Menjadikan Allah Sebagai Bukti Keberadaan Allah – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Perbedaan Orang Yang Menjadikan Allah Sebagai Bukti Keberadaan Allah dan Orang Yang Menjadikan Alam Sebagai Bukti Keberadaan Allah.

 

29. شَتَّانَ بَيْنَ مَنْ يَسْتَدِلُّ عَلَيْهِ: الْمُسْتَدِلُّ بِهِ عَرَفَ الْحَقَّ لِأَهْلِهِ؛ فَأَثْبَتَ الْأَمْرَ مِنْ وُجُوْدِ أَصْلِهِ، وَ الْاِسْتِدْلَالُ عَلَيْهِ مِنْ عَدَمِ الْوُصُوْلِ إِلَيْهِ وَ إِلَّا فَمَتَى غَابَ حَتَّى يُسْتَدَلَّ عَلَيْهِ وَ مَتَى بَعُدَ حَتَّى تَكُوْنَ الْآثَارُ هِيَ الَّتِيْ تُوْصِلُ إِلَيْهِ.

Betapa jauh bedanya antara orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam dan orang yang berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah. Orang yang menyatakan bahwa “adanya Allah menunjukkan adanya alam” adalah orang yang telah mengenal al-Ḥaqq (Allah) dengan kepatutan-Nya. Karena itulah, ia menetapkan keberadaan alam ini dari keberadaan pangkal (Dzāt) yang membuatnya ada. Sementara itu, yang berdalil bahwa “adanya alam menunjukkan adanya Allah” adalah orang yang belum sampai kepada-Nya. Sebab, sejak kapan Allah itu gaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan wujud alam dan kapan Allah itu jauh sehingga semesta ini harus menjadi pengantar menuju-Nya?

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Orang-orang yang dekat kepada Allah ada dua golongan, yaitu murād (yang dikendaki Allah) atau majdzūb (yang ditarik Allah untuk didekatkan kepada-Nya) dan murīd (yang menghendaki Allah) atau sālik (yang meniti jalan menuju Allah). Para murād atau majdzūb adalah ahli syuhūd.

Adapun para murīd atau sālik, perjalanan mereka menuju Tuhan masih terhalang akibat pandangan mereka terhadap dunia dan alam semesta. Di mata mereka, semesta teramat lahir, sedangkan Allah itu gaib. Mereka tidak melihat-Nya, karena itu mereka berdalil bahwa wujud alam semesta ini membuktikan wujud Allah.

Sementara itu, para murād atau majdzūb, mereka langsung didekati Allah dengan Wajah-Nya Yang Mulia. Allah akan mengenalkan Diri-Nya kepada mereka. Karena itu, mereka pun akan mengenali-Nya. Semua makhluk dan alam semesta akan hilang dari pandangan mereka karena mereka berdalil bahwa wujud Allah adalah butki dari wujud semesta. Mereka itulah kaum ‘ārif. Mereka termasuk orang-orang yang didekatkan Allah kepada-Nya.

Namun, karena sikap istiqamah mereka terhadap kondisi mereka, tanda didekatkannya mereka kepada Allah (jadzab) tidak tampak pada diri mereka. Oleh sebab itu, ada yang mengatakan: “Akhir perjalanan seorang sālik adalah awal perjalanan seorang majdzūb.”

Manusia yang paling kuat jadzab-nya adalah para nabi dan rasul. Inilah perbedaan antara dua kelompok tersebut.

Orang yang menggunakan Allah sebagai dalil wujud alam akan mengenal Allah sebagai wujud yang wajib. Dengan kata lain, wujud itu milik Allah semata. Adapun benda-benda yang ḥādits (baru), aslinya tidak berwujud. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa semua yang ḥādits berasal dari wujud asal, yaitu Allah s.w.t. Mereka menganggap bahwa wujud makhluk bersumber dari wujud Khāliq yang tampak pada diri makhluk. Jika tidak, makhluk itu tidak akan ada. Demikian menurut pandangan ahli syuhūd.

Berbeda halnya dengan orang yang menggunakan alam untuk membuktikan wujud Allah. Ia menggunakan sesuatu yang tidak diketahui (majhūl) sebagai dalil untuk membuktikan perkara yang sudah diketahui (ma‘lūm), menggunakan ketiadaan (‘adam) untuk membuktikan keberadaan (wujūd), atau menggunakan perkara yang tersembunyi (khafī) untuk membuktikan hal yang lahir dan nyata. Hal itu dikarenakan adanya hijab pada diri orang tersebut sehingga ia lebih suka menelusuri sebab-sebab daripada mencari Sang Pembuat Sebab.

Sejak kapan Allah gaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan sesuatu yang hadir? Sejak kapan Allah jauh sehingga alam semesta inilah yang akan mendekatkan kita kepada-Nya, padahal alam semesta ini tadinya tidak berwujud? Demikian pertanyaan yang diajukan para ahli syuhūd.

Sementara itu, orang-orang maḥjūb (yang terhalang dari-Nya) menjadikan alam semesta sebagai bukti wujud Allah. Mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu kaum awam dan para sālik yang belum mencapai maqām ahli syuhūd.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *