2-27 Barang Siapa Bersinar di Permulaannya Maka Bersinar Pula Penghabisannya – Ulasan Syaikh Ahmad Zarruq

AL-ḤIKAM
IBN ‘ATHĀ’ILLĀH
(Diterjemahkan dari: Ḥikamu Ibni ‘Athā’illāh: Syarḥ-ul-‘Ārif bi Allāh Syaikh Zarrūq)

Ulasan al-‘Arif Billah
Syekh Ahmad Zarruq

Penerjemah: Fauzi Bahreisy dan Dedi Riyadi
Penerbit: Qalam (PT Serambi Semesta Distribusi).

27. مَنْ أَشْرَقَتْ بِدَايَتُهُ أَشْرَقَتْ نِهَايِتُهُ

Barang siapa bersinar di permulaannya maka bersinar pula penghabisannya.”

Barang siapa yang bercahaya di awal, yakni dengan kembali kepada Allah, maka di akhirnya pun ia akan bercahaya dengan sampai kepada Allah. Barang siapa yang memulai awal perjalanannya dengan menetapi hukum-hukum asal maka ia akan mendapatkan faedah dalam hasil upayanya. Barang siapa memulai perjalanan dengan menetapi tarekat, ia akan mencapai akhir perjalanan dengan penyingkapan hakikat. Barang siapa memulai perjalanan dengan penghinaan kepada Allah, di akhir perjalanan ia akan menjauh dan bertentangan dengan Allah. Barang siapa memulai perjalanan dengan menetapi tarekat, ia akan mencapai akhir perjalanan dengan penyingkapan dan penyaksian dari Allah. Sebab, awal perjalanan adalah gambaran dari akhir perjalanan (tajallī). Barang siapa yang awalnya bersama Allah, niscaya akhirnya menuju Allah. Ibn-ul-Jalā (481) mengatakan: “Barang siapa yang mengangkat hasratnya dari makhluk dan semesta, niscaya ia akan sampai kepada Sang Pencipta semesta. Barang siapa yang mempertahankan hasratnya kepada segala sesuatu selain al-Ḥaqq, niscaya ia akan ditinggalkan al-Ḥaqq. Sebab, Dia Mahamulia dan Mahasuci yang tidak mungkin disandingkan dengan segala sesuatu yang lain.

Kemudian ketahuilah bahwa apa pun yang ditemukan pada awal dan akhir maka semua itu merupakan rahasia hakikat dan tujuan, sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Athā’illāh r.a. (lihat Ḥikam # 28)

Catatan:

  1. 48). Abū ‘Abdillāh Aḥmad ibn Yaḥyā al-Jalā, berasal dari Baghdād, tinggal di Damaskus, termasuk di antara ‘ulamā’ besar Syām. Ia berguru kepada Dzun-Nūn al-Mishrī, Abū ‘Ubaid al-Bisrī, dan juga kepada ayahnya, Abū Yaḥyā al-Jalā (lihat: Risālat-ul-Qusyairiyyah, jilid 1, hal. 114.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *