2. Rintangan Kedua Berupa Makhluk. (Bagian 1/5)
Dengan memohon kepada Allah agar kita diberi taufiq untuk selalu taat kepada-Nya, selanjutnya hendaklah anda mengasingkan diri, menjauhi makhluk. Ada dua alasan mengapa harus mengambil sikap semacam itu, yaitu:
Pertama: Makhluk dapat membuat anda sibuk dan repot karenanya, sehingga melupakan ibadah kepada Allah. Sebagaimana dikisahkan, bahwa ada sebagian ulama ada yang berkata: “Aku pernah melewati sekelompok pemanah. Ada seseorang yang duduk menjauh dari kelompok pemanah itu. Aku bermaksud mengajaknya berbincang-bincang, tetapi ia berkata: “Berzikir kepada Allah lebih aku sukai daripada berbincang-bincang dengan anda.” Aku bertanya: “Anda menyendiri menjauh dari teman-teman anda?” Ia menjawab: “Aku tidak sendiri, aku bersama Tuhanku dan dua malaikat yang selalu menyertaiku.” Aku bertanya: “Siapakah yang unggul di antara mereka?” Ia menjawab: “Yang mendapatkan ampunan Allah.” Aku bertanya lagi: “Manakah jalan menuju kepada Allah?” Ia mengisyaratkan tangannya ke atas langit, lalu ia berdiri meninggalkan aku, seraya berkata: “Ya Allah, kebanyakan makhluk-Mu lupa kepada-Mu.”
Dengan demikian, maka makhluk dapat membuat anda sibuk berurusan dengan mereka dan lupa beribadah kepada Allah. Bahkan, sebagai penghalang anda untuk beribadah atau menyeret dan mencampakkan anda ke dalam kejahatan dan kebinasaan. Sebagaimana dikatakan oleh Ḥātim al-Asham: “Aku mengharapkan manusia mengerjakan lima perkara, namun aku tidak mendapatkannya.
1). Aku mengharapkan agar mereka taat kepada Allah dan zuhud terhadap dunia, tetapi mereka tidak mau mengerjakannya.”
(2). Lalu aku berkata: “Kalau begitu, bantulah aku dalam ketaatan dan kezuhudan.” Namun mereka juga tidak mau membantu.
(3). Maka aku pun berkata: “Jika kalian tidak mau juga, maka ridalah kepadaku jika aku berbuat taat dan zuhud.” Mereka tetap tidak mau juga.
(4). Maka aku pun berkata: “Kalau begitu, janganlah kalian mencegahku bila aku hendak taat dan zuhud.” Mereka tetap saja mencegahku.
(5). Maka aku berkata: “Baiklah, janganlah kalian mengajakku kepada jalan yang tidak diridai Allah dan jangan memusuhiku jika aku tidak mengikuti jalan kalian.”
Ternyata mereka tidak bersedih juga. Maka aku tinggalkan mereka dan aku urus diriku sendiri.”
Ketahuilah, wahai saudaraku seagama, sesungguhnya Nabi Muḥammad s.a.w. pernah menggambarkan masa ‘uzlah (mengasingkan diri) dan menerangkan sifat-sifatnya, juga menerangkan sifat orang yang ‘uzlah lalu beliau memerintahkan untuk mengasingkan diri (menyendiri) pada masa ‘uzlah itu. Sungguh, beliau lebih mengetahui hal-hal yang lebih baik dan menguntungkan bagi kita daripada diri kita sendiri.
Oleh sebab itu, jika anda menjumpai masa sebagaimana diterangkan di atas, hendaklah anda mematuhi perintah Rasūlullāh s.a.w., dan menerima nasihat-nasihat beliau dengan sepenuh hati. Janganlah anda ragu-ragu bahwa Nabi Muḥammad s.a.w. adalah lebih mengetahui mana yang lebih baik dan maslahah bagi anda pada zaman itu. Jangan sekali-kali anda membuat alasan yang tidak benar, jangan menipu dan membohongi diri sendiri. Jika anda tidak mematuhi nasihat Nabi itu, niscaya anda akan binasa, untuk itu tidak ada alasan bagi anda tidak mematuhinya.
Penjelasan yang telah kami kemukakan di atas, mengenai ‘uzlah itu, tersebut dalam hadis masyhur yang diriwayatkan dari ‘Abdullāh ‘Amr bin al-‘Ash r.a., ia berkata:
“Ketika kami sedang duduk di sekeliling Rasūlullāh s.a.w., beliau menjelaskan terjadinya fitnah, seraya bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُ النَّاسَ مَرَجَتْ عُهُوْدُهُمْ وَ خَفَّتْ أَمَانَاتُهُمْ وَ كَانُوْا هكَذَا وَ شَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعَهُ. قُلْتُ: مَا أَصْنَعُ عِنْدَ ذلِكَ جَعَلَنِيَ اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ: اِلْزَمْ بَيْتَكَ وَ امْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَ خُذْ مَا تَعْرِفُ وَ دَعْ مَا تُنْكِرُ وَ عَلَيْكَ بِأَمْرِ الْخَاصَّةِ وَ دَعْ عَنْكَ أَمْرَ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Apabila anda telah melihat manusia telah kehilangan kesanggupan untuk memenuhi janji-janji mereka dan sedikit amanatnya, serta sudah demikian keadaan mereka… Rasūlullāh mengilustrasikan keruwetan kondisi itu dengan jari-jari tangan beliau. Aku bertanya kepada beliau: “Jika keadaannya sudah demikian, apa yang harus aku perbuat, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusan untuk baginda Nabi?” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tetaplah anda tinggal di rumah, kendalikan lidah, ambillah apa yang anda ketahui baik, dan tinggalkan apa yang anda ketahui perkara mungkar. Perbaikilah urusan diri anda, serta tinggalkan urusan umum.”
Dalam hadits lain disebutkan, bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda:
ذلِكَ أَيَّامُ الْهَرْجِ قِيْلَ وَ مَا أَيَّامُ الْهَرْجِ قَالَ: حِيْنَ لاَ يَأْمَنُ الرَّجُلُ جَلِيْسَهُ
Artinya:
“Itulah zaman pertikaian (ayyām-ul-harji).” Ditanyakan kepada beliau: “Apakah yang dimaksud dengan zaman pertikaian itu (ayyām-ul-harji) itu?” Rasūlullāh menjawab: “Yaitu, ketika seseorang tidak bisa merasa aman dengan teman duduknya.”
Ibnu Mas‘ūd menuturkan hadits lain yang diriwayatkan oleh Ḥārits bin Umairah, bahwa Rasūlullāh s.a.w. pernah bersabda kepadanya:
إِنْ يُدْفَعْ عَنْ عُمْرِكَ فَسَيَأْتِيْ عَلَيْكَ زَمَانٌ كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ قَلِيْلٌ عَلَمَاؤُهُ كَثِيْرٌ سُؤَالُهُ قَلِيْلٌ مُعْطُوْهُ الْهَوَى فِيْهِ قَائِدُ الْعِلْمِ. قَالَ: وَ مَتَى ذلِكَ؟ قَالَ: إِذَا أُمِيْتَتِ الصَّلاَةُ وَ قُبِلَتِ الرُّشَا وَ يُبَاعُ الدِّيْنُ بِعَرَضٍ يَسِيْرٍ مِنَ الدُّنْيَا فَالنَّجَاءَ النَّجَاءَ وَيْحَكَ ثُمَّ النَّجَاءَ.
Artinya:
“Jika anda dikaruniai umur panjang, akan tahu bahwa akan datang suatu zaman di mana banyak juru khutbah tetapi sedikit ulama yang alim, banyak peminta, namun sedikit pemberi, dan pada zaman itu hawa nafsu sebagai pemimpin ilmu.” Ḥārits bertanya: “Kapan zaman ini akan terjadi?” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Yaitu, shalat dimatikan, uang suap diterima (membudaya), agama dijual dengan harga murah dari harta dunia. Nanti jika sudah demikian, maka carilah keselamatan! Carilah keselamatan! Bisa-bisa anda celaka! Carilah keselamatan!”
Semua yang telah disebutkan dalam hadits tersebut, akan anda saksikan dengan mata kepala anda, di mana anda dan anak zaman itu berada. Karena itu, pikirkanlah apa yang berguna bagi diri anda.
Para ulama salaf yang saleh telah sepakat untuk memperingatkan kaum muslimin dan ahli zaman itu terhadap zaman yang penuh dengan fitnah itu. Mereka lebih mengutamakan ‘uzlah dan memerintahkan agar ber-‘uzlah, saling berwasiat dengan kebenaran. Tidak diragukan lagi, bahwa mereka lebih waspada dan banyak melakukan tindakan penyelamatan. Ketahuilah bahwa zaman setelah mereka, tidak akan lebih baik daripada zaman yang sudah ada, bahkan akan jauh lebih buruk dan menyedihkan.
Hal tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dari Yūsuf bin Asbāth, bahwa ia menyatakan sesungguhnya aku pernah mendengar Imām Sufyān ats-Tsaurī berkata: “Demi Allah, tiada tuhan selain Dia. Di zaman ini, ‘uzlah menjadi sebuah keniscayaan.” Sungguh, jika pada zaman Sufyān ats-Tsaurī saja ‘uzlah menjadi alternatif terbaik yang perlu dilakukan, maka di zaman kita ini – zaman Imām al-Ghazālī – tentu ‘uzlah menjadi sebuah kewajiban dan kefardhuan.
Diriwayatkan pula dari Sufyān ats-Tsaurī, bahwa beliau berkirim surat kepada ‘Abbād al-Khawwāsh: “Amma ba‘du, sesungguhnya anda telah berada pada zaman, di mana para sahabat Rasūlullāh s.a.w. dulu memohon perlindungan kepada Allah agar tidak menjumpai zaman sebagaimana yang kita alami sekarang. Padahal mereka memiliki ilmu yang kita semua tidak memilikinya. Bagaimana halnya dengan kita ketika menjumpai zaman itu, sementara kita hanya memiliki sedikit ilmu dan kesabaran, sedikit orang yang memberikan bantuan dan pertolongan pada kebaikan. Dunia menjadi keruh dan moral manusia menjadi rusak.