1-2 Perdebatan Adam a.s. dan Musa a.s. – Kisah-kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir

قَصَصُ الْأَنْبِيَاءِ
Judul Asli:
QASHASH-UL-ANBIYĀ’

Penulis:
Imam Ibnu Katsir.

Judul Terjemahan:
KISAH-KISAH PARA NABI

Penerjemah: Muhammad Zaini, Lc.
Penerbit: Insan Kamil Solo.

Rangkaian Pos: 1 Kisah Nabi Adam a.s. - Kisah-kisah Para Nabi - Imam Ibnu Katsir

Perdebatan Ādam a.s. dan Mūsā a.s.

Imām al-Bukhārī (661) menuturkan: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada Ayyūb bin Najjār, dari Yaḥyā bin Abī Katsīr, dari Abū Salamah, dari Abū Hurairah. Dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Mūsā pernah mendebat Ādam. Mūsā berkata kepada Ādam: “Wahai Ādam, engkaulah orang yang telah mencelakakan manusia dan mengeluarkan mereka dari surga.” Lalu Ādam ganti berkata kepada Mūsā: “Wahai Mūsā, bukankah Allah telah memilihmu dengan risālah dan kalām-Nya (diajak bicara secara langsung)? Maka, kenapa kamu mencelaku atas suatu perkara yang telah dicatat dan ditakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan?”.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Maka Ādam dapat mematahkan tuduhan Mūsā.

Imām Muslim meriwayatkannya dari jalur ‘Amru an-Naqid, an-Nasā’ī dari jalur Muḥammad bin ‘Abdullāh bin Zaid, dari Ayyūb bin Najjār. (672) Abū Mas‘ūd ad-Dimasyqī berkata: “Al-Bukhārī dan Muslim tidak meriwayatkan hadits darinya di dalam Shaḥīḥ-nya, kecuali hanya hadits itu.” (683).

Sedangkan Imām Aḥmad (694) meriwayatkannya dari ‘Abd-ur-Razzāq dari Ma‘mar, dari Ḥammām, dari Abū Hurairah, dan Muslim (705) meriwayatkannya dari Muḥammad bin Nāfi‘, dari ‘Abd-ur-Razzāq.

Imām Aḥmad menuturkan (716): Telah menceritakan kepada kami Abū Kāmil, telah menceritakan kepada kami Ibrāhīm, telah menceritakan kepada kami Abū Syihāb, dari Ḥumaid bin ‘Abd-ir-Raḥmān, dari Abū Hurairah, dia berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ādam dan Mūsā – ‘alaihimās-salām – saling berdebat. Mūsā berkata kepada Ādam: “Engkaukah Ādam? Yang kesalahan-kesalahanmu telah mengeluarkan kamu dari surga?!” lalu Ādam berkata kepada Mūsā: “Engkaukah Mūsā? Yang Allah telah memilihmu dengan diajak berbicara (secara langsung) dan diberi risālah-Nya, namun engkau mencelaku dengan suatu perkara yang Allah telah mentakdirkannya atasku sebelum aku diciptakan?!Rasūlullāh s.a.w. melanjutkan sabdanya: “Maka Ādam mendebat Mūsā, maka Ādam mendebat Mūsā.

Saya (penulis) berkata: “Imām al-Bukhārī telah meriwayatkan hadits tersebut. Sedangkan Imām Muslim juga meriwayatkan hadits serupa dari az-Zuhrī, dari Ḥumaid bin ‘Abd-ir-Raḥmān, dari Abū Hurairah r.a. (727).

Imām Aḥmad berkata (738): Telah menceritakan kepada kami Mu‘āwiyah bin ‘Amru, telah menceritakan kepada kami Zā’idah, dari al-A‘masy, dari Abū Shāliḥ, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Ādam dan Mūsā saling berdebat. Mūsā berkata: “Wahai Ādam, engkau adalah orang yang Allah telah ciptakan dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya kepadamu. (Namun) engkau justru menyesatkan manusia dan mengeluarkan mereka dari surga”.” Beliau melanjutkan sabdanya: Maka Ādam menjawab: “Engkau Mūsā, yang telah Allah pilih untuk diajak berbicara, engkau mencelaku dengan suatu amalan yang Allah telah menuliskannya atasku sebelum Allah menciptakan langit dan bumi?!” Beliau bersabda: “Ādam pun dapat mengalahkan Mūsā.

Imām at-Tirmidzī dan an-Nasā’ī meriwayatkan hadits tersebut dari Yaḥyā bin Ḥubaib bin ‘Adī. Dari Ma‘mar bin Sulaimān, dari bapaknya, dari al-A‘masy. (749) At-Tirmidzī berkata: “Hadits ini gharīb jika diriwayatkan dari jalur Sulaimān at-Taimī dari al-A‘masy.” Dia juga berkata: “Sebagian ahli hadits meriwayatkannya dari jalur al-A‘masy, dari Abū Shāliḥ, dari Abū Sa‘īd.

Saya (penulis) berkata: “Demikian juga al-Ḥāfizh Abū Bakar al-Bazzār di dalam Musnad-nya (7510) meriwayatkan dari Muḥammad bin Mutsannā, dari Mu‘ādz bin Asad, dari al-Fadhl bin Mūsā, dari al-A‘masy, dari Abū Shāliḥ, dari Abū Sa‘īd.”

Al-Bazzār (7611) juga meriwayatkan hadits tersebut. Dia menuturkan: Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Alī al-Fallās, telah menceritakan kepada kami Abū Mu‘āwiyah, dari al-A‘masy, dari Abū Shāliḥ, dari Abū Hurairah atau Abū Sa‘īd, dari Nabi s.a.w., lalu ia menyebutkan hadits serupa.

Imām Aḥmad berkata (7712): Telah menceritakan kepada kami Sufyān, dari ‘Amru, dia mendengar dari Thāwus, dia mendengar dari Abū Hurairah, dia berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Nabi Ādam, dan Nabi Mūsā saling berdebat. Mūsā berkata: “Wahai Ādam, engkau adalah bapak kami. Engkau telah menjadikan kami rugi dan menjadikan kami keluar dari surga.” Maka Ādam pun berkata: “Wahai Mūsā, engkau adalah orang yang telah Allah pilih untuk diajak bicara dengan-Nya,” dan di kesempatan lain dia berkata: “dengan risalah-Nya, dan Dia menulis dengan tangan-Nya untukmu. Akankah engkau mencelaku dengan suatu perkara yang Allah telah takdirkan sejak empat puluh tahun sebelum aku diciptakan?”.Beliau menambahkan:Ādam mendebat Mūsā, Ādam mendebat Mūsā.

Demikian juga Imām al-Bukhārī (7813) meriwayatkan hadits ini dari ‘Alī bin al-Madīnī, dari Sufyān, dia berkata: Kami menghafalnya dari ‘Amru, dari Thāwus, aku mendengar Abū Hurairah dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Ādam dan Mūsā saling berdebat. Mūsā mengatakan: “Wahai Ādam, engkau adalah bapak kami. Sungguh engkaulah yang telah menelantarkan kami dan mengusir kami dari surga.” Ādam menjawab: “Wahai Mūsā, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya, dan Allah telah memberi catatan-catatan untukmu dengan tangan-Nya. Apakah kamu mencelaku dengan suatu hal yang telah Allah takdirkan empat puluh tahun bagiku sebelum Dia menciptakanku?” Ādam akhirnya bisa mengalahkan debat Mūsā (beliau ucapkan tiga kali).

Sufyān mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abuz-Zanād dari al-A‘raj dari Abū Hurairah dari Nabi s.a.w. yang semisalnya.

Al-Jamā‘ah (kecuali Ibnu Mājah) meriwayatkan hadits serupa dari sepuluh jalur. Dari Sufyān bin ‘Uyainah, dari ‘Amru bin Dīnār, dari ‘Abdullāh bin Thāwus, dari bapaknya, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w. (7914)

Imām Aḥmad berkata (8015): Telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ur-Raḥmān, telah menceritakan kepada kami Ḥammād, dari ‘Ammār, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Mūsā bertemu Ādam, lalu ia berkata: “Engkau Ādam yang Allah telah ciptakan dengan tangan-Nya, menyuruh malaikat untuk sujud kepadamu, serta telah menempatkanmu di surga. Kemudian engkau lakukan hal itu (makan buah khuldi)?” Maka Ādam menjawab: “Engkau Mūsā yang Allah telah ajak bicara secara langsung dan memilihmu serta menurunkan kepadamu kitab Taurāt. Apakah aku lebih dahulu diciptakan atau takdir yang telah ditetapkan?” Mūsā berkata: “Tidak, bahkan, takdir yang lebih dahulu ditetapkan.” Maka Ādam mengalahkan argumentasi Mūsā.

Imām Aḥmad berkata (8116): Telah menceritakan kepada kami ‘Affān, telah menceritakan kepada kami Ḥammād, dari ‘Ammār bin Abī ‘Ammār, dari Abū Hurairah, dari Nabi s.a.w. Dan Ḥumaid dari al-Ḥasan, dari seorang lelaki – ada yang menyebutkan bahwa laki-laki itu bernama Ḥammād, namun aku memprediksinya justru Jundub bin ‘Abdullāh al-Bajālī – dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Mūsā bertemu dengan Ādam.” Lalu dia menyebutkan keseluruhan hadits. Dari jalur ini, Imām Aḥmad meriwayatkannya sendirian.

Imām Aḥmad berkata (8217): Telah menceritakan kepada kami Ḥusain, telah menceritakan kepada kami Jarīr – dia adalah Ibnu Ḥāzim – dari Muḥammad – dia adalah Ibnu Sīrīn – , dari Abū Hurairah, dia berkata bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Mūsā bertemu dengan Ādam, lalu Mūsā berkata: “Engkau Ādam yang Allah telah ciptakan dengan tangan-Nya, memasukkanmu ke dalam surga-Nya, dan menjadikan para malaikat bersujud kepadamu, lalu engkau melakukan apa yang telah engkau lakukan?!” Maka Ādam berkata kepada Mūsā” “Engkau yang Allah telah ajak bicara (langsung), dan menurunkan kepadamu kitab Taurāt?” Mūsā menjawab: “Ya,” Ādam melanjutkan perkataannya: “Maka apakah engkau dapatkan apa yang aku lakukan telah tertulis di dalamnya sebelum aku diciptakan?” Mūsā menjawab: “Ya,” Kemudian Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Maka Ādam mengalahkan argumentasi Mūsā ‘alaihimās-salām.

Demikian juga Ḥammād bin Zaid meriwayatkannya dari Ayyūb, dan Hisyām meriwayatkannya dari Muḥammad bin Sīrīn, dari Abū Hurairah secara marfū‘. Demikian pula ‘Alī bin ‘Āshim meriwayatkannya dari Khālid dan Hisyām, dari Muḥammad bin Sīrīn. Dari jalur-jalur periwayatan ini sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan oleh al-Bukhārī dan Muslim. (8318).

Ibnu Abī Ḥātim berkata (8419): Telah menceritakan kepada kami Yūnus bin ‘Abd-il-A‘la, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab, telah menceritakan kepada saya Anas bin ‘Iyādh, dari al-Ḥārits bin Abū Diyāb, dari Yazīd bin Hurmūz, saya mendengar Abū Hurairah berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ādam dan Mūsā saling berdebat di hadapan Rabb mereka, dan Ādam pun membalas argumentasi Mūsā. Mūsā berkata: “Wahai Ādam, engkau orang yang telah Allah ciptakan dengan tangan-Nya sendiri, meniupkan rūḥ-Nya kepadamu, memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu, dan menjadikanmu tinggal di dalam surga, kemudian engkau menurunkan manusia ke bumi karena kesalahan yang telah engkau lakukan?” Ādam menjawab: “Engkau adalah Mūsā yang telah Allah pilih dengan risālah dan kalām-Nya, dan memberikan lembaran-lembaran kepadamu yang di dalamnya berisi penjelasan segala sesuatu, dan telah mendekatkanmu kepada-Nya di waktu engkau bermunajat? Tahukah engkau, berapa lama Allah menetapkan takdir-Nya sebelum menciptakan Taurāt?” Mūsā menjawab: “Empat puluh tahun.” Ādam berkata: “Apakah di dalam Taurāt engkau mendapatkan kalimat: “Dan durhakalah Ādam kepada Rabb-nya, dan tersesatlah dia?” Mūsā menjawab: “Ya”. Ādam berkata: “Jika demikian, apakah engkau akan mencelaku karena perbuatan yang telah ditakdirkan oleh Allah s.w.t. bagiku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?” Abū Hurairah berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Lalu Ādam mampu mengalahkan (argumentasi) Mūsā.

Al-Ḥārits berkata: ‘Abd-ur-Raḥmān bin Hurmūz telah menceritakan hal itu kepadaku, dari Abū Hurairah, dari Rasūlullāh s.a.w. Imām Muslim (8520) meriwayatkan hadits tersebut dari Isḥāq bin Mūsā al-Anshārī, dari Anas bin ‘Iyādh, dari al-Ḥārits bin ‘Abd-ur-Raḥmān bin Abī Zubāb, dari Yazīd bin Hurmūz dan al-A‘rāj, dan keduanya dari Abū Hurairah dari Nabi s.a.w.

Imām Aḥmad berkata (8621): Telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ur-Razzāq, telah mengabarkan kepada kami Ma‘mar, dari az-Zuhrī, dari Abū Salamah, dari Abū Hurairah, dia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ādam dan Mūsā saling beradu argumentasi. Mūsā berkata kepada Ādam: “Wahai Ādam, engkaulah orang yang telah memasukkan keturunanmu ke dalam neraka.” Lalu Ādam ganti berkata kepada Mūsā: “Wahai Mūsā. Allah telah memilihmu dengan risālah dan kalām-Nya (diajak bicara secara langsung), dan Allah juga telah menurunkan kepadamu Taurāt. Maka, apakah engkau dapati bahwa aku turun (dari surga)?” Mūsā menjawab: “Ya”.” Beliau s.a.w. melanjutkan sabdanya: “Maka Ādam mampun mengalahkan (argumentasi) Mūsā.” Hadits ini sesuai dengan syarat al-Bukhārī dan Muslim, namun mereka tidak meriwayatkannya dengan redaksi ini. Akan tetapi kalimat: “Dan engkau orang yang telah memasukkan keturunanmu ke dalam neraka,” adalah mungkar.

Demikianlah jalur periwayatan hadits tersebut yang diriwayatkan dari Abū Hurairah, demikian juga Ḥumaid bin ‘Abd-ur-Raḥmān, Dzakwān Abū Shāliḥ as-Sammān, Thāwus bin Kaisān, ‘Abd-ur-Raḥmān bin Hurmūz, al-A‘rāj, ‘Ammār bin Abī ‘Ammār, Muḥammad bin Sīrīn, Hammām bin Munabbih, Yazīd bin Hurmūz, dan Abū Salamah bin ‘Abd-ir-Raḥmān.

Al-Ḥāfizh Abū Ya‘lā al-Maushūlī di dalam Musnad-nya (8722) meriwayatkan hadits tersebut dari Amīr-ul-Mu’minīn ‘Umar bin Khaththāb r.a. Dia (Abū Ya‘lā) berkata: Telah mencerita kepada kami al-Ḥārits bin Miskīn al-Mishrī, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh bin Wahab, telah menceritakan kepadaku Hisyām bin Sa‘ad, dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya, dari ‘Umar bin Khaththāb r.a., dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: “Nabi Mūsā berdoa: “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami Ādam; sosok yang telah mengeluarkan kami dan dirinya sendiri dari surga.” Kemudian Allah menampakkan Ādam kepadanya, lalu Mūsā bertanya: “Apakah anda Ādam?” Ādam menjawab: “Ya.” Mūsā berkata: “Apakah engkau orang yang telah Allah tiupkan rūḥ-Nya kepadamu, memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan mengajarkan seluruh nama-nama kepadamu?” Ādam menjawab: “Ya, benar.” Mūsā berkata: “Lantas, apa yang membuatmu mengeluarkan kami dan dirimu sendiri dari surga?” Ādam balik bertanya kepada Mūsā: “Sebenarnya, siapa dirimu ini?” Mūsā menjawab: “Saya Mūsā.” Ādam bertanya: “Apakah dengan adalah Mūsā; seorang Nabi yang diutus di tengah-tengah Bani Isrā’īl? Apakah engkau yang telah diajak berbicara dirimu dan diri-Nya seorang utusan pun dari makhluk-Nya?” Mūsā menjawab: “Ya.” Ādam bertanya: “Apakah engkau mencelaku karena suatu perkara yang telah ditakdirkan oleh Allah atasku?!”.” Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Lalu Ādam mampu mengalahkan (sanggahan) Mūsā.

Abū Dāūd (8823) meriwayatkan hadits tersebut dari Aḥmad bin Shāliḥ al-Mishrī, dari Ibnu Wahab.

Abū Ya‘lā berkata: (8924) Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin al-Mutsannā, telah menceritakan kepada kami ‘Abd-ul-Mālik bin ash-Shibāḥ al-Misma‘ī, telah menceritakan kepada kami ‘Imrān, dari ar-Rudainī bin Abī Majlaz, dari Yaḥyā bin Ya‘mar, dari ibnu ‘Umar, dari ‘Umar – ada yang mengatakan bahwa dia adalah Abū Muḥammad, dan saya sangat optimis bahwa ini marfū‘-, dia berkata: “Ādam dan Mūsā saling bertemu, lalu Mūsā berkata kepada Ādam: “Wahai Ādam, engkau adalah bapak seluruh manusia. Allah telah menjadikanmu untuk tinggal di dalam surga-Nya dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu.” Ādam menjawab: “Wahai Mūsā, tahukah engkau apa yang telah ditakdirkan atasku?” Kemudian s.a.w. bersabda: “Lalu Ādam mengalahkan Mūsā, lalu Ādam mengalahkan Mūsā.” Status sanad hadits ini lā ba’sa bih (tidak masalah), Wallāhu a‘lam.

Mengenai hadits ini, riwayat al-Fadhl bin Mūsā telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya dari al-A‘masy, dari Abū Shāliḥ, dari Abū Sa‘īd, dan riwayat Imām Aḥmad dari ‘Affān, dari Ḥammād bin Salamah, dari Ḥumaid, dari al-Ḥasan, dari seseorang – ada yang mengatakan dia adalah Ḥammād, namun saya yakin bahwa dia adalah Jundub bin ‘Abdullāh al-Bajālī – dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: “Sesungguhnya Ādam bertemu dengan Mūsā.” Kemudian beliau menyebutkan hadits tersebut.

Persepsi manusia sangat beraneka ragam dalam memahami hadits ini. Seperti golongan Qadariyyah, mereka menolak hadits tersebut karena mengandung penetapan takdir sebelumnya. Sedangkan golongan Jabariyyah menerimanya sebagai dalil, yakni sabda Nabi s.a.w. yang secara langsung dapat dipahami, yang berbunyi: “Lalu Ādam mampu mengalahkan Mūsā.” Dengan alasan bahwa takdirnya telah mendahului dirinya. Dan jawaban dari pertanyaan ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Kelompok yang lain berkata: “Sesungguhnya Ādam mendebat Mūsā karena Mūsā mencelanya atas kesalahan yang pernah dilakukan oleh Ādam, padahal Ādam telah bertaubat darinya. Sedangkan orang yang bertaubat dari kesalahan yang pernah dilakukannya bagikan orang yang tidak berdosa.”

Pendapat lain mengatakan bahwa: “Sesungguhnya Ādam mendebat Mūsā karena dia (Ādam) lebih tua dan lebih besar darinya.” Ada yang mengatakan: “Karena Ādam adalah bapaknya.” Sedangkan orang yang bertaubat dari kesalahan yang pernah dilakukannya bagaikan orang yang tidak berdosa.”

Pendapat lain mengatakan bahwa: “Sesungguhnya Ādam mendebat Mūsā karena dia (Ādam) lebih tua dan lebih besar darinya.” Ada yang mengatakan: “Karena Ādam adalah bapaknya.” Ada juga yang mengatakan: “Karena mereka berdua berada dalam syariat yang berbeda.” Ada pula yang berpendapat: “Karena mereka berdua berada di alam barzakh dan hukum taklīf (beban) telah terputus darinya, sebagaimana yang mereka yakini.”

Taḥqīq dari hadits tersebut adalah, bahwa hadits ini diriwayatkan dengan berbagai macam redaksi. Sebagiannya diriwayatkan sekedar berdasarkan kesamaan makna; padahal di dalamnya banyak hal yang perlu dikoreksi. Dan kebanyakan yang menerangkan hal itu terdapat di dalam Shaḥīḥ al-Bukhārī dan Muslim, dan juga yang lainnya, di mana disebutkan bahwa Mūsā mencela Ādam karena perbuatannya yang menyebabkan dirinya dan anak cucunya dikeluarkan dari surga. Sehingga Ādam berkata kepada Mūsā: “Saya tidak mengeluarkan kalian dari surga, akan tetapi yang mengeluarkan kalian darinya adalah yang telah memerintahkanku (Allah) untuk keluar dari surga, karena aku memakan buah pohon terlarang tersebut. Dialah yang memerintahkanku, memutuskan, dan menetapkan takdirku sebelum aku diciptakan. Dia adalah Allah ‘azza wa jalla. Lantas, bagaimana mungkin kau mencelaku atas perbuatan yang tidak dinisbatkan kepadaku dibandingkan dari surga itu bukan kehendakku sendiri. Sesungguhnya aku belum pernah mengeluarkan kalian dan diriku dari surga, namun hal ini semua merupakan takdir dan ketetapan dari Allah ‘azza wa jalla, dan di balik kejadian itu pasti ada hikmahnya.” Oleh karena itulah, Ādam mampu mengalahkan Mūsā.

Barang siapa yang mengingkari hadits ini, sungguh dia adalah seorang pembangkang. Karena hadits ini mutawātir dari Abū Hurairah r.a. Oleh karena itu, hendaklah engkau bersikap adil, menjaga, dan menekuninya. Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat yang lain, sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Barang siapa yang menafsirkan hadits tersebut dengan tafsiran-tafsiran yang telah kami sebutkan di atas, maka akan sangat jauh dari makna dan lafazhnya, dan dari pendapat kelompok yang lebih kuat argumennya dibandingkan kelompok Jabariyyah. Karena apa yang mereka katakan, perlu ditinjau ulang dari berbagai segi:

Pertama, sesungguhnya Mūsā a.s. tidak mencela seseorang yang telah bertaubat dari kesalahan yang dilakukannya.

Kedua, bahwa dia telah membunuh jiwa yang tidak diperintahkan untuk dibunuhnya. Padahal dia sendiri telah memohon ampun kepada Allah sebagaimana dalam firman-Nya: “(Mūsā berdoa): “Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.” Maka Dia (Allah) Mengampuninya.” (QS. al-Qashash [28]: 16).

Ketiga, seandainya jawaban dari celaan atas perbuatan tersebut karena takdir yang telah ditetapkan oleh Allah kepada hamba-Nya, maka hal ini akan membuka pintu bagi setiap orang yang dicela atas perbuatan buruk yang dilakukannya, sehingga dia akan berḥujjah dengan takdir yang berakibat ditegakkannya qishāsh dan ḥudūd (hukuman). Seandainya takdir itu bisa dijadikan ḥujjah (alasan), maka setiap orang yang melakukan perkara besar atau kecil akan berḥujjah dengannya. Dan jelas, hal ini akan menimbulkan kekacauan yang luar biasa. Oleh sebab itu, sebagian ulama’ berkata bahwasanya jawaban yang diberikan oleh Ādam berupa ḥujjah dengan takdir, karena musibah yang dialaminya; bukan karena maksiat yang dia lakukan. Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Catatan:

  1. 66). HR. al-Bukhārī (4738).
  2. 67). HR. Muslim (2652), an-Nasā’ī (11329).
  3. 68). Lihat: Tuḥfat-ul-Asyrāf (11/65).
  4. 69). HR. Aḥmad (2/268).
  5. 70). HR. Muslim (2652).
  6. 71). HR. Aḥmad (2/264).
  7. 72). HR. al-Bukhārī (4309), HR. Muslim (2652).
  8. 73). HR. Aḥmad (2/398).
  9. 74). HR. at-Tirmidzī (2134), an-Nasā’ī (11443), dan di-shaḥīḥ-kan oleh al-Albānī di dalam Shaḥīḥ Sunan at-Tirmidzī (1733).
  10. 75). Al-Bazzār (2147).
  11. 76). Al-Bazzār (2148).
  12. 77). HR. Aḥmad (2/248),
  13. 78). HR. al-Bukhārī (6614).
  14. 79). HR. al-Bukhārī (6614), HR. Muslim (2652), Abū Dāūd (4701), an-Nasā’ī (11187), dan Ibnu Mājah (80). Di dalam kitab-kitab mereka tidak disebutkan seorang perawi yang bernama ‘Abdullāh binn Thāwus. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Mājah sebagaimana yang anda lihat, bukan dari at-Tirmidzī.
  15. 81). HR. Aḥmad (2/464).
  16. 81). HR. Aḥmad (2/464).
  17. 82). HR. Aḥmad (2/392).
  18. 83). HR. Ibnu ‘Asākir (7/448-449).
  19. 84). Tafsīru Ibni Abī Ḥātim (13550).
  20. 85). HR. Muslim (2652).
  21. 86). HR. Aḥmad (2/268).
  22. 87). Abū Ya‘lā (243), dan di-shaḥīḥ-kan oleh al-Albānī di dalam Silsilah Ḥadīts Shaḥīḥ. (1702).
  23. 88). HR. Abū Dāūd (4701), dan di-shaḥīḥ-kan oleh al-Albānī di dalam Shaḥīḥ Sunan Abī Dāūd.
  24. 89). Abū Ya‘lā (244).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *