Disyaratkannya Suci – Bidayat-ul-Mujtahid

Bidāyat-ul-Mujtahid
Oleh: Ibnu Rusyd

Penerjemah: Beni Sarbeni, ‘Abdul Hadi, Zuhdi.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Buku 1

Rangkaian Pos: 006 Kitab Shalat - Bidayat-ul-Mujtahid

Bab V

Disyaratkannya Suci

 

Tentang suci dari najis, para ahli fikih yang berpendapat bahwa suci dari najis adalah sunnah mu’akkadah, mereka tidak mungkin berpendapat bahwa suci dari najis adalah kefardhuan shalat, atau syarat sahnya shalat.

Sementara ‘ulamā’ yang menyatakan bahwa suci dari najis hukumnya wajib secara mutlak bisa saja berkata: “Bahwa suci dari najis adalah kefardhuan shalat, dan mungkin pula tidak.”

‘Abd-ul-Wahhāb menceritakan dua pendapat dari madzhab Mālik:

Pertama, menghilangkan najis adalah syarat sahnya shalat jika sanggup dan ingat.

Kedua, menghilangkan najis bukanlah syarat sahnya shalat.

Riwayat yang menyatakan bahwa bersuci dari najis merupakan syarat sama sekali tidak merusak pendapat masyhur dalam madzhab Imām Mālik yang menyatakan bahwa membasuh najis adalah sunnah mu’akkadah.

Justru riwayat tersebut merusak pendapat yang menyatakan wajib jika ingin dan sanggup, masalah ini telah dibahas sebelumnya dalam kitab thaharah, dalam pembahasan tersebut bisa diketahui sebab-sebab perbedaan pendapat, yang berhubungan dengan pembahasan di sini hanyalah hal berikut:

Apakah kefardhuan secara mutlak yang terjadi pada shalat bisa menjadi kewajiban shalat?

Yang benar adalah bahwa pekerjaan yang diperintahkan secara mutlak tidak selamanya menjadi syarat sahnya amalan lain yang diwajibkan kecuali karena ada faktor lainnya, demikian pula larangan secara mutlak tidak selamanya menjadi syarat sahnya perbuatan dengan ditinggalkan kecuali jika ada faktor lain.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *