Sanksi Yang Ditangguhkan Bisa Jadi Merupakan Istidraj – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Sanksi Yang Ditangguhkan Bisa Jadi Merupakan Istidrāj (Sanksi Yang Ditimpakan Secara Berangsur-angsur Dan Tanpa Disadari).

 

68. مِنْ جَهْلِ الْمُرِيْدِ أَنْ يُسِيْءَ الْأَدَبَ فَتُؤَخِّرَ الْعُقُوْبَةُ عَنْهُ فَيَقُوْلُ: لَوْ كَانَ هذَا سُوْءُ أَدَبٍ لَقُطِعَ الْأَمْدَادُ وَ أَوْجَبَ الْإِبْعَادُ فَقَدْ يُقْطَعُ الْمَدَدُ عَنْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُ وَ لَوْ لَمْ يَكُنْ إِلَّا مَنْعُ الْمَزِيْدِ وَ قَدْ يُقَامُ مَقَامَ الْبُعْدِ وَ هُوَ لَا يَدْرِيْ وَ لَوْ لَمْ يَكُنْ إِلَّا أَنْ يُخَلِّيَكَ وَ مَا تُرِيْدُ.

Di antara tanda kebodohan seorang murid adalah jika bersikap tidak sopan, tetapi hukuman untuknya ditangguhkan, ia justru berkata: “Jika ini adalah sikap tidak sopan, tentu aku sudah tidak ditolong lagi dan dijauhi.” Bisa jadi, ia memang sudah tidak ditolong lagi. Namun, ia tidak menyadarinya karena mungkin bentuknya hanya berupa tidak ditambahnya pertolongan. Bisa jadi pula sebenarnya ia telah dijauhi. Namun, ia tidak menyadarinya karena mungkin bentuknya hanya berupa pembiaran dirinya dengan keinginannya.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Bersikap tidak sopan bisa terjadi terhadap Allah, guru, manusia, bisa pula terhadap diri sendiri. Di antara contoh bersikap tidak sopan terhadap Allah adalah melanggar perintah-Nya, menaati aturan selain perintah-Nya, mengeluhkan hukum-hukumNya yang dianggap memberatkan, dan mengadukan penderitaannya kepada makhluk.

Di antara contoh bersikap tidak sopan terhadap guru adalah membangkang dan tidak mau menerima nasihat dan saran mereka.

Sebagian orang berkata: “Membangkang kepada guru tidak ada tobatnya.

Bahkan, ada yang mengatakan: “Siapa yang berkata: “mengapa” kepada gurunya maka ia tidak akan pernah beruntung.

Al-Qusyairī berkata: “Siapa yang menemani seorang guru, namun kemudian membangkang dalam hatinya, berarti ia telah melanggar akad pertemanan itu dan harus segera bertobat.

Jika seorang sālik mendapati dirinya belum juga sampai ke tujuannya, hendaknya ia sadar bahwa hal itu mungkin disebabkan oleh pembangkangannya secara diam-diam terhadap guru-gurunya. Karena guru ibarat duta bagi para murīd di hadapan Tuhan.

Contoh bersikap tidak sopan kepada manusia adalah yang pernah terjadi pada Junaidī saat ia melihat seorang miskin yang meminta-minta kepadanya. Ketika itu, ia membatin: “Sekiranya ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, tentu akan lebih baik.” Akibatnya, wiridnya pada malam itu terasa berat baginya. Ia bermimpi melihat sekelompok orang yang mendatanginya membawa orang miskin itu di atas meja hidangan. Mereka berseru kepadanya: “Makanlah dagingnya karena kau telah menggibahinya!”

Akhirnya Junaidī mencari orang miskin itu. Saat menemukannya, ia pun lantas mengucapkan salam kepadanya. Kemudian, orang miskin itu berkata: “Pulanglah kembali, wahai Abū Qāsim!”

Di antara contoh bersikap tidak sopan terhadap diri sendiri adalah mengedepankan pemenuhan “syahwat yang dihalalkan” daripada pemenuhan kewajiban yang sudah ditetapkan Allah.

Orang yang bersikap tidak sopan bisa saja tidak segera dihukum. Misalnya, tidak langsung diberi penyakit atau petaka, baik yang menimpa tubuhnya maupun batinnya. Namun, Allah akan menghentikan bantuan kepadanya dan menjauhinya. Itulah awal mula terhijabnya ia dari Allah.

Saat seorang murīd tidak lagi mendapat pertolongan dan rahmat Allah, ia akan jatuh di hadapan Allah dan terjuntailah tirai hijab di hatinya. Kerinduannya kepada Allah akan berganti menjadi keterasingan. Demikian pula saat seorang murīd dijauhi-Nya, akan terurailah hijab yang menutupi dan menghalangi hatinya untuk masuk ke hadirat-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *