Pasal Pertama:
Para ulama kita: radhiyallāhu ‘anhum – berkata, apabila kamu ingin mengetahui antara khāthir baik dengan khāthir jelek serta perbedaan antara keduanya, maka timbanglah dengan salah satu dari empat neraca ukuran, niscaya akan menjadi jelas bagi anda keadaan khāthir itu bagi anda. Empat neraca itu: ialah, pertama kali anda harus mengukur dengan menyodorkan kepada hukum syara‘ (agama Islam). Kalau jelasnya cocok dengan agama, maka khāthir masuk dalam kategori baik. Jika terjadi sebaliknya, cocok dengan rukhshah (kemurahan, keringanan) atau syubhat (tidak jelas hukumnya), maka khāthir itu jelek.
Apabila dengan neraca itu belum juga jelas bagi anda, maka hendaklah anda sodorkan kepada keteladanan orang-orang saleh. Kalau ada di antara orang-orang saleh melakukan sebagaimana khāthir itu, maka khāthir itu termasuk baik. Sebaliknya, jika yang melakukan khāthir itu orang jahat, maka khāthir itu masuk dalam kategori jahat.
Jika dengan neraca itu belum jelas juga, maka hendaklah anda timbang dengan menyodorkannya pada nafsu dan kesenangannya. Perhatikan dengan seksama, jika nafsu enggan mengerjakan lantaran watak nafsu itu sendiri, bukan karena takut kepada Allah, maka khāthir itu baik. Kalau nafsu senang kepada khāthir ini karena wataknya, bukannya demi mengharapkan rahmat Allah, maka khāthir itu termasuk jahat. Sebab, nafsu itu selalu mengajak berbuat jelek, sama sekali tidak suka kepada kebaikan.
Ambil dan gunakan salah satu ukuran tersebut di atas apabila anda mau merenungkan dan memutuskan perhatian, tentu akan menjadi jelas bagi anda mana khāthir yang baik dan mana khāthir yang jahat. Sungguh Allah yang memberikan hidayah berkat anugerah keutamaan-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Dzat yang Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Pasal Kedua:
Para ulama kita berkata: bahwa apabila anda ingin membedakan antara khāthir jahat yang datang dari syaithan dan yang datang dari hawa nafsu, atau khāthir yang datang dari Allah pada permulaan, maka amati dan renungkanlah khāthir itu dari tiga segi, yaitu:
Sebagian orang-orang saleh berkata: bahwa perumpamaan hawa nafsu itu bagaikan macan tutul. Kalau sudah menyerang, tidak mau mundur bila tidak ditendang dengan keras dan digempur habis-habisan. Atau bagaikan pemberontak yang berperang demi membela keyakinan akan keagamaannya yang tidak mau mundur sebelum terbunuh. Sementara syaithan itu laksana serigala, jika Anda mengusirnya dari satu arah, maka ia akan masuk dari arah lain.
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”
(al-Muthaffifīn:14).
Seorang Imām yang menjadi guruku, berkata: “Demikianlah jahatnya dosa itu membuat hati menjadi keras. Semula hanya khāthir, lalu membuat hati menjadi keras dan akhirnya berkarat.”
Jika khāthir itu awalnya muncul begitu saja secara tiba-tiba, bukan sesudah berbuat dosa, maka ia akan membahayakan Anda, karena kebanyakan khāthir itu dari syaithan. Karena, khāthir itu mulanya mengajak kejelekan dan kesesatan dalam kondisi apapun.
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
Artinya:
“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”
(an-Nās: 4)
Syaithan itu bertengger di hati anak turun Ādam, apabila anak turun Ādam itu berzikir kepada Allah s.w.t., maka syaithan mundur, dan apabila anak turun Ādam lupa berzikir, syaithan kembali mengganggu.
Pasal Ketiga:
Jika anda ingin membedakan antara khāthir baik dari Allah s.w.t. ataukah dari Malaikat Mulhim, maka amati dan renungkan hal itu dari tiga segi, yaitu:
Allah s.w.t. berfirman:
وَ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
Artinya:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”
(al-‘Ankabūt: 69)
وَ الَّذِيْنَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى
Dan firman-Nya:
Artinya:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka.”
(Muḥammad: 17)
Apabila khāthir itu datang di awal (ibtida’i), maka pada umumnya berasal dari Malaikat.
Ada pun khāthir baik yang datang dari syaithan, adalah karena hendak menarik kepada perbuatan yang jahat, supaya anak turun Ādam semakin banyak kejahatannya.
Syaikh al-Imām (Abū Bakar al-Warrāq) guruku, berkata: “Perhatikanlah, jika nafsu anda dalam menghadapi perbuatan yang tergerak di dalam hati itu bertindak dengan giat, tidak merasa takut salah, terburu-buru, tidak mau pelan-pelan, merasa aman, tidak merasa khawatir, buta terhadap akibatnya, tanpa ada kewaspadaan sama sekali, maka ketahuilah bahwa khāthir itu adalah dari syaithan, maka jauhilah. Jika Anda mendapati nafsu anda sebaliknya dari yang tersebut di atas, yakni, diliputi rasa takut, tidak bisa giat, lamban, tidak tergesa-gesa, khawatir, tidak merasa aman, waspada terhadap akibat dan tidak buta, maka ketahuilah bahwa khāthir itu dari Allah atau dari Malaikat Mulhim.
Aku (penulis kitab ini, Imām al-Ghazālī) berkata, bahwa seakan-akan semangat yang meluap-luap (tindakan reaktif) itu memperingan manusia untuk berbuat, tanpa disertai kewaspadaan dan mengingat pahala yang menggiatkannya dalam berbuat.
Sedangkan yang kedua, yaitu sikap perlahan-lahan – penuh kehati-hatian dan kewaspadaan itu – terpuji, kecuali pada beberapa hal tertentu yang seharusnya dilakukan dengan cepat-cepat. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Nabi s.a.w.:
الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلاَّ فِيْ خَمْسَةِ مَوَاضِعَ: تَزْوِيْجُ الْبِكْرِ إِذَا أَدْرَكَتْ وَ قَضَاءُ الدَّيْنِ إِذَا وَجَبَ وَ تَجْهِيْزُ الْمَيِّتِ إِذَا مَاتَ وَ قِرَى الضَّيْفِ إِذَا نَزَلَ وَ التَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ إِذَا أَذْنَبَ
Artinya:
“Tergesa-gesa itu dari syaithan, kecuali dalam lima tempat, yaitu: Menikahkan anak perempuan ketika telah sampai (umur dan ketemu jodoh); Membayar hutang apabila sudah waktunya harus membayar; mempercepat proses pemakaman mayit kalau memang sudah nyata-nyata mati; Cepat-cepat menyediakan hidangan (suguh tamu) bila tamu itu datang; Segera bertobat dari dosa, bila telah berbuat dosa.”
Ada pun al-khauf (takut) itu boleh jadi ada hubungannya dengan perkara yang dapat menyempurnakan amal dan menunaikannya sebagaimana mestinya, atau boleh jadi ada sangkut pautnya dengan penerimaan Allah.
Sedangkan kewaspadaan terhadap akibat, memperjelas seseorang menjadi mempertajam penglihatan dan keyakinan bahwa amal yang hendak diperbuat itu benar dan baik. Dan boleh jadi karena memandang pahala Allah di akhirat serta mengharapkannya. Pahamilah keterangan ini, semoga Allah menyertakan petunjuk-Nya.
Demikian itulah, secara garis besar tiga pasal mengenai berbagai khāthir, yang mesti Anda ketahui. Peliharalah dan pusatkanlah perhatian kepada tiga pasal tersebut sekuat-kuatnya, karena tiga pasal itu termasuk ilmu yang halus (al-‘ulūm al-lathīf) dan rahasia agama yang mulia (asrāru as-syarīfah) dalam bab ini. Semoga Allah s.w.t. memberikan petunjuk kepada kita, berkat anugerah keutamaan-Nya.