25. مَا تَوَقَّفَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِرَبِّكَ وَ لَا تَبَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ
Apa yang kau minta tak akan terhalang selama kau memintanya kepada Tuhanmu. Namun, apa yang kau minta tak akan datang selama kau mengandalkan dirimu sendiri.
– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –
Permintaan yang dimaksud pada hikmah ini bersifat umum meliputi semua permintaan, baik itu yang berkaitan dengan dunia maupun akhirat. Apa yang kau minta dan inginkan tidak akan terhalang selama dalam mencarinya kau tetap memperhatikan Tuhanmu, menghadirkan-Nya dalam hatimu, dan bersandar kepada-Nya agar memudahkan permintaan dan urusanmu. Namun, permintaan itu sulit kau raih bila kau lalai dari-Nya dan bersandar kepada orang-orang sekitarmu atau pada kekuatanmu sendiri.
Barang siapa menyerahkan segala kebutuhannya kepada Allah, berlindung dan bertawakkal kepada-Nya, Allah akan mencukupi kebutuhannya, mendekatkan yang jauh darinya, dan memudahkan segala yang sulit baginya. Barang siapa yang mengandalkan ilmu dan akalnya serta bersandar pada kekuatan dan kemampuannya, Allah akan mempersulitnya dan membuatnya gagal. Apa yang diinginkan dan dibutuhkannya itu tidak akan mudah didapatkan dan sulit diwujudkan.
26. مِنْ عَلَامَاتِ النُّجْحِ فِي النِّهَايَاتِ الرُّجُوْعُ إِلَى اللهِ فِي الْبِدَايَاتِ
Di antara tanda keberhasilan di akhir adalah kembali kepada Allah di awal.
– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –
Langkah awal seorang murīd patut diperbaiki demi memperbesar kemungkinannya untuk sampai hingga akhir perjalanannya. Siapa yang memperbaiki dan meluruskan langkah awalnya dengan kembali kepada Allah dan tawakkal kepada-Nya serta memohon pertolongan-Nya, bukan bergantung pada amalnya yang kurang sempurna, pada akhirnya ia akan sukses dan berhasil. Ia akan sampai pada tujuan akhirnya dan tidak akan goyah di perjalanannya. Barang siapa yang tidak melakukan hal itu maka di tengah jalan ia akan berhenti dan pulang kembali ke tempat pemberangkatannya semula.
Seorang ‘ārif berkata: “Siapa yang mengira bahwa ia telah sampai kepada Allah tanpa bantuan-Nya maka ia akan berhenti di jalan. Siapa yang memohon bantuan dirinya sendiri dalam beribadah kepada Allah maka ia akan bergantung pada dirinya sendiri.”
27. مَنْ أَشْرَقَتْ بِدَايَتُهُ أَشْرَقَتْ نِهَايِتُهُ
Siapa yang bersinar di awal, akan bersinar pula di akhir.
– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –
Siapa yang awalnya cerah dan bersinar, misalnya dengan mengisi waktu-waktunya dengan bermacam ketaatan, wirid, dan bersabar sepenuh hati dalam menjalaninya, maka akhir perjalanannya akan bersinar pula. Bersinar karena memancarnya berbagai nūr dan makrifat kepadanya dan hilangnya berbagai kekeruhan jiwa yang menjadi penghalang antara dirinya dengan Tuhannya.
Demikian pula sebaliknya, siapa yang usahanya kurang di awal maka di akhir ia tidak akan mendapatkan kegemilangan. Sekiranya ia diberikan keberhasilan, keberhasilan itu lebih lemah daripada yang lain. Bisa jadi, pengertian “bersinar di awal” di sini ialah kembali kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya. Adapun makna “bersinar di akhir” ialah berhasil sampai kepada-Nya. Ini sesuai dengan hikmah sebelumnya.