تَشَوُّفُكَ إِلَى مَا بَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ الْغُيُوْبِ.
“Kegigihanmu mengetahui perkara samar yang tersimpan di dalam dirimu dengan mengetahui kejelekan atau kekuranganmu itu lebih utama daripada kegigihanmu mengetahui perkara yang terhalangkan darimu dengan mengetahui perkara yang samar atau ghaib.
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
تَشَوُّفُكَ إِلَى مَا بَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ الْغُيُوْبِ.
“Kegigihanmu mengetahui perkara samar yang tersimpan di dalam dirimu dengan mengetahui kejelekan atau kekuranganmu itu lebih utama daripada kegigihanmu mengetahui perkara yang terhalangkan darimu dengan mengetahui perkara yang samar atau ghaib.”
Kegigihanmu mengetahui perkara samar yang tersimpan dalam dirimu dengan mengetahui kejelekanmu, itu lebih utama dari pada mengetahui perkara yang dihalangi darimu melalui perkara ghaib. Kegigihanmu mengetahui sifatmu lebih utama dari kegigihanmu mengetahui perkara ghaib seperti beberapa keramat dan rahasia takdir.
Sifat tercela itu ada banyak, yaitu: ‘ujub (mengagungkan amal perbuatan), riyā’ (memamerkan amal, agar dipuji manusia), takabbur (merasa dirinya lebih baik daripada lainnya), walaupun hanya seekor anjing – maksudnya, jangan merasa bahwa dirimu itu lebih baik daripada seekor anjing, ḥasūd atau iri dengki (mengharap hilangnya nikmat dari orang lain), pelit, dendam, mengkufuri nikmat, bersedih ketika mendapat cobaan, adu domba, hatinya mencintai dunia, menyenangi harta, suka dipuji, takut dicela masyarakat, bersedih pada perkara dunia, takut fakir, tidak senang atau marah terhadap takdir Allah, senang abadi di dunia agar bisa menguasai dunia, kejam terhadap orang lain, memusuhi manusia, banyak berbicara, suka menyibukkan diri dengan menggunjing kejelekan orang lain sementara tidak mengetahui kejelekan diri sendiri, senang dunia, bersedih ketika tidak mendapatkan dunia, hatinya menyenangi makhluk, bersedih ketika berpisah dengan makhluk, tidak punya malu, tidak berbelas kasihan kepada makhluk, tergesa-gesa dalam beramal, menunda-nunda beramal, itu semua adalah sifat tercela menurut syara‘ dan merupakan sifatnya nafsu.
Asalnya nafsu itu ada empat hal:
Pertama, suka mengingkari janji.
Kedua, suka berbuat ketaatan atas dasar riya’.
Ketiga, suka beristirahat.
Keempat, lemah dalam melaksanakan kefardhuan terhadap Allah.
Maka engkau harus memadamkannya (dari hatimu). Adapun cara memadamkan nafsu adalah dengan ilmu, ma‘rifat, melaksanakan perintah Allah dan mengikuti ajaran Rasūlullāh.
Adapun bentuk taqarrub yang paling utama ialah mengingkari nafsu.