4-1-2 Tahapan Godaan – Rezeki & Tuntutan Nafsu | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 004 Tahapan Godaan - Minhaj-ul-Abidin

Kedua: Apabila kamu meninggalkan tawakkal, kamu akan menghadapi bahaya yang besar.

Allah menciptakan makhluk, dibarengi dengan pemberian rezeki. Allah s.w.t. berfirman:

اللهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ

Artinya:

Allah-lah yang menciptakan kamu kemudian memberimu rezeki.” (ar-Rūm: 40).

Ayat ini menunjukkan bahwa rezeki datangnya dari Allah bukan dari yang lain, sebagaimana halnya bahwa yang menciptakan itu adalah Allah. Kemudian Allah, tidak hanya menunjukkan, melainkan memberikan janji.

Allah s.w.t. berfirman:

إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ

Artinya:

Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi Rezeki.” (adz-Dzāriyāt: 58).

Allah tidak hanya memberikan janji, tetapi juga memberikan jaminan.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَا مِنْ دَآبَةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

Artinya:

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Hūd: 6).

Bahkan tidak cukup hanya dengan menjamin, tetapi juga Allah bersumpah akan memberikan rezeki.

Allah s.w.t. berfirman:

فَوَ رَبِّ السَّمَاءِ وَ الأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُوْنَ.

Artinya:

Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (adz-Dzāriyāt: 23).

Kemudian, tidak cukup hanya itu semua (berjanji, menjamin, bersumpah), namun Allah juga memerintahkan kita supaya bertawakkal, dengan perintah keras dan menakut-nakuti.

Allah berfirman:

وَ تَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِيْ لاَ يَمُوْتُ

Artinya:

Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati.” (Al-Furqān: 58).

Dan firman-Nya:

وَ عَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوْا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ.

Artinya:

Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (al-Mā’idah: 23).

Maka, barang siapa tidak mau merenungkan firman Allah, merasa belum cukup dengan janji Allah, merasa tidak tenteram dengan jaminan Allah, belum puas dengan sumpah Allah, lalu tidak memedulikan perintah, janji dan ancaman-Nya, maka ia akan merasakan sendiri akibat perbuatannya itu. Sungguh yang demikian itu merupakan petaka yang sangat besar. Dan kita, dalam persoalan ini, sering kali dalam kelalaian yang besar.

Rasūlullāh s.a.w. yang benar dan tepercaya pernah bersabda kepada ‘Abdullāh bin ‘Umar:

كَيْفَ أَنْتَ إِذَا بَقِيْتَ بَيْنَ قَوْمٍ يَخْبَئُوْنَ رِزْقَ سَنَتِهِمْ لِضُعْفِ الْيَقِيْنِ.

Artinya:

Bagaimanakah anda, apabila hidup di kalangan kaum yang menyimpan makanan setahunya, lantaran kelemahan akan keyakinan (iman)?

Ḥasan Bashrī mengatakan: “Allah melaknat suatu kaum di mana Allah telah bersumpah kepadanya – akan memberi rezeki – tetapi mereka tidak mempercayainya.

Ketika ayat tersebut (adz-Dzāriyāt: 23), para malaikat berkata: “Celaka anak cucu Adam yang telah membuat Tuhan marah, sehingga Ia sampai bersumpah, mengenai rezeki mereka.”

Uwais al-Qarnī r.a. berkata: “Sekali pun anda beribadah kepada Allah, seperti ibadahnya semua penghuni langit dan bumi, Allah tidak akan menerima ibadah anda, sebelum anda membenarkan-Nya.” Ketika ia ditanya: “Bagaimana cara kita membenarkan-Nya?” Uwais menjawab: “Percaya dan merasa aman atas jaminan Allah kepada anda, yaitu mengenai urusan rezeki anda. Sehingga, anda dapat menunaikan ibadah secara fokus, tanpa terganggu persoalan rezeki.

Ḥarim bin Ḥayyān berkata kepada Uwais: “Tuan hendak menyuruh aku tinggal di mana?” Uwais memberi isyarat ke negeri Syam. Ḥarim bin Hayyān bertanya: “Bagaimana sumber penghidupan di sana?” Uwais berkata: “Celakalah orang yang memiliki hati semacam ini. Hati anda telah tercampur dengan kebimbangan, jadi nasihat-nasihat sudah tidak ada lagi manfaatnya.”

Aku pernah mendengar, ada seorang pencuri kain kafan kuburan bertaubat di hadapan Abū Yazīd al-Busthāmī, lalu ditanya tentang kelakuannya. Pencuri itu menjawab: “Aku pernah menggali seribu kuburan. Wajah mayat yang berada di dalam kubur itu tidak ada yang menghadap kiblat, kecuali hanya dua orang.” Abū Yazīd berkata: “Kasihan mereka, keragu-raguan tentang rezeki yang telah dijamin oleh Allah telah memalingkan wajah mereka dari kiblat.

Salah seorang sahabatku ada yang bercerita kepadaku bahwa ia pernah bermimpi melihat seorang saleh, kemudian ia menanyakan tentang keadaannya: “Apakah anda selamat dengan iman anda?” Ia menjawab: “Hanya iman orang-orang yang ber-tawakkal, yang bisa membuat selamat.”

Kita memohon kepada Allah, semoga Ia memperbaiki kita, dengan karunia-Nya dan Dia tidak menyiksa kita, sebab kelakuan kita. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang daripada para penyayang.

Bila anda bertanya: Jelaskanlah kepada kami, apakah hakikat tawakkal, hukum-hukumnya dan apa yang mesti dilakukan oleh seseorang dalam ber-tawakkal, mengenai masalah rezeki.

Ketahuilah, dalam masalah ini akan menjadi jelas bagi anda melalui keterangan empat pasal, yaitu: Penjelasan lafal tawakkal; materi tawakkal; batasan tawakkal; dan benteng tawakkal.

Pertama: Lafal tawakkal, bentuk madhinya, mengikuti pada wazan tafa‘ala, yang berasal dari kata “wakalah” (bentuk mashdar) yang berarti perwakilan.

Orang yang bertawakkal kepada seseorang, berarti ia mengambilnya berkedudukan sebagai wakil dalam segala urusan, yang menjamin memperbaiki dirinya dan mencukupinya tanpa ada unsur keterpaksaan dan mempercayakan sepenuhnya.

Kedua: Sedangkan materi tawakkal, maka ketahuilah bahwa tawakkal itu sebuah nama yang mutlak meliputi tiga hal, yaitu:

1. Tawakkal dalam hal pembagian rezeki, yaitu percaya sepenuhnya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengabaikan pembagian anda. Sebab, apa-apa yang telah ditentukan tidak akan diganti. Ber-tawakkal kepada-Nya dalam masalah pembagian rezeki ini hukumnya wajib. Anda mesti menerimanya dengan penuh kerelaan dan lapang dada., karena itulah yang terbaik buat anda.

2. Tawakkal dalam hal pertolongan, yaitu berpegang teguh dan percaya sepenuhnya terhadap pertolongan Allah, apabila anda menolong agama Allah dan berjihad demi agama-Nya.

Allah s.w.t. berfirman:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

Artinya:

Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” (Āli ‘Imrān [3]: 159)

Allah juga berfirman:

إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ

Artinya:

Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.” (Muḥammad: 7)

Dan firman-Nya:

وَ كَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ

Artinya:

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (ar-Rūm: 47).

Tawakkal dalam masalah ini juga wajib, dengan janji Allah.

3. Tawakkal dalam hal rezeki dan kebutuhan. Sebab, Allah telah menjamin hamba-Nya dengan bekal yang mencukupi guna berkhidmat kepada Allah dan beribadah kepada-Nya.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ مَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya:

Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)-nya.” (ath-Thalāq: 3).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

لَوْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ يَغْدُوْ حِمَاصًا وَ تَرُوْحُ بِطَانًا

Artinya:

Apabila kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung, pagi-pagi berangkat dengan perut kosong dan sore-sore kembali dengan perut penuh.

Tawakkal semacam ini merupakan kefardhuan dan mesti dijalankan oleh setiap hamba, berdasarkan dalil ‘aqli dan dalil syar‘i.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *