2-26 Di Antara Ciri-ciri Sukses dalam Penghabisan adalah Kembali Kepada Allah di Permulaan – Ulasan Syaikh Ahmad Zarruq

AL-ḤIKAM
IBN ‘ATHĀ’ILLĀH
(Diterjemahkan dari: Ḥikamu Ibni ‘Athā’illāh: Syarḥ-ul-‘Ārif bi Allāh Syaikh Zarrūq)

Ulasan al-‘Arif Billah
Syekh Ahmad Zarruq

Penerjemah: Fauzi Bahreisy dan Dedi Riyadi
Penerbit: Qalam (PT Serambi Semesta Distribusi).

26. مِنْ عَلَامَاتِ النُّجْحِ فِي النِّهَايَاتِ الرُّجُوْعُ إِلَى اللهِ فِي الْبِدَايَاتِ

Di antara ciri-ciri sukses dalam penghabisan adalah kembali kepada Allah di permulaan.

Di antara tanda kerugian di unjung perjalanan adalah kembali kepada diri di awal perjalanan. Sebab, jika awal perjalanan bersama Allah maka akhir perjalanan pun kepada Allah. Maka, limpahkanlah syukurmu ketika diberi, dan curahkan ridhamu ketika ditahan. Tetaplah menunggu apa yang ada di sisi-Nya di awal maupun di akhir. Inilah tujuan akhir setiap kemenangan dan kesuksesan. Semua ini karena Dia adalah tempat bersandar segala yang kembali kepada-Nya. Sungguh Allah akan menghinakan siapa saja yang berhenti dan bersandar kepada dirinya sendiri.

Jika Allah tidak menolongmu atas apa yang kaukehendaki
Maka makhluk tidak memiliki kekuatan sedikit pun untukmu
Jika ia tidak menunjukimu dalam setiap gerak perjalananmu
Selamanya kau tersesat meskipun Sang Nabi menjadi petunjukmu.

An-Nahr Jawrī r.a. (471) mengatakan: “Barang siapa yang rasa kenyangnya dengan makanan, selamanya ia akan merasa lapar. Barang siapa yang rasa kayangya dengan harta, selamanya ia merasa fakir. Barang siapa yang menunjukkan kebutuhannya kepada selain Allah, selamanya ia akan terhalang. Barang siapa yang memohon pertolongan atas urusannya kepada selain Allah, selamanya ia akan dihinakan.” Sungguh ungkapan yang sangat mengesankan.

Kemudian, segala kebiasaan berlaku sesuai dengan faedah yang didapatkan dan segala bergantung kepada tujuan yang ditetapkan.

Catatan:

  1. 47). Abū Ya‘qūb Isḥāq ibn Muḥammad an-Nahr Jawrī, seorang ulama sufi yang belajar kepada Abū ‘Amr al-Makkī, Abū Ya‘qūb as-Sūmī, al-Junaid, dan yang lainnya. Nama an-Nahr Jawrī dinisbatkan kepada “Nahr Jawrī” sebuah desa dengan al-Aḥwāz. Ia menetap selama beberapa tahun di Ḥaram dan meninggal di Makkah pada 330 H/941 M (lihat ath-Thabaqāt-ush-Shūfiyyah, al-A‘lām, hal. 156, jilid pertama dari Risālat-ul-Qusyairiyyah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *