4-4-2 Tahapan Godaan – Berbagai Kesengsaraan & Musibah | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 004 Tahapan Godaan - Minhaj-ul-Abidin

Kiranya, jelaslah bagi anda bahwa kebaikan dunia dan akhirat terdapat dalam kesabaran. Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٍ وَ أَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

Artinya:

Tidak seorang pun diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada sabar.

‘Umar bin Khaththāb r.a. berkata: “Semua kebaikan orang-orang mukmin itu tersimpan dalam sabar yang hanya sesaat.

Betapa indahnya perkataan penyair berikut:

الصَّبْرُ مِفْتَاحُ مَا يُرْجَى

وَ كُلُّ خَيْرٍ بِهِ يَكُوْنُ

فَاصْبِرْ وَ إِنْ طَالَتِ اللَّيَالِيْ

فَرُبَّمَا أَمْكَنَ الْحَرُوْنَ

وَ رَبَّمَا نِيْلَ بِاصْطَبَارٍ

مَا قِيْلَ هَيْهَاتَ لَا يَكُوْنُ.

Sabar adalah kunci apa yang diharapkan

Dengan sabar segala kebaikan akan terjadi bersabarlah!

Sekalipun malam-malam terasa begitu panjang

Betapa kuda binal menjadi penurut

Dengan kesabaran banyak yang dapat diraih

Sekalipun sesuatu yang teramat jauh untuk bisa digapai.”

Penyair lain berkata:

صَبَرْتُ وَ كَانَ الصَّبْرُ مِنِّيْ سَجِيَّةً

وَ حَسْبَكَ أَنَّ اللهَ أَثْنَى عَلَى الصَّبْرِ

سَأْصْبِرُ حَتَّى يَحْكُمَ اللهِ بَيْنَنَا

فَإِمَّا إِلَى يُسْرٍ وَ إِمَّا عَلَى عُسْرٍ.

Aku bersabar hingga sabar itu menjadi watakku

Cukuplah bagimu pujian Allah bagi yang bersabar

Aku akan bersabar, hingga Allah memberi keputusan di antara kita

Menuju kemudahan atau menuju kesukaran.

Oleh sebab itu, berusahalah dengan sungguh-sungguh agar pekerti mulia dan terpuji ini anda memiliki, tentu anda akan menjadi orang yang beruntung. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita.

Seandainya anda bertanya: “Apakah hakikat makna dari sabar dan apa pula hukumnya?”

Ketahuilah, bahwa lafal: “ash-Shabru” menurut bahasa berarti menahan. Sebagaimana firman Allah s.w.t:

وَ اصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَ الْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَ لَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ

Artinya:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka….” (al-Kahfi: 28).

Yakni, tahanlah diri anda bersama mereka.

Allah dengan sifat sabar-Nya, berarti Allah menahan (menangguhkan) siksa bagi orang-orang yang berbuat jahat. Allah tidak segera menyiksa mereka (di dunia).

Sedangkan makna sabar dalam hati adalah menahan gerak perjalanan hati, tidak berkeluh kesah. Berkeluh kesah menurut para ulama adalah kelabilan hati dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan. Ada juga yang berpendapat, keluh kesah itu ekspresi keinginan segera keluar dari penderitaan dan kesusahan, secara pasti.

Benteng sabar adalah ingat akan kadar kesukaran dan waktunya. Karena kesukaran itu tidak dapat bertambah dan tidak pula berkurang, tidak bisa maju dan tidak pula mundur. Berkeluh-kesah itu tidak ada gunanya, bahkan mengandung bahaya dan kecemasan yang mencekam.

Sementara benteng dari benteng sabar ini, ialah ingat akan balasan Allah atas kesabaran dan kemuliaan pahala yang disimpan di sisi Allah bagi orang yang bersabar. Demikianlah, semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita.

(Pasal): Anda harus menempuh tahapan yang berat ini dengan menolak empat awaridh (godaan) yang telah aku uraikan di atas, sekaligus menghilangkan penyakitnya. Jika tidak, anda tidak akan dapat beribadah dengan yang sebenarnya, apalagi sampai pada tujuannya. Karena satu saja dari empat godaan itu, sudah cukup membimbingkan hati, maka harus ditangkis.

Selanjutnya, di antara empat godaan itu, yang paling sulit diatasi adalah urusan rezeki dan mengaturnya. Urusan rezeki merupakan suatu cobaan besar bagi kebanyakan manusia. Cobaan yang melelahkan, menyibukkan hati, memperbanyak kesusahan dan menyia-nyiakan usia mereka. Cobaan yang banyak menimbulkan kejahatan dan dosa, yang memalingkan mereka dari pintu rahmat Allah, dari berkhidmat pada-Nya, dan yang merubah haluan mereka menjadi berkhidmat kepada dunia dan melayani makhluk.

Akhirnya, mereka hidup di dunia dalam keadaan lupa dan gelap hati, payah dan kesulitan, hina dan nista. Dan mereka pun datang ke akhirat dalam keadaan fakir, menghadapi siksa dan hisab yang teramat berat, jika tidak memperoleh belas kasih Allah, berkat anugerah keutamaan-Nya.

Renungkan, berapa banyak ayat yang diturunkan Allah berkaitan dengan masalah rezeki? Berapa kali Allah menyebutkan janji-janjiNya, penanggungan-Nya dan sumpah-Nya berkaitan dengan masalah rezeki tersebut?

Tidak henti-hentinya, para nabi dan ulama memberikan nasihat kepada manusia, menerangkan kepada mereka mengenai jalan menuju keridhaan Allah, mengarang kitab-kitab untuk mereka, mengemukakah contoh-contoh kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan siksa Allah ta‘ala. Meskipun demikian, mereka tidak mau mengambil petunjuk, tidak mau bertakwa dan tidak pula bisa tenang hatinya. Bahkan mereka menempatkan diri dalam kesulitan pencarian rezeki, selalu merasa takut tidak dapat makan, baik di pagi maupun sore hari.

Semua itu berpangkal dari minimnya perenungan terhadap ayat-ayat Allah, tidak mau mengingat sabda Rasūlullāh s.a.w. Dan mengabaikan penghayatan terhadap petuah ulama saleh. Sementara itu, mereka senantiasa menyerah terhadap godaan setan, mengikuti perkataan orang-orang bodoh dan terpedaya oleh kebiasaan orang yang lalai kepada Allah, sehingga setan dapat dengan mudah menguasai mereka. kebiasaan semacam itu, akhirnya mengakar di hati mereka, sehingga menyebabkan hati mereka menjadi lemah dan keyakinannya menjadi rapuh.

Adapun informasi mengenai orang-orang yang arif dan bijaksana, bersungguh-sungguh dalam berijtihad dan beribadah, merekalah orang-orang yang memiliki ketajaman mata hati untuk dapat melihat jalan dari langit bukan terpancang dengan sebab-sebab yang terjadi di bumi. Mereka berpegang pada tali Allah dan tidak memedulikan kejadian-kejadian di muka bumi. Mereka menganggap sepi hubungan dengan orang lain, karena telah yakin dalam hatinya akan ayat-ayat Allah. Sehingga, mereka tidak goyah dengan adanya godaan setan, rintangan orang lain, dan bujukan nafsu.

Ketika terjadi suatu godaan baik dari setan, nafsu atau dari manusia, mereka menangkis dengan melakukan perdebatan dengannya, sehingga penggoda itu berpaling mengabaikan mereka, setan pun menyingkir darinya, dan nafsu menjadi tunduk. Sehingga mereka tetap konsisten dan istiqamah berada di jalan yang lurus.

Perhatikanlah riwayat yang menuturkan bahwa Ibrāhīm bin Adham ketika hendak masuk ke sebuah hutan (ber‘uzlah melakukan perenungan dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah), setan menakut-nakutinya dengan mengatakan: “Hutan ini adalah tempat mematikan, sedangkan anda tidak membawa bekal.” Tetapi Ibrāhīm bin Adham tetap bertekad memasukinya tanpa berbekal dan akan mengerjakan shalat seribu rakaat setiap kali menempuh jarak 1 mil. Beliau membuktikan tekadnya itu dengan baik, berhasil mengarungi hutan selama 12 tahun. Sehingga ketika Khalīfah Hārūn ar-Rasyīd menunaikan ibadah haji pada tahun-tahun tersebut, ia melihat Ibrāhīm ibn Adham sedang mengerjakan shalat, lalu ada dikatakan padanya: “Ini, adalah Ibrāhīm bin Adham, sedang melakukan shalat.”

Kemudian Hārūn ar-Rasyīd mendekatinya dan bertanya: “Bagaimana keadaan anda saat ini, wahai Abū Isḥāq?” Ibrāhīm bin Adham menjawab dengan melantunkan bait-bait syair:

نُرَقِّعُ دُنْيَانَا بِتَمْزِيْقِ دِيْنِنَا

فَلَا دِيْنُنَا يَبْقَى وَ لَا مَا نُرَقِّعُ

فَطُوْبَى لِعَبْدٍ أَثَرَ اللهَ رَبَّهُ

وَ جَادَ بِدُنْيَاهُ لِمَا يَتَوَقَّعُ

Aku sedang menambal duniaku sebab robeknya agamaku.

Kehidupan keagamaanku tak tetap akan baiknya dan apa yang kutambal pun tidak kunjung bagus

Sungguh beruntung! Hamba yang memilih ibadah kepada Tuhannya.

Yang mau mengorbankan kesenangan dunianya untuk menghadapi apa yang dikhawatirkan (kehidupan akhirat).

Konon ada sebagian orang saleh sedang berjalan di tengah-tengah padang pasir. Lalu datang setan mengganggunya dengan mengatakan: “Anda adalah orang yang tidak membawa bekal, sedangkan tempat ini akan dapat membinasakan anda, tidak ada rumah sama sekali dan tidak pula ada manusianya.”

Tetapi orang tersebut tetap bertekad memasukinya tanpa membawa bekal. Bahkan, ia mengambil jalan yang tidak biasa dilalui orang, dengan maksud, agar tidak meminta-minta kepada orang lain dan tidak makan apa pun. Ia menghindari jalan-jalan umum, supaya tidak meminta kepada manusia dan tidak makan sesuatu pun. Ia hanya meletakkan samin dan madu di mulutnya. Ia terus menyimpang dari jalan yang semestinya dan terus berjalan sekehendaknya. Dia berkata: “Aku akan terus berjalan.” Tiba-tiba ada kafilah tersesat jalan. Ketika aku melihat mereka, aku langsung tiarap menjatuhkan diri ke tanah, agar mereka tidak melihatku. Lalu Allah memperjalankan mereka, sampai berhenti di dekatku. Aku memejamkan mata. Mereka mendekatiku dan berkata satu sama lain: “Orang ini kehabisan bekal, ditinggal rombongannya dan pingsan, karena sangat lapar dan haus. Coba ambilkan samin dan madu, kita taruh ke dalam mulutnya, barangkali bisa sadar.” Mereka mengambil samin dan madu, tetapi aku menutup mulut dan gigiku. Lalu mereka mengambil pisau untuk membuka mulutku. Aku pun tertawa dan membuka mulutku. Menyaksikan hal itu, mereka bertanya kepadaku: “Gilakah anda!” Aku jawab: “Tidak, aku tidak gila.” Segala puji bagi Allah, kemudian aku ceritakan kepada mereka hal ihwal yang terjadi pada diriku, berkaitan dengan bisikan setan. Mereka merasa heran mendengar ceritaku.

Salah seorang guruku berkata: “Pada sebagian perjalananku di hari-hari ketika aku hendak memberikan pengajaran, aku pernah singgah di sebuah masjid yang jauh dari manusia. Waktu itu, aku tidak membawa bekal, sebagaimana kebiasaan para wali. Lalu setan menggodaku dengan mengatakan: “Masjid ini jauh dari manusia. Seandainya anda berjalan lagi menuju masjid yang banyak orangnya, tentu ahli masjid itu mengetahui kedudukan anda dan tentu kebutuhan anda akan dicukupi.” Maka aku berkata dalam hati: “Aku hanya akan menginap di sini. Aku bersumpah tidak akan makan kecuali ḥalwā (semacam madu yang manis). Dan aku tidak akan makan kecuali disuapi sesuap demi sesuap.”

Selanjutnya, aku shalat ‘Isyā’ dan pintu masjid aku kunci. Setelah permulaan malam telah lewat, tiba-tiba ada orang mengetuk-ngetuk pintu sambil membawa obor. Lama orang itu mengetuk pintu. Setelah pintu aku buka, aku melihat seorang nenek disertai seorang pemuda berdiri di depan pintu. Nenek itu meletakkan talam berisi jenang di depanku, sambil berkata: “Pemuda ini anakku dan aku membuat jenang ini untuknya.” Lalu terjadilah perbincangan antara kami. Ternyata pemuda yang bersamanya itu, telah bersumpah, tidak akan makan, kecuali bersama orang asing yang berada di masjid ini. Karena itu, sudilah anda makan jenang ini, lanjutnya. Lalu nenek itu menyuapkan sesuap ke mulutku dan sesuap ke mulut anaknya, secara bergantian. Demikian seterusnya sampai kami merasa kenyang. Setelah itu mereka berdua pulang. Dan aku tutup kembali pintu masjid dengan perasaan heran atas kejadian tersebut.

Semua itu merupakan contoh perjuangan orang-orang saleh melawan syaithan. Dari cerita-cerita tersebut, anda dapat mengambil tiga manfaat, yaitu:

1. Tidak ada sebuah kondisi apapun yang membuat terlepasnya rezeki bagi seseorang yang telah ditakdirkan untuk mendapatkannya.

2. Anda menjadi tahu bahwa urusan rezeki dan tawakkal itu sangat penting. Dan setan dalam masalah ini, senantiasa mengganggu, sampai para imam yang zuhud pun tidak akan terbebas dari gangguan-gangguan tersebut. Setan tidak berputus asa terhadap para imam, yang telah lama melakukan riyadhah dan banyak mujahadah pada waktu-waktu yang telah berlalu. Apa yang mereka lakukan itu sebagai sebuah cara untuk melakukan perlawanan dan penolakan terhadap godaan setan. Demi umurku! Sungguh, orang yang memerangi nafsu dan setan selama tujuh puluh tahun itu tidak lantas aman dari gangguan setan, sama halnya kalau setan mengganggu orang yang baru mulai ibadah, juga kepada orang yang lengah yang tidak pernah melakukan riyadhah sama sekali. Seandainya nafsu dan setan dapat mengalahkan orang yang macam itu, tentu keduanya memburuk-burukkan orang tersebut dan merusaknya seperti kerusakan orang-orang yang lalai dan terbujuk. Demikian itu, mengandung suri tauladan yang bermanfaat bagi orang-orang yang memiliki ketajaman penglihatan mata hati.

3. Anda pun menjadi tahu bahwa perkara ibadah itu tidak akan sempurna, kecuali dengan usaha dan perjuangan yang sungguh-sungguh secara terus-menerus. Sebab, para imam itu juga terdiri dari daging, darah, badan dan ruh seperti halnya anda. Tetapi, mereka lebih kurus badannya, lebih lemah anggota badannya dan lebih halus tulangnya, daripada anda. Tetapi mereka memiliki kekuatan ilmu, nur, keyakinan dan cita-cita luhur dan masalah agama, hingga mereka mampu menjalani perjuangan yang sangat berat dan memenuhi hak-hak maqam itu. Karena itu, perhatikan dan obati diri anda dari penyakit yang sukar disembuhkan ini, agar anda mendapatkan keberuntungan, in syā’ Allāh.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *