23. لَا تَتَرَقَّبْ فُرُوْغَ الْأَغْيَارِ فَإِنَّ ذلِكَ يَقْطَعُكَ عَنْ وُجُوْدِ الْمُرَاقَبَةِ لَهُ فِيْمَا هُوَ مُقِيْمُكَ فِيْهِ
“Jangan menanti dirimu terbebas dari godaan, karena penantian akan memutuskanmu dari murāqabah kepada Allah dalam maqām yang telah Dia tetapkan untukmu.”
Maksudnya, jangan menunggu dengan amalmu datangnya waktu luang dari segala sesuatu selain Dia dan dari segala pikiran. Sikap itu akan membuatmu berhenti di perjalanan; akan memutus ‘ubūdiyyah waktumu dengan segala hukumnya. Namun, tegaklah dirimu di dalamnya sesuai dengan kemampuan yang ditetapkan atas dirimu tanpa berpaling kepada keluangan atau kepada yang lain selain Dia. Dikatakan: “Berjalanlah kepada Allah dengan mendaki dan melalui segala kesulitan. Jangan menunggu sehat, karena menunggu sehat itu batil.”
Menunggu datangnya waktu luang untuk beramal adalah seperti orang yang berkata: “Aku tidak akan berobat sampai aku sembuh.” Kemudian dikatakan kepadanya: “Kau tidak akan mendapatkan kesembuhan hingga kau berobat.” Tetap saja ia tidak berobat dan tentu saja ia tidak mendapatkan kesembuhan. Keadaannya sama seperti orang yang menunggu waktu luang. Ia mengatakan: “Aku tidak akan beramal hingga ada waktu luang. Akhirnya, ia tidak mendapatkan waktu luang untuk beramal. Ia tidak beramal dan juga tidak mendapatkan waktu luang. Kemudian, keluangan waktu yang diinginkannya itu sebenarnya mustahil didapatkan karena dunia adalah tempat kesibukan dan pemikiran. Maka, jika kau ingin kesibukanmu menjadi waktu luangmu, jadikan amalmu sebagai kesibukanmu. Keadaan ini tidak dapat diwujudkan kecuali dengan merealisasikan ilmu tentangnya, sebagaimana diperingatkan oleh Ibnu ‘Athā’illāh r.a.: (lihat Ḥikam # 24)