22. مَا مِنْ نَفَسٍ تُبْدِيْهِ إِلَّا وَ لَهُ قَدَرٌ فِيْكَ يُمْضِيْهِ
“Setiap embus napas yang kau keluarkan pasti ada ketentuan Allah atas dirimu”
Napas dengan segala geraknya merupakan gerak diri yang paling halus di alam malakut dan alam syahadah. Dan tempat kembalinya pada momen paling lembut yang di dalamnya wujud manusia muncul sehingga ia menampakkan diri dengan segala sisi wujudnya. Muncul pula bersamanya segala yang telah ditetapkan al-Ḥaqq atas seorang hamba dari berbagai perkara biasa dan yang selainnya. Semuanya meliputi sejumlah tingkatan yang bekerja atas diri setiap hamba. Maka, berkaitan dengan hal ini, setiap jiwa membutuhkan tajallī yang jelas berupa sifat jalāl maupun sifat jamāl-Nya, atau selain keduanya. Tajallī itu meniscayakan ‘ubūdiyyah dan ‘ubūdiyyah meniscayakan tajallī. Itu terus berlangsung dan diperbarui sepanjang zaman sesuai bilangan napas.
Jadi bisa dikatakan, setiap murid adalah sālik dalam perjalanan menuju Allah. Karena itulah para sufi mengatakan: “Jalan-jalan menuju Allah sebanyak hitungan napas makhluk.” Maksudnya bukanlah jalan seperti yang dikatakan sebagian orang sebagai perbedaan antara al-Ḥaqq dan segala sesuatu selain Dia. Sebab, sejatinya hanya ada satu jalan, yaitu jalan Muḥammad s.a.w. dan model perjalanannya (masālik) ada tiga bentuk, yaitu ‘ibādah, irādah, dan zahādah.
Meskipun tidak ada satu pun napas yang ditampakkan untukmu kecuali padanya ada kadar yang telah ditentukan untukmu, kau tidak pantas menuduh-Nya sehingga kau tidak meminta dari selain Dia dan tidak mencari selain Dia. Dan, tinggalkanlah mengatur bersama-Nya agar himmah-mu kepada-Nya bangkit tanpa keraguan dan tanpa disertai keinginan untuk berhenti. Ibnu ‘Athā’illāh r.a. mengatakan: (lihat Ḥikam # 23)