atas dikhususkan untuk Rasūlullāh s.a.w. Dan bagi selain beliau diperbolehkan berdzikir dengan keras karena hati mereka yang belum steril dari besutan nafsu dan syahwat.

Dan alasan atau ta’wīl di atas dapat dilihat dalam kitab al-Ḥāwī lil-Fatāwā karya al-Ḥāfizh as-Suyūthī, penulis kitab hadits besar al-Jāmi‘-ul-Kabīr dan al-Jāmi‘-ush-Shaghīr. (711).

Sedangkan pada ayat kedua (surat al-A‘rāf ayat 55) yang secara tekstual melarang doa dengan keras, maka sebagaimana dikatakan al-Ḥāfizh as-Suyūthī dalam al-Ḥāwī lil-Fatāwā bahwa maksud dari ayat tersebut adalah dzikir dengan keras yang melewati batas atau membuat-buat doa yang tidak ada dasarnya dari syarī‘at. Atau yang dimaksudkan adalah anjuran bahwa saat berdoa sebaiknya dengan suara lirih. Dan dari semua itu menjadi jelas bahwasanya tidak ada larangan haram berdzikir dengan keras. (722).

Adapun dalil yang memperbolehkan dzikir dengan keras adalah:

  1. Sebuah hadits riwayat Aḥmad dengan sanad tepercaya (tsiqah) dikatakan bahwa Abū Bakar membaca al-Qur’ān dengan lirih dengan alasan Allah mendengar tanpa harus dengan suara keras, dan ‘Umar bin Khaththab membaca dengan keras dengan alasan untuk mengusir syaithan dan membangkitkan orang yang tidur. Dan setelah keduanya menyampaikan kepada Rasūlullāh s.a.w., beliau setuju dan tidak melarangnya. (al-Ḥāfizh al-Haitsamī dalam Majmū‘-uz-Zawā’id II/226).
  2. Hadits shaḥīḥ riwayat Bukhārī dari Abū Hurairah, bahwa Rasūlullāh s.a.w. menceritakan dari Allah (ḥadīts qudsī), berfirman:

أَنَا عِنْدَ ظَنَّ عَبْدِيْ بِيْ وَ أَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ وَ إِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ.

Aku adalah menurut penyangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku akan bersamanya ketika dia berdzikir kepada-Ku, jika dia berdzikir kepada-Ku dalam hatinya (sendirian), maka Aku akan menyebutnya dalam hati-Ku (Sendiri), dan jika dia berdzikir kepada-Ku di tengah kolompok manusia, maka Aku akan menyebutnya di tengah kelompok yang lebih baik dari kelompok tersebut.” (HR. Bukhārī).

Dzikir di tengah jamā‘ah maksudnya adalah bersuara keras.

  1. Hadits shaḥīḥ riwayat Muslim dan at-Tirmidzī dari Abū Hurairah dan Abū Sa‘īd al-Khudrī, bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلَّا حَفَّتْ بِهِمِ الْمَلَائِكَةُ وَ غَشِيَهُمُ الرَّحْمَةُ وَ نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِيْنَةُ وَ ذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ.

Tidak ada satu kaum yang berdzikir kepada Allah kecuali kaum tersebut akan dikelilingi malaikat dan dinaungi dengan rahmat dan diturunkan kedamaian kepada mereka serta Allah akan menyebut mereka di depan makhluk yang bersama dengan-Nya.” (HR. Muslim dan Tirmidzī).

  1. Hadits riwayat Aḥmad, Abū Dāwūd, at-Tirmidzī (di-shaḥīḥ-kan olehnya), an-Nasā’ī dan Ibnu Mājah dari Sā’ib, bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ مُرْ أَصْحَابَكَ فَلْيَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ. وَ فِيْ رِوَايَةٍ بِالتَّكْبِيْرِ.

Malaikat Jibrīl telah datang kepadaku dan mengatakan: “Perintahkanlah sahabatmu untuk mengeraskan suaranya saat bertalbiyah.”

Sebagian riwayat dengan takbīr. Baik talbiyah atau takbīr, semua termasuk dzikir.

  1. Hadits ḥasan riwayat Baihaqī dari Anas bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا قَالُوْا: وَ مَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ.

Jika kalian melewati kebun surga, maka ambillah rumput di sana.” Kemudian para sahabat bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah kebun surga tersebut?” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Ḥalaqah dzikir.” (HR. Baihaqī).

  1. Sabda Rasūlullāh s.a.w. tentang dzikir keras ba‘da shalat, riwayat Aḥmad, Bukhārī dan Muslim.

إِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ (ص).

Sungguh mengeraskan suara dalam berdzikir saat orang-orang selesai melaksanakan shalat maktubah sudah ada di zaman Nabi Muḥammad s.a.w.” (HR. Aḥmad, Bukhārī dan Muslim).

Imām as-Suyūthī dalam risalahnya, Natījat-ul-Fikri fil-Jahri fidz-Dzikr, yang tercatat dalam kitabnya al-Ḥāwī lil-Fatāwā, menyebutkan ada 25 hadits, baik shaḥīḥ, ḥasan atau dha‘īf yang menerangkan tentang sunnahnya melakukan halaqah dzikir (mujāhadah bersama) dan berdzikir dengan suara keras. Meskipun terdapat juga hadits Nabi s.a.w. yang menerangkan tentang baiknya melakukan dzikir tidak dengan suara keras.

Sedangkan dalil berdzikir dengan suara bersama-sama, selain sebagian dari hadits di atas, adalah sabda Rasūlullāh s.a.w. berikut:

إِنَّ للهِ مَلَائِكَةً يَطُوْفُوْنَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُوْنَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوْا قَوْمًا يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَنَادُوْا هَلُمُّوْا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ: فَيَحُفُّوْنَهُمْ بَأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَ هُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُوْلُ عِبَادِيْ قَالُوْا يَقُوْلُوْنَ يُسَبِّحُوْنَكَ وَ يُكَبِّرُوْنَكَ وَ يَحْمَدُوْنَكَ وَ يُمَجِّدُوْنَكَ.

Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat yang berputar di jalan-jalan untuk mencari ahli dzikir. Maka tatkala mereka menemukan kaum yang berdzikir kepada Allah, para malaikat tersebut berseru: “Sampaikan hajat kalian semuanya”. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Maka kemudian malaikat mengepung mereka dengan sayap-sayapnya sampai ke langit dunia.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Kemudian Rabb mereka bertanya, dan Dia adalah Dzāt Yang Maha Mengetahui daripada mereka: “Apa yang hamba-hambaKu ucapkan?” Malaikat menjawab: “Mereka semuanya mengucapkan tasbih, takbir, tahmid dan mengagungkan Engkau.” (HR. Bukhārī dan Muslim).

Catatan:

  1. 71). Jalāl-ud-Dīn as-Suyūthī, op.cit, juz I, hal. 471.
  2. 72). Ibid.

2 Komentar

  1. Adi yasri berkata:

    Penjelasan ttg menentang ayat al quran yg melarang dzikir dgn suara keras sangat tidak ilmiah dan cenderung hanya memperturutkan hawa nafsu semata.
    Hadist hadist ttg suruhan dzikir keras tdk mengutip nomer sehingga tdk bisa kami cek kebenarannya.

    Kesimpulannya artikel masih blm bisa membantah firman Allah ttg larangan dzikir dgn keras.
    Allah maha mendengar maha dekat maha melihat. Buat apa dzikir dgn keras keras apa lagi pakai TOA sehingga mengganggu tetangga sekitar. ALLAH TU TIDAK TULI.

    Beribadah jgn semaunya sendiri dgn tidak memperhatikan perasaan lIngkungan sekitar.
    Jamaah cuma tiga org tp kerasnya dzikir2 n sholatnya hingga satu kecamatan mendengar. Berisik tau!
    Org juga ada yg mau beribadah di rumah. Juga ada yg sakit, org dah tua butuh isirahat. Ada anak2 bayi yg mau tidur.
    KALO ADZAN BEDA, ADZAN HARUS KERAS KARENA BERSIFAT PEMBERITAHUAN! JANGAN MACAM SI ASNHOR YAQUT YG MENGHINA MENYAMANKAN ADZAN SEPERTI LOLONGAN ANJING.

    1. Muslim Administrator berkata:

      Bismillah-ir-Rahmaan-ir-Rahiim, Allahumma shalli wa sallim ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali Sayyidinaa Muhammad.

      Perkenalkan nama saya Muslim sebagai admin website hatisenang.com. Terima kasih banyak atas komentar dan pendapat Anda. Sekarang saya akan berbagi pendapat saya:

      Untuk nomor hadits yang masyhur memang sudah maklum tidak dimuat di dalam kitab-kitab tetapi jika kita melakukan sedikit pencarian, in sya Allah kita akan menemukannya. Contohnya seperti salah satu hadits yang disebut di atas yaitu tentang dzikir keras ba‘da shalat saya ambil sedikit teks arabnya dan saya cari haditsnya menggunakan aplikasi HaditsSoft dan langsung saya temukan haditsnya sbb:

      Sahih Bukhari, kitab 10. (Adzan), Bab 528. (Dzikir Setelah Shalat):
      صحيح البخاري ٧٩٦: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
      Artinya:
      Shahih Bukhari 796: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Nashir berkata: telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata: telah mengabarkan kepadaku ‘Amru bahwa Abu Ma’bad mantan budak Ibnu ‘Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma mengabarkan kepadanya, bahwa

      Mengeraskan suara dalam berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya.”

      Shahih Muslim, Kitab 6. (Masjid dan Tempat-tempat Shalat), Bab 243. (Dzikir dalam Shalat)
      صحيح مسلم ٩١٩: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ ح و حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ وَاللَّفْظُ لَهُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ
      أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
      Artinya:
      Shahih Muslim 919: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Bakr telah mengabarkan kepada kami Ibn Juraij katanya: (Dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur dan lafadz darinya, dia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ibn Juraij telah mengabarkan kepadaku ‘Amru bin Dinar, bahwa Abu Ma’bad mantan budak Ibn Abbas mengabarinya, bahwa Ibnu Abbas pernah mengabarinya: “Bahwa mengeraskan suara dzikr sehabis shalat wajib, pernah terjadi di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” kata Abu Ma’bad: Ibnu Abbas mengatakan: “Akulah yang paling tahu tentang hal itu, ketika mereka telah selesai (mengerjakan shalat), sebab aku pernah mendengarnya.”

      Untuk saya itu sudah cukup sebagai dalil.

      Kemudian, mengenai pendapat sobat tentang tidak perlunya berdzikir dengan suara keras karena Allah Maha Mendengar itu memang tidak salah. Karena itu ada juga dzikir dengan suara pelan dan tanpa suara (di hati saja). Tetapi guru kami Syaikh Husain asy-Syadzili ad-Darqawi menjelaskan bahwa tujuan berdzikir dengan suara keras bukan supaya didengar oleh Allah tetapi supaya membangunkan diri kita dari kelalaian dan supaya membekas di dalam hati kita sehingga kita terbiasa berdzikir kepada Allah s.w.t. setiap saat (dengan mulut dan di dalam hati) sebagaimana tujuan manusia diciptakan.

      Saya sangat setuju bahwa dzikir dengan suara yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu yang lain. Guru kami selalu mengajarkan bahwa jika seseorang hendak melakukan apa saja, harus memperhatikan tempat, waktu, dan keadaan. Tidak boleh sembarangan. Namun, memang harus diakui, kita sebagai manusia memang penuh dengan kekurangan dan tidak mungkin setiap orang dapat melaksanakan apa yang paling benar. Hanya orang-orang tertentu yang diberikan rahmat oleh Allah. Apalagi zaman sekarang semakin berkurang. Kita bisa lihat tahun lalu (2021) dan tahun ini (2022) saja sangat banyak sekali ulama-ulama yang sudah diambil kembali oleh-Nya. Dan sering tanpa ada seorang penerus yang layak menggantikan mereka di tempat kediaman mereka masing-masing.

      Semoga Allah senantiasa mengampuni, memberkahi dan menetapkan kita semua di jalan-Nya. Aamiiinx3 ya Rabbal ‘aalamiin.

      Demikian apa yang saya pahami. Mohon maafkan jika ada kesalahan. Wa-s-salaam.

Tinggalkan Balasan ke Muslim Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *