“Al-Mutakabbir” berma‘na pemilik keagungan. “Al-Mutakabbir” adalah yang melihat orang lain rendah jika dibandingkan dengan dirinya. Seperti seorang raja melihat kawula. Pendapat lain mengatakan: “al-Mutakabbir” artinya yang menampakkan keagungannya-Nya terhadap hamba-hambaNya.
Al-Qusyairī mengatakan: “Al-Mutakabbir adalah salah satu nama Allah yang disebutkan dalam al-Qur’ān. Kesombongan-Nya adalah keagungan-Nya, dan kejayaan-Nya. Semua itu menjelaskan bahwa Dia berhak atas sifat-sifat kemuliaan dan terbebas dari kekurangan dan cacat.”
Al-Qusyairī melanjutkan: “Kesombongan pada makhluk adalah sifat tercela. Dalam hadits qudsi disebutkan: “Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Siapa saja menentang-Ku dengan salah satu dari keduanya, Aku pasti membinasakannya.” (41)
= Ta‘alluq =
Bersikap tawādhu‘ terhadap kesombongan-Nya dan mematuhi seluruh ketentuan-Nya. Merendahkan hati di hadapan kesombongan Tuhan dan keluhuran-Nya.
Dengan kerendahan hati dan kepatuhan total, seorang hamba berseru: “Ya Allah, Tuhan Yang Mahasombong, jadilah aku termasuk orang-orang yang merendahkan diri di hadapan kesombongan-Mu dan yang tunduk kepada keputusan dan ketentuan-Mu.”
= Takhalluq =
Bersikap sombong terhadap setiap orang yang juga bersikap sombong. Sikap sombong kepada orang sombong merupakan bentuk tawādhu‘. Selain itu, engkau juga harus menyingkirkan semua keinginanmu dari makhlūq. Itu takkan bisa engkau lakukan sampai engkau mau merendahkan diri di hadapan kesombongan-Nya. Dan tunduk di bawah keputusan dan ketentuan-Nya, sehingga ketawādhu‘anmu akan tampak di antara sesamamu. Siapa pun yang bertawādhu‘ di bawah kemampuannya, Allah akan mengangkat kemampuannya. Siapa saja yang meninggikan dirinya maka Allah akan menjatuhkannya. Dan siapa saja yang berlaku sombong maka Allah akan membinasakannya.
= Taḥaqquq =
Semua urusanmu mencerminkan urusan Allah dan engkau memperoleh pemahamanmu tentang-Nya. Ketika Allah memanifestasikan diri-Nya di dalam dirimu (tajallī) dengan nama Allah al-Mutakabbir, berarti engkau telah melampaui eksistensi. Tetapi, jika engkau kembali kepada sifat mu semula, berarti engkau telah membiarkan kenistaanmu seperti kenistaan kaum Yahudi. Hanya kepada Allah kita memohon taufīq dan petunjuk.
“Al-Khāliq” berarti pencipta segala yang ada. Yaitu menciptakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Nama Allah al-Khāliq berarti yang menciptakan segala yang ada, melestarikannya, dan menopangnya.
At-Takhlīq berarti mengadakan sesuatu yang mungkin diadakan dan memunculkannya untuk menjadi ada.
Al-Khāliq berada dalam kerangka ma‘na al-qudrah (kuasa).
Al-Bāri’ artinya mengatur dan menyiapkan segala sesuatu yang mungkin diadakan untuk menerima bentuk penciptaan. Al-Bāri’ berada dalam kerangka makna irādah (kehendak).
Al-Mushawwir artinya yang memberi setiap makhlūq bentuk dan wujūd yang telah dipersiapkan dengan kebijaksanaan-Nya. Ma‘na ini selaras dengan ma‘na nama-Nya yang lain, yaitu al-Ḥakīm (al-An‘ām [6]: 18). Dengan ketiga komponen di atas (menciptakan, mengadakan, dan membentuk), lahirlah sesuatu yang ada. Kehendak (al-irādah) untuk mengkhususkan, ‘ilmu (al-‘ilm) untuk meyakinkan, dan kuasa (al-qudrah) untuk memunculkan.
Kesimpulannya, al-Khāliq adalah pencipta sesuatu, al-Bāri’ adalah penentu bentuk, rupa dan waktunya, dan al-Mushawwir adalah pembentuk apa yang dikehendaki oleh al-Bāri’. Wallāhu a‘lam.
= Ta‘alluq =
Menjatuhkan diri ke hadapan satu-satunya Dzāt yang menciptakan dan membentuk, yang mengadakan dan mengatur. Jika ini dilakukan, seorang hamba takkan lagi dipusingkan oleh pengaturan, dan waktunya akan terbebas dari kekeruhan dan kesia-siaan. Yang menanam pohon adalah yang juga menyiraminya. Diri hamba pun akan bersandar kepada-Nya dan terlepas dari semua yang ada di sekitarnya dan dari kekuatannya sendiri.
= Takhalluq =
Menjernihkan dan mengasah pikiran sehingga engkau dapat menciptakan ‘ilmu dan mengeluarkan darinya ḥikmah dan kebijaksanaan. Engkau juga harus senantiasa membaguskan perbuatanmu sehingga bisa menjadi bagian dari kelompok muḥsinīn.
= Taḥaqquq =
Menggapai derajat iḥsān, yaitu menyembah Allah dengan seolah-olah engkau dapat melihat-Nya. (52) Jika derajat ini dapat digapai, engkau akan menjadi wakil Allah di bumi-Nya. Rezki hamba-hambaNya ada di tanganmu. Perbuatan dan perintahmu adalah perbuatan dan perintah-Nya. Allah berhak memberikan rahmat-Nya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Allah lah pemilik keutamaan yang agung.
Kata “al–Ghaffār” adalah bentuk mubālagah (maha, sangat) dari kata al–ghufrān yang berarti menyembunyikan dan menutupi. Jika Allah mengampuni hamba-Nya berarti Allah menutupi dosa-dosa hamba-Nya dan meniadakan hukuman baginya. Allah berfirman: Sesungguhnya Allah akan mengampuni semua dosa (az-Zumar [39]: 53).
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah berfirman: “Wahai hamba-Ku, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi, Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula, selama engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu-pun.” (63)
= Ta‘alluq =
Kembali kepada-Nya dan memohon ampun supaya mengampuni dosa-dosamu dan menutup aibmu.
= Takhalluq =
Engkau mesti jadi pemaaf kepada sesama. Tidak menuntut balas bila mereka menzhalimimu dan tidak mendengki bila mereka mencacimu.
= Taḥaqquq =
Sifat pemaaf harus menjadi watak dan karaktermu. Bila engkau disakiti, katakanlah seperti yang dikatakan Nabimu: “Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (74) Wallāhu a‘lam.
“Al-Qahhār” artinya pemenang yang tak terkalahkan. “Al-Qahhār” berasal dari kata “al-qahr” yang berarti menguasai sesuatu – secara lahiriah dengan kekuasaan dan keperkasaan, secara bāthiniyyah dengan posisi yang tinggi dan ḥujjah yang kuat.
Orang yang mengetahui penaklukkan Allah atas hamba-hambaNya, ia akan melupakan tujuan dirinya sendiri dan berpaling kepada tujuan-Nya. Ia menjadi milik-Nya sepenuhnya. Tidak ada sesuatu pun selain milik-Nya dan tidak ada sesuatu pun tanpa-Nya.
= Ta‘alluq =
Seorang hamba dituntut berlindung kepada-Nya dalam menaklukkan musuh-musuhnya, yaitu dirinya, hawa nafsu, syaithān, dunia, dan segala hal yang memisahkannya dari Tuhan dan menghalangi kehadiran kesucian-Nya.
= Takhalluq =
Menaklukkan apa yang semestinya, seperti hawa nafsu, lalu berlindung kepada Allah al-Qahhār, berpasrah diri sepenuhnya kepada-Nya Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
= Taḥaqquq =
Derajat wishāl harus digapai, lalu derajat zawāl. Jika itu sudah dicapai, engkau akan menjadi salah satu pedang Allah; lewat dirimu, Allah menundukkan kaum zhālim dan memberi kemenangan kepada para kekasih-Nya. Abul-Ḥasan asy-Syādzilī berdoa: “Jadikanlah kami perantara kebercukupan para kekasih-Mu dan tabir pemisah di antara mereka dan musuh-musuhMu. Sungguh, engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”.