Cobaan Orang Mukmin – Kitab-ush-Shidq (3/3)

JALAN CINTA MENUJU ALLAH
 
Dari naskah ath-Tharīqu ilā Allāh atau Kitāb ash-Shidq
 
Oleh: Abū Sa‘īd al-Kharrāz
Penerbit: Pustaka Shufi

Rangkaian Pos: Maqam-maqam Orang Yang Benar - Kitab-ush-Shidq

Kedua, hamba yang memuliakan dirinya dengan senantiasa bersikap benar, banyak beramal saleh, akan berakhlak mulia. Ia melaksanakan tiga sifat ini sesuai dengan kehendak Allah s.w.t., hingga akhirnya kemuliaan Allah meliputinya. Ia akan menerima karunia dari Allah s.w.t. dan pemberian yang tidak pernah disangka dan diangan-angankannya.

Demikianlah sifat umum dari para wali besar. Karamat dari kemuliaan yang diterimanya dari Allah s.w.t. adalah sesudah beramal dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Kebanyakan dari karunia dan pemberian yang diterimanya itu datang tanpa disangka-sangka, yaitu apabila Allah mengawali semua pemberian itu kepadanya.

Di antara para wali agung tersebut ada yang mampu melihat batin seseorang dengan firasatnya, lalu ia berkata kepadanya: “Engkau juga termasuk golongan wali Allah,” sehingga orang yang diberitahu tersebut akan terus beramal setelah mendengar berita tersebut. Di antara mereka, ada juga yang mengenal diri mereka sendiri dan tidak mengenal orang lain. Ada pula yang mengenal siapa saja yang ditemuinya, termasuk nama serta suku mereka, meskipun belum pernah bertemu sebelumnya.

Wahai muridku! Andai kamu telah mengamalkan sifat kebenaran menurut petunjuk yang telah diuraikan di atas, kamu mengikuti semua peringkat-peringkatnya, mendaki semua tingkatan-tingkatannya dan kamu pun telah mengatasi semua kendala yang telah disebutkan sebelumnya, lalu kamu menjalani segalanya hingga ke peringkat ketenangan dan aman sentosa, maka yakinlah bahwa kini kamu telah dilingkupi oleh pemeliharaan dari Allah s.w.t., dan kamu kini menuju jalan istiqamah (jalan lurus) dan thariqah yang suci, yang akan mendorongmu kepada Allah s.w.t. Berbahagialah kamu! Dan semoga Allah memberkati segala urusanmu, karena kamu dilindungi oleh pemeliharaan Allah s.w.t.

Jika kamu telah mengamalkan semua sifat kebenaran pada setiap peningkat kebajikan menurut kadar kemampuanmu, dan sesuai dengan apa yang diizinkan oleh Allah s.w.t., maka kamu akan memperoleh banyak cobaan. Semoga Allah s.w.t. memperhatikannya, yaitu bahwa kamu telah dicoba-Nya dalam urusan antara dirimu dengan Allah untuk membuktikan keinginanmu yang ingin mendekatkan diri kepada-Nya. Kini jelaslah, bahwa kamu sebenarnya sangat memerlukan-Nya, karena kamu telah mengetahui bahwa tiada jalan lain melainkan menggantungkan diri kepada-Nya. Maka kamu pun menyerahkan diri kepada-Nya dengan harapan semoga Allah s.w.t. senantiasa memperhatikanmu kala kamu memohon kepada-Nya dengan penuh ikhlas dan niat yang benar dan keyakinan hati yang kuat. Semoga Dia tahu bahwa kamu tidak pernah jemu dan lelah untuk meneruskan permohonanmu kepada-Nya, meskipun belum ada cita-citamu yang tercapai. Malah Dia akan terus mencobamu dengan kebaktianmu kepada-Nya, sehingga Dia memberimu sebagian dari apa yang kamu cita-citakan. Setelah itu, Dia akan menarik hatimu kepada-Nya dengan penarikan yang baik, hatimu dipenuhi dengan cahaya keyakinan guna mendorongmu ke jalan Akhirat. Selain itu, Dia pun akan memudahkan jalan bagimu menuju ke sana dengan menjadikan semua jalan yang sukar menjadi mudah. Dia juga meringankan segala yang kamu pandang berat. Kemudian, diringkaskan jalan bagimu menuju pada keyakinanmu.

Dan hanya pada saat itulah, kamu akan merasa tenang dan tenteram, sehingga hidupmu akan berjalan lurus dan kebahagiaan pun meliputi seluruh kehidupanmu. Sesudah itu, barulah kamu bisa mengenal sejatinya Tuhanmu, Tuhan yang bersifat Maha Pemurah, yang tiada akan terputus pemberian-Nya, dan tiada akan habis penerimaan-Nya. Sebab Tuhan yang kamu kenal itu ialah Tuhan yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Menerima Syukur.

Sebenarnya tidak ada yang harus diherankan, karena Allah s.w.t. yang Maha Pemurah berkuasa melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi, perkara yang sungguh mengherankan, yang wajib atas setiap hamba yang mensyukuri-Nya dengan cara penuh memperhatikannya adalah urusan ketaatan yang diajarkan kepada mereka, ditunjukkan cara-caranya, disuruh untuk diamalkan serta dipelihara-Nya. Sesudah Allah meridhai apa yang terjadi serta menyandarkan perkara yang terjadi pada mereka, seolah-olah merekalah yang mengadakannya. Kemudian dituliskan pula bagi mereka dalam hal-hal yang akan dikabulkan. Diberikan pula pujian bagi mereka serta dikaruniakan kepada mereka apa yang telah dijanjikan dan balasan-Nya. Dan semua karunia yang diterima dari Allah Maha Pemurah tidak dapat dijangkau orang biasa, karena ia berada di antara perkara-perkara yang mengherankan akal dan pemikiran.

Wahai muridku! Sadarlah dari kelalaianmu yang panjang, sebab sebenarnya semua itu hanya hal-hal yang dihubungkan pada diri mereka, seolah-olah merekalah yang melakukannya dan semuanya dinisbatkan pada mereka. Karena sejatinya, Tuhanlah yang melakukannya, sedang taufiq dan kejadian itu adalah dari Allah s.w.t. yang tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya dalam mencipta dan melahirkan kepada siapa yang Dia sukai. Dialah Maha Pencipta yang melakukan sesuatu menurut kehendak-Nya, dan yang menurunkan rahmat kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Semua orang berilmu dari hamba-hamba Allah akan bisa menerima deskripsi penerangan serupa ini. Mereka mengembalikan semua perkara yang terjadi kepada Allah s.w.t. dan menganggap semua itu atas kehendak-Nya. Sebab Allah s.w.t. yang menciptakan awal dan Dia pulalah yang menyempurnakannya. Dialah yang mengendalikan semua dan kepada-Nyalah pula tempat kembalinya. Hal ini sebagaimana penjelasan dari firman-Nya:

للهِ الأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَ مِنْ بَعْدُ

Segala perkara bergantung pada Allah, baik dari masa lalu maupun untuk masa mendatang.” (ar-Rum: 4)

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَ الأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ

Ingatlah hak mencipta dan memerintah adalah milik Allah, Maha Suci Allah Tuhan semesta alam.” (al-A‘raf: 54).

Adapun orang-orang yang mempunyai pandangan pendek, mereka menganggap diri mereka yang mengadakan suatu peristiwa. Padahal semua itu tidak mungkin bisa mereka lakukan sendiri. Karenanya, apabila mereka telah benar dan ikhlas dalam melaksanakan suatu amalan, mereka lantas meminta balasan dari Allah s.w.t. atas amalan yang sudah mereka kerjakan. Demikian tingkatan ilmu pengetahuan mereka, tidak lebih dari seperti itu. Meskipun demikian, mereka masih mempunyai kebaikan yang besar di sisi Allah s.w.t.

Selain itu, di sini akan disebutkan pula satu maqam yang lain. Karena itu, coba kamu analogikan pada dirimu sendiri atau pada orang lain yang kamu lihat di antara para hamba Allah yang sejati. Maqam tersebut membimbing dan mengenalkanmu pada rahasia makrifat dan ilmu serta ketenangan jiwa terhadap Allah s.w.t.

Menurutmu, kamu telah minum cawan makrifat Allah s.w.t., lalu Dia membukakan pintu hatimu dengan kesucian keyakinan, sesuai dengan apa yang telah tercatat pada-Nya di zaman azali, yaitu kala Dia mendatangimu sebelum kamu mendatangi-Nya, Dia amat mengenalmu, padahal kamu belum mengenal-Nya, dan Dia telah mencintaimu sebelum kamu mencintai-Nya, sehingga dengan sebab itu, keinginanmu makin memuncak untuk bersyukur atas segala nikmat-Nya dan kamu pun melanggengkan rasa cintamu akan segala kenikmatan itu. Kamu menjunjung-Nya dan jiwamu merasa tenang dan bahagia kepada-Nya. Kini kamu telah terbiasa berada di dekat-Nya, dan hanya kepada-Nya saja kamu mencari perlindungan, dan di sisi-Nya sajalah kamu merasa aman dan sentosa, sebab Dialah Tuhan yang tidak pernah gaib dari ingatanmu, kamu tidak akan melupakan-Nya sama sekali, baik kala sedang bepergian ataupun kembali, kala sedang berdiri ataupun duduk, kala sedang terjaga maupun tertidur, bahkan di segala waktu dan kondisi.

Tidakkah kamu mendengar apa yang pernah dibicarakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ketika baginda bersabda:

تَنَامُ عَيْنَايَ وَ لاَ يَنَامُ قَلْبِيْ

Mataku saja yang tidur, namun hatiku tidak pernah tidur.

Hal ini berlaku juga bagi semua kaum Muslimin, sesuai dengan kadar derajat masing-masing.

Wahai hamba Allah yang saleh! Sungguh besar derajatmu dan mulia kedudukanmu, karena Tuhan yang bersifat Maha Mulia, Maha Besar, Maha Tinggi, Maha Kaya dan Maha Terpuji telah memperingatkanmu dengan istilah “Demi masa”. Dia telah mengutamakanmu, memberimu dari karunia-Nya, karena Dia telah membimbingmu ke jalan mencintai-Nya, lalu kamu pun mengutamakan-Nya dari selain-Nya. Hanya Dia sajalah yang menjadi tujuan dari pilihanmu. Dia juga menjadi puncak segala kehendakmu. Kamu tidak punya sesuatu pun yang dapat diberikan kepada hamba Allah, melainkan semua itu adalah pemberian dan karunia dari Allah s.w.t. Itulah satu-satunya tanda bahwa kamu telah sampai pada tingkatan ketenangan jiwa, yaitu mengakui bahwa hanya Allah s.w.t. yang menjadi tujuan dan tumpuan semua hamba-Nya, tidak selain-Nya.

Di antara tandanya adalah bahwa Allah s.w.t. selalu menjadi Pemeliharamu, hatimu tidak pernah dibiarkan tanpa mengingat dan mencintai-Nya. Dia juga senantiasa menempatkanmu dekat di sisi-Nya seraya terus mengawasimu dengan rahmat dan kebaikan-Nya. Segala kesalahanmu diampuni-Nya, sehingga gugurlah segala usaha dan amalanmu untuk mencapai kejayaan dan pendekatan diri, kecuali yang menimbulkan semangat bersyukur atas segala nikmat-Nya serta semangat yang menarik untuk menunaikan hak-hakNya dan mengadakan kemesraan dan kecintaan kepada-Nya. Juga merasakan kenikmatan yang penuh dalam munajat kepada-Nya, merasa nikmat dalam berbakti dan beramal kepada-Nya dan lain-lain lagi dari perkara-perkara yang ditunjuk-Nya, seperti beribadah dengan kehendak-Nya guna menunjukkan kekuasaan-Nya, dan perbedaan hukum-Nya kepadamu agar kamu mengetahui seluk-beluknya, padahal kamu kala itu dalam perjalanan menuju pada derajat mendekatkan diri kepada-Nya, tidak sibuk dengan kerja dan usahamu yang lain. Terhadap semua bakti dan amalan baik tersebut, kamu tidak menuntut balasan ataupun pahala dari-Nya, sebagaimana sikapnya para ‘abid zahid (hamba sejati yang berzuhud). Kamu berusaha dan beramal hanya karena Allah s.w.t. sebagai bentuk menunjukkan kecintaan dan kemuliaan-Nya, sebab Dialah yang menciptakanmu, lalu memuliakanmu pula, maka wajarlah jika kamu berakhlak dan berkelakuan layaknya orang-orang yang memuliakan-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *