Tobat – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah (2/2)

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: Tobat - Tutur Penerang Hati - Ibn 'Atha'illah

Tobat sebagai Karunia Allah.

Wahai manusia, apabila Allah bermurah hati kepadamu dengan memberikan kesempatan untuk bertobat itu adalah salah satu bentuk karunia-Nya. Allah s.w.t. berfirman: “Kemudian Allah menerima tobat mereka supaya mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (at-Taubah [9]: 118).

Apabila anda telah berbuat dosa selama 70 tahun lalu engkau bertobat pada satu waktu, maka terhapuslah dosa-dosamu selama itu. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tak mempunyai dosa.” (H.R. Ibn Mājah dan ath-Thabrānī).

Ketika seorang mukmin mengingat dosanya ia akan bersedih, sementara setiap kali mengingat ‘amal ketaatannya ia bergembira. Luqmān al-Ḥakīm pernah berkata: “Seorang mu’min mempunyai dua qalbu. Yang satu berharap, yang satunya lagi merasa cemas. Di satu sisi ia berharap ‘amalnya diterima, di sini lain cemas kalau ‘amalnya ditolak.” Allah berfirman: “Orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang cemas, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (al-Mu’minūn [23]: 60).

Ada yang berpendapat bahwa seandainya rasa cemas seorang mu’min ditimbang dengan harapannya, niscaya akan seimbang. Siapa yang ingin qalbunya bersambung kepada Allah hendaknya ia melakukan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Wahai mu’min, basuhlah qalbumu dengan menyesali kesempatan yang telah hilang. Siapa yang melakukan maksiat dan terjerumus dalam perbuatan haram, meskipun ia menceburkan diri ke tujuh lautan tetap takkan bersih darinya. Kecuali, bila ia bertobat secara tulus kepada Allah.

 

Seseorang bertanya kepada Rābi‘ah al-Adawiyah: “Aku telah sering berbuat dosa dan menjadi semakin tidak taat. Tetapi, apabila aku bertobat, akankah Allah mengampuninya?” Rābi‘ah menjawab: “Tidak. Tetapi apabila Dia mengampunimu, maka engkau akan bertobat.”

 

Wahai manusia, apakah engkau kira obat yang engkau telan terasa manis? Jika engkau tidak bisa menahan pahitnya, engkau takkan mendapat kesembuhan. Oleh karena itu, segeralah bertobat dan jangan menoleh pada manisnya maksiat. Apabila hawa nafsumu mulai condong pada syahwat, harta, jabatan, dan pujian orang, hendaknya engkau bergegas lari menuju Allah dan memohon pertolongan-Nya, pasti Dia akan menyelamatkanmu. Allah berfirman: “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) seorang pemberi peringatan yang nyata untuk kalian.” (adz-Dzāriyāt [51]: 50).

Wahai manusia, daripada engkau berpaling kepada manusia dan mencari-cari di mana para kiai, wali, atau tokoh berada, lebih baik engkau membersihkan qalbu dengan tobat terlebih dahulu. Lalu bertanyalah: “Di mana bashīrah (mata hati) ini? Apakah ia bisa kotor dengan melihat putri raja yang berhijab?” Daripada berkata: “Cermin ini sudah berkarat,” lebih baik berkata: “Mataku berpenyakit sebab tak bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik.”

Jika engkau ditanya, siapakah orang mukmin itu, jawablah bahwa orang mu’min adalah yang bisa melihat aib dirinya lalu berusaha mengobatinya serta tidak menuduh orang lain memiliki aib. Jika engkau ditanya, siapakah orang yang hina, katakan bahwa orang yang hina adalah yang menuduh orang lain bersalah serta merasa dirinya benar. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Berbahagialah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri sehingga lupa dengan aib orang lain.

Mohonlah kepada Allah tobat nasuha seperti yang Allah perintahkan dalam al-Qur’ān: “Wahai orang-orang beriman. Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya (nashūḥan), mudah-mudahan Tuhan menghapus dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (at-Taḥrīm [66]: 8). Tobat nashūḥan adalah tobat yang tulus kepada Allah, bersih dari segala kotoran, dan disertai penyesalan.

Jangan sampai keputusasaan menghantui qalbumu sehingga engkau merasa dosamu yang menumpuk tak akan diampuni Tuhan, lalu berkata: “Dosa-dosaku sangat banyak, mungkin Allah tak lagi mau menerima tobatku.” Allah melarang sikap putus asa. Bahkan, sebaliknya, Dia selalu membuka pintu harapan: “Katakan: Wahai para hamba-Ku yang telah melampaui batas, janganlah kalian berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah (berkenan) mengampuni semua dosa. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar [39]: 53).

Oleh karena itu, wahai saudaraku hendaknya engkau konsisten dalam bertobat. Jika tobatmu diterima – yang tandanya engkau merasa lapang ketika melakukan ketaatan serta cenderung pada negeri akhirat – bergembiralah dan bersyukurlah kepada Allah atas karunia-Nya. Namun, jika tobatmu belum diterima – yang tandanya engkau masih menikmati maksiat dan masih merasa senang dengannya – minta tolonglah kepada Allah dan ucapkanlah: “Wahai Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan tidak menyayangi kami, pastilah kami termasuk golongan orang-orang yang rugi.” (al-A‘rāf [7]: 23).

Jangan menjadi orang yang lalai, seperti orang yang usianya sudah mencapai 40 tahun, tapi sama sekali belum pernah mengetuk pintu Allah dan belum pernah berdoa secara khusyū‘ pada Tuhan guna meminta ampunan atas segala perbuatan yang telah melampaui batas.

Wahai saudaraku, bertobatlah kepada Allah dan bersimpuhlah kepada-Nya dengan penuh inshaf, dzikir, dan rasa penyesalan. Siapa yang terus-menerus mengetuk pintu Allah, niscaya Dia membukakan pintu tersebut untuknya. Kalau bukan karena keluasan kasih-Nya, tak mungkin hal ini saya ungkapkan. Sebab, seperti yang dikatakan Rābi‘ah al-Adawiyah: “Kapankah kiranya pintu tersebut ditutup hingga harus dibuka.”

Namun demikian, wahai hamba, masukilah jalan yang bisa membuatmu dekat kepada Allah. Basuhlah qalbumu dengan menyesali dosa di masa lalu. Dengan begitu, mudah-mudahan engkau termasuk dalam golongan orang yang bertobat dan didekatkan kepada surga yang penuh nikmat. Allah berfirman: “Surga itu didekatkan dan tidak jauh dari orang-orang yang bertakwa. Inilah janji Allah bagi setiap hamba yang patuh kepada Allah dan memelihara kewajiban. Yaitu yang takut kepada Allah walaupun tidak melihat-Nya dan datang menghadap Allah dengan hati yang sangat khusyuk. Masukilah surga itu dengan damai. Itulah kehidupan yang kekal. Di dalamnya mereka bisa memperoleh apa saja yang mereka kehendaki dan di sisi Kami terdapat tambahannya.” Qāf [50]: 31-35). (11)

Catatan:

  1. (1). Menurut para ‘ulamā’, tobat dari segala dosa hukumnya wajib. Jika dosa atau kesalahan tersebut dilakukan terhadap Allah, maka ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan tobat: 1). Meninggalkan maksiat, 2). Menyesali perbuatan tersebut, dan 3). Bertekad kuat untuk tidak kembali melakukan perbutan tersebut selamanya. Jika salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, tobat itupun tidak sah. Sementara jika dosa atau kesalahan tersebut dilakukan terhadap sesama manusia, syaratnya bertambah satu, selain tiga syarat tadi. Yaitu, ia harus memberikan apa yang menjadi hak orang yang dianiaya. Entah berupa uang atau lainnya. Jika mencela atau mengejek, ia harus meminta maaf pada orangnya. Jika bergibah, ia minta orang tersebut untuk menghalalkannya. Dan jika merusak kehormatan orang, ia harus segera menutupinya seraya meminta ampunan kepada Allah s.w.t.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *