1-5-4,5 Thawaf & Membaca al-Qur’an – Bidayat-ul-Mujtahid

Bidāyat-ul-Mujtahid
Oleh: Ibnu Rusyd

Penerjemah: Beni Sarbeni, ‘Abdul Hadi, Zuhdi.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Buku 1

Rangkaian Pos: 005 Bab Beberapa Amalan yang Disyaratkan Berwudhu’

Masalah keempat: Thawaf.

1. Imām Mālik dan Syāfi‘ī mensyaratkan wudhu’ dalam thawaf.

2. Sementara Imām Abū Ḥanīfah tidak mensyaratkannya.

Sebab perbedaan pendapat adalah kategori hukum thawaf apakah serupa dengan shalat atau tidak? Sebab, telah tetap dari Nabi s.a.w.: “Bahwa beliau s.a.w. melarang perempuan haidh melakukan thawaf seperti shalat.” (861).

Artinya thawaf menyerupai shalat dari sisi ini, dan dalam sebagian atsar thawaf dinamakan shalat. Adapun hujjah Abū Ḥanīfah adalah tidak setiap yang terhalang oleh haidh disyaratkan thahārah dalam melakukannya, seperti puasa menurut pendapat jumhur.

 

Masalah kelima: Membaca al-Qur’ān.

1. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang tidak dalam keadaan berwudhu’ boleh membaca al-Qur’ān dan berdzikir.

2. Yang lainnya berpendapat tidak boleh kecuali dalam keadaan berwudhu’.

Sebab perbedaan pendapat: Adanya dua hadits yang saling bertentangan:

Pertama, hadits Abū Juhaim, dia berkata:

أَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ: فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ، فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَ يَدَيْهِ، ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ.

“Rasūlullāh s.a.w. datang dari arah sumur Jamal, lalu seseorang berjumpa dengannya, beliau tidak menjawabnya sehingga beliau menghadap tembok, lalu mengusap wajahnya dan kedua tangannya (baca: tayammum), kemudian beliau menjawab salam.” (872).

Kedua, hadits ‘Alī:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ (ص) كَانَ لَا يَحْجُبُهُ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلَّا الْجَنَابَةُ.

Bahwa tidak ada yang menghalangi Rasūlullāh s.a.w. untuk membaca al-Qur’ān kecuali janabah.” (883).

Jumhur ulama menyatakan bahwa hadits kedua manaskh hadits yang pertama, sementara yang mewajibkan wudhu’ mengunggulka hadits yang pertama.

Catatan:

  1. 86). Lafazhnya adalah:

    اِصْنَعِيْ مَا يَصْنَعُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوْفِيْ بِالْبَيْتِ.

    Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji, hanya saja kamu jangan berthawaf di Ka‘bah.” HR. al-Bukhārī (305), Muslim (1211), Abū Dāūd (1782), an-Nasā’ī (1/153), Ibnu Mājah (2963) semuanya dari hadits ‘Ā’isyah.

  2. 87). Muttafaq ‘alaih. HR. al-Bukhārī (305), Muslim (1211), Abū Dāūd (1782), an-Nasā’ī (1/165). Aḥmad (4/169) dinilai shaḥīḥ oleh Ibnu Khuzaimah (274), dan Ibnu Ḥibbān (705).
  3. 88). Dha‘īf. HR. oleh Abū Dāūd (229), at-Tirmidzi (146), an-Nasā’ī (1/144), Ibnu Mājah (594), Aḥmad (1/106, 124), dan dinilai shaḥīḥ oleh Ibnu Khuzaimah (208), dan Ibnu Ḥibbān (192 – Mawārid), al-Ḥākim (4/107 dan diriwayatkan oleh ad-Dāruquthnī (1/119), al-Baihaqī (1/88) dan dinilai dha‘īf oleh al-Albānī dalam Dha‘īf-ut-Tirmidzī.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *