Tanda-tanda Matinya Hati – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Tanda-Tanda Matinya Hati.

 

50. مِنْ عَلَامَاتِ مَوْتِ الْقَلْبِ عَدَمُ الْحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ الْمُوَافِقَاتِ. وَ تَرْكُ النَّدَمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُوْدِ الزَّلَّاتِ

Di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas ketaatan yang kau lewatkan dan tidak adanya perasaan menyesal atas kesalahan yang kau lakukan.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Tanda hidupnya hati ialah memancarnya cahaya Ilahi dari hatimu meskipun kau belum mendapatkan cahaya itu karena tebalnya hijabmu.

Kesedihanmu atas ketaatan yang terlewatkan dan penyesalanmu atas kesalahan yang telah kau lakukan atau kebahagiaanmu atas amal-amal baikmu dan kesedihanmu atas amal-amal burukmu membuktikan bahwa kau termasuk ahli irādah (orang yang dikehendaki dan dicintai Allah). Oleh karena itu, giatlah dalam beramal saleh dan jangan malas!

 

51. لَا يَعْظُمُ الذَّنْبُ عِنْدَكَ عَظَمَةً تَصُدُّكَ عَنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللهِ تَعَالَى فَإِنَّ مَنْ عَرَفَ رَبَّهُ اسْتَصْغَرَ فِيْ جَنْبِ كَرَمِهِ ذَنْبَهُ

Jangan sampai dosa yang kau anggap besar menghalangimu untuk berbaik sangka kepada-Nya. Siapa yang mengenal Tuhannya akan menganggap dosanya kecil jika dibandingkan dengan kemurahan-Nya.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Jangan kau anggap dosa yang kau lakukan itu besar dan tidak mungkin diampuni sehingga membuatmu putus asa dari rahmat Tuhanmu. Anggapan semacam itu termasuk sikap tercela dan dapat merusak keimanan. Sikap itu bahkan lebih buruk daripada dosa yang kau lakukan.

Hal itu mencerminkan ketidaktahuanmu tentang Tuhanmu dan memperlihatkan bahwa kau mengandalkan diri sendiri di hadapan Tuhanmu. Siapa yang mengenal Tuhannya dengan baik tentu akan mengetahui dosa apa saja yang tidak ada ampunan dan maafnya.

Lain halnya jika anggapan itu mendorong pelakunya untuk bertobat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Ini adalah anggapan yang terpuji dan merupakan tanda keimanan seorang hamba.

Ibnu Mas‘ūd berkata: “Seorang mukmin melihat dosa seperti melihat gunung yang besar. Ia takut dosa itu runtuh menimpanya. Sementara itu, seorang pendosa melihat dosa seperti melihat seekor lalat yang hinggap di hidungnya. Ketika ia menepisnya, lalat itu pun terbang dan hingga kembali.”

Ada yang berkata: “Semakin ketaatan seseorang dianggap kecil maka ia semakin besar di sisi Allah. Semakin maksiat dianggap besar maka ia akan semakin kecil di sisi-Nya.”

 

52. لَا صَغِيْرَةَ إِذَا قَابَلَكَ عَدْلُهُ وَ لَا كَبِيْرَةَ إِذَا وَاجَهَكَ فَضْلُهُ

Tidak ada dosa kecil jika kau dihadapkan pada keadilan-Nya dan tidak ada dosa besar jika kau dihadapkan pada karunia-Nya.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Ketika keadilan Allah berbicara, semua dosa adalah besar. Keadilan Allah adalah kuasa-Nya untuk melakukan apa saja, tanpa ada yang bisa menahan dan melarang-Nya. Jika sifat adil Allah muncul di hadapan orang yang dibenci-Nya, kebaikan-kebaikan orang itu akan diabaikan dan dosa-dosa kecilnya akan dipandang besar.

Adapun karunia Allah adalah pemberian-Nya tanpa berharap balasan dan ganti. Jika karunia itu diberikan kepadamu, dosamu akan menjadi kecil. Jika sifat murah hati-Nya muncul di hadapan orang yang dicintai-Nya, semua kesalahan dan keburukannya akan diabaikan, sedangkan dosa besarnya akan dipandang kecil.

Oleh sebab itu, asy-Syādzilī kerap berdoa: “Ya Allah, jadikan keburukan kami keburukan orang-orang yang Kau cintai dan jangan jadikan kebaikan kami kebaikan orang yang Kau benci!

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *