Tharīqah adalah satu tradisi keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muḥammad s.a.w. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah praktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal tharīqah dari generasi ke generasi sampai sekarang.
Adapun dalam konteks wirid, Nabi s.a.w. telah memberikan isi dzikir kepada para sahabat sesuai dengan derajat dan aḥwālnya. Secara khusus ada dua sahabat yang diberikan oleh Rasūlullāh s.a.w.:
Sejak munculnya tashawwuf Islam di akhir abad kedua hijriyyah, sebagai kelanjutan dari gerakan golongan Zuhhād, muncullah istilah “Tharīqah” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan akidah-akidah, akhlaq-akhlaq dan aturan-aturan tertentu bagi kaum Sufi. Pada saat itu disebut “Tharīqah Shūfiyyah” (metode orang-orang Sufi) menjadi penyeimbang terhadap sebutan “Tharīqah Arbābi al-‘Aql wa al-Fikr” (metode orang-orang yang menggunakan akal dan pikiran).
Yang pertama lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih menekankan pada burhān (bukti nyata atau empiris). Istilah “tharīqah” terkadang digunakan untuk menyebut suatu pembimbingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada muridnya. Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika mendengarkan kata “tharīqah.”
Pada perkembangan berikutnya, terjadi perbedaan diantara tokoh Sufi di dalam menggunakan metode laku batin mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allāh s.w.t. dan ridhā-Nya. Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah, yaitu nafsu ammārah, ke tingkat nafsu lawwāmah, terus ke nafsu muthma’innah, lalu ke nafsu mulhimah, kemudian ke tingkat nafsu rādhiyah, lalu ke nafsu mardhiyyah, sampai ke nafsu kamāliyyah.
Ada juga yang menggunakan metode takhallī, taḥallī dan akhirnya tajallī. Ada pula yang menggunakan metode dzikir, yaitu dengan cara mulazamat-udz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa mengingat Allāh dalam keadaan apapun.
Perlu digarisbawahi di sini, bahwa meskipun nama tharīqah dan metodenya beragam tapi tujuan dan hakekatnya satu. Hal ini sesuai dengan pernyataan para imam dan Syaikh tharīqah. Di antaranya adalah:
Selain beberapa pernyataan di atas, ada beberapa pernyataan senada yang mungkin terlalu banyak kalau semuanya ditulis. Di antaranya adalah:
Kebanyakan orang menganggap bahwa tashawwuf terdiri dari beberapa madzhab dan aliran. Mereka menyamakan dengan bidang keilmuan yang menggunakan analisa logika sebagaimana filsafat. Kalau filsafat menggunakan analisa logika maka pantas muncul beberapa aliran. Sedangkan tashawwuf adalah pengalaman seseorang (tajribah), maka tetap satu madzhab dan tidak terjadi beragam aliran. Kalau kenyataan jalan (tharīqah) tashawwuf bermacam-macam, tetapi adanya perbedaan dan beragam jalan tersebut, semuanya menuju satu tujuan, (lihat at-Ta‘arruf limadzhab ahli at-Tashawwuf, halaman: 12-13).
Melihat beberapa pernyataan di atas maka sangat jelas sekali bahwa meskipun nama tharīqah dan metodenya beragam tapi tujuan dan hakikatnya satu, yaitu al-Ḥaqq Allāh s.w.t. (ilāhī anta maqshūdī waridhāka mathlūbī).