Hati Senang

1-16 Allah s.w.t. Ada & Tidak Ada Sesuatu Pun Selain Dia – Al-Hikam – Ulasan Syaikh Ahmad Zarruq

AL-ḤIKAM
IBN ‘ATHĀ’ILLĀH
(Diterjemahkan dari: Ḥikamu Ibni ‘Athā’illāh: Syarḥ-ul-‘Ārif bi Allāh Syaikh Zarrūq)


Ulasan al-‘Arif Billah
Syekh Ahmad Zarruq

Penerjemah: Fauzi Bahreisy dan Dedi Riyadi
Penerbit: Qalam (PT Serambi Semesta Distribusi).

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ أَظْهَرَ كُلَّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin dikatakan bahwa Dia terhijab sesuatu sedangkan Dialah yang menampakkan segala sesuatu.”

Sesungguhnya Dialah yang menampakkan segala sesuatu dari ketiadaan kepada wujūd. Ini merupakan dalil bagi segala maujūd, karena ia dikhususkan dengan kehendak-Nya, ditampakkan dengan kekuasaan-Nya, dikokohkan dengan hikmah-Nya, dan Dia tajallī di dalamnya dengan kasih-sayangNya.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ ظَهَرَ بِكُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana bisa dipahami bahwa Dia terhalang sesuatu padahal Dia adalah yang tersingkap oleh segala sesuatu.”

Dia menjadi tampak dari sisi pengartian atau pengetahuan, karena Dialah yang menampakkan segala sesuatu dari ketiadaan. Ini menunjukkan bahwa Dia sendirian, satu-satunya pemilik kesempurnaan, keabadian, dan keazalian. Seorang penyair bertutur:

Pada segala sesuatu ada tanda bagi-Nya
Yang menunjukkan bahwa Dia hanya satu.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ ظَهَرَ فِيْ كُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin mereka menyebutkan bahwa Dia dihijabi sesuatu, sedangkan Dialah yang tampak dalam segala sesuatu?”

Maksudnya, Dia menjadi zhahir di dalamnya dengan apa yang Dia tampakkan berupa jejak-jejak kekuasaan-Nya, dan pengkhususan kehendak-Nya, dan dalil-dalil kebijaksanaan-Nya, dan saksi-saksi rahmat-Nya sehingga Dia menjadi cermin bagi siapa pun yang hendak meraih makrifat kepada-Nya.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ ظَهَرَ لِكُلّ شَيْءٍ.

“Bagaimana bisa dimengerti bahwa Dia terhalang sesuatu, padahal Dia yang menampakkan segala sesuatu?”

Dia menjadi tampak untuknya dengan apa yang tampak di dalamnya. Maka, seorang hamba mengenal Dia sesuai dengan kemampuannya dan sebatas pengenalan yang Dia berikan kepadanya. Karena itulah dikatakan: “Tidaklah sempurna kecuali orang yang mengenal Dia sesuai dengan kemampuannya.” Karena itu, tidak dimaklumi orang kafir karena pembangkangannya.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ الظَّاهِرَ قَبْلَ وَجُوْدِ كُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin digambarkan bahwa Dia terhalang sesuatu, padahal Dia nampak sebelum segala sesuatu ada?”

Sebab, Dialah yang melahirkan segala sesuatu sebelum keberadaan mereka. Dia adalah yang maha pertama yang tidak ada apa pun yang membuka yang menjadi sebab wujūd-Nya. Dan tidaklah sesuatu menjadi tampak kecuali dengan penampakan yang Dia lakukan kepadanya. Pahamilah.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ الَّذِيْ أَظْهَرَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin dikatakan bahwa dia terhalang sesuatu, padahal Dia paling jelas di antara segala sesuatu?”

Dia adalah wujūd yang wajib adanya dengan dzat-Nya, sedangkan segala sesuatu menjadi ada karena Dia mengadakannya, karena Dia mewujūdkannya, sesuatu yang wajib adanya adalah yang paling tampak bagi perangkat akal selamanya, dan tidak ada keraguan atau kebingungan sedikit pun dalam hal ini. Pahamilah.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ وَاحِدُ الَّذِيْ لَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ.

“Bagaimana mungkin mereka menyebutkan bahwa Dia dihijabi sesuatu, sedangkan Dialah Yang Maha Esa yang tidak ada sesuatu pun bersama Dia.”

Tidak ada sesuatu pun yang bersama-Nya, selamanya, sebagaimana tidak ada sesuatu pun yang bersama-Nya sejak azali. Karena seluruh dan segala sesuatu adalah perbuatan-Nya dan Dia menyendiri dengan kesempurnaan. Dialah Allah. Tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. (361) Dia sekarang sebagaimana Dia dahulu dan selamanya.

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ هُوَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin mereka menyebutkan bahwa Dia dihijabi sesuatu, sedangkan Dia dekat kepadamu dari segala sesuatu.”

Dialah yang mengutak-atik dirimu dan apa pun yang ada pada dirimu dengan segala sesuatu. Pengelolaan, pengaturan-Nya atas dirimu telah ada lebih dulu sebelum adanya segala sesuatu. Dia lebih dekat kepadamu bahkan dibanding napasmu dan nafsumu. Allah berfirman: “Dan Kami lebih dekat kepadanya dibanding kalian.” (372).

 

16. كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْئٌ وَ لَوْ لاَهُ مَا كَانَ وُجُوْدُ كُلِّ شَيْءٍ.

“Bagaimana mungkin mereka menyebutkan bahwa dia dihijabi sesuatu, padahal jika tidak ada Dia, niscaya segala sesuatu tidak akan ada.”

Itu karena segala sesuatu butuh kepada-Nya, sedangkan Dia mahakaya dari membutuhkan kepada apa pun, dan karena ada sebab (‘illat) bagi penciptaan segala sesuatu, tetapi tidak ada sebab bagi penciptaan yang Dia lakukan. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi.

 

16. يَا عَجَبًا كَيْفَ يَظْهَرُ الْوُجُوْدُ فِي الْعَدَمِ

“Sungguh mengherankan! Bagaimana mungkin yang wujud menampak dalam ketiadaan?”

Sedangkan ketiadaan adalah kegelapan, dan keberadaan adalah cahaya. Seperti itulah keadaannya.

 

16. أَمْ كَيْفَ يَثْبُتُ الْحَادِثُ مَعَ مَنْ لَهُ وَصْفُ الْقِدَمِ.

“Atau bagaimana mungkin sesuatu yang baru menetap dan kokoh bersama Dia yang memiliki sifat kekal?”

Sebab, segala yang baru tidak memiliki wujud dalam dzat dan dalam sifatnya. Dan Yang Maha Kekal tidak menetap untuk sesuatu dengan menampakkan sifat-sifatNya. Dia tetap ada sebagaimana Dia ada. Ini menunjukkan bahwa yang zhahir dan tetap hanyalah Yang Maha Kekal. Ini juga menunjukkan rusaknya yang baru dan sirnanya yang baru di dalam-Nya. (383) Dikisahkan bahwa seorang laki-laki berada di depan al-Junaid, lalu ia mengucapkan “al-ḥamdulillāh” tanpa mengiringinya dengan frasa “rabb-il-‘ālamīn”. Maka, al-Junaid berkata: “Sempurnakanlah, hai saudaraku.” Laki-laki itu menjawab: “Kekuasaan apa yang dimiliki al-‘ālamīn sehingga harus disebutkan bersama-Nya?!” Al-Junaid menjawab: “Katakanlah, saudaraku, karena sesungguhnya yang baru ketika disertakan dengan yang Qadīm maka yang baru akan lenyap dan yang Qadīm akan kekal.”

Ibnu ‘Athā’illāh mengatakan dalam at-Tanwīr: “Maka apa pun selain al-Ḥaqq Yang Maha Suci tidak disifati dengan tiada dan tidak juga dengan ada, karena tidak ada sesuatu pun selain Dia yang bersama-Nya, dan karena tidak menghilang kecuali apa pun yang ada. Seandainya hijab kebingungan (wahm) diangkat, mata akan jatuh pada hilangnya segala yang bisa dilihat (a‘yān) menuju cahaya iman yang paling mulia sehingga menutupi wujud segala kejadian.” Tuntas.

Akan datang penjelasan mengenai hal ini yang lebih banyak lagi. Ini merupakan inti kitab dan saripati pemikiran. Betapa banyak yang dikhianati kebodohan tentangnya dan bertahan dalam kebodohannya, lalu menentang orang-orang yang mengetahui tentangnya hingga akhirnya ia terpeleset. Bidang ini menjadi tempat tertipunya banyak orang bodoh dan terpelesetnya kaki banyak orang. Tidak ada yang lebih bodoh selain orang yang fanatik terhadap kebatilan dan mengingkari sesuatu yang ia sendiri tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Jika Engkau mengetahui, ikutilah, jika tidak mengetahuinya, terimalah. Kau harus menyucikan dengan sempurna dan menafikan tasybih dan berpegang teguh kepada firman Allah: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (394).

Tanbīh: Ibnu ‘Athā’illāh berbicara pada bagian ini tentang mula segala permulaan dan menjelaskan pada bagian akhirnya tentang akhir segala akhir dan menghimpun di dalamnya antara syariat, hakikat, isyarat, dan bayan. Begitu pula dalam setiap pembicaraannya.

Catatan:

  1. 36). Imām al-Bukhārī meriwayatkan dalam Bad’-ul-Khalq bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Allah ada dan tidak ada sesuatu pun selain Dia. ‘Arasy-Nya ada di atas air. Dia menuliskan dalam adz-Dzikr segala sesuatu. Dia menciptakan langit dan bumi.” Dan Imām Ibn Ḥajar mengatakan dalam al-Fatḥ, sebagai penjelas dan ta‘līq untuk hadits mulia dalam riwayat berikut ini pada bab tauhid: “Dan tidak ada sesuatu pun sebelum Dia.” Dan pada riwayat selain Bukhārī: “Dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya” dan kisah itu merupakan satu kesatuan. Maka, besar kemungkinan periwayatan hadits ini adalah periwayatan makna. Mungkin perawi mengambilnya dari sabda Nabi s.a.w. dalam doanya pada shalat malam sebagaimana terdahulu dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās: “Engkau adalah yang Maha Pertama hingga tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu”, tetapi periwayatan sebelumnya lebih jelas. Di dalamnya ada dalil bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu pun selain Dia, tidak air, tidak pula ‘Arasy, tidak pula selain keduanya, karena semua itu adalah selain Allah. Dan ucapan beliau “‘Arasy-Nya di atas air” mengandung arti bahwa Dia menciptakan air lebih dulu kemudian menciptakan ‘Arasy di atas air. Dalam kisah riwayat Nāfi‘ ibn Zaid al-Ḥumairī disebutkan dengan lafal: “‘Arasy-Nya di atas air, kemudia Dia menciptakan qalam, lalu berfirman: tulislah (segala yang kemudian ada) lalu Dia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu di dalamnya, lalu menjelaskan urutan penciptaan makhluk setelah air dan ‘Arasy.”
  2. 37). “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kalian, hanya saja kalian tidak melihat.” (Q.S. al-Wāqi‘ah [56]: 85). Dan Allah juga berfirman: “Dan Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan dirinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Q.S. Qāf [50]: 16).
  3. 38). Semua itu tidak dimaksudkan lebih banyak dari pengertian bahwa apa pun yang tidak memiliki wujud pada dzatnya maka ia tiada. Dalam keadaan itu ia mengada dengan pengadaan Allah kepadanya. Ia terus ada karena Allah menahan keberadaannya. “Sesungguhnya Allah memegang langit dan bumi hingga keduanya tidak bergeser”. Jika tidak ditahan oleh Allah, ia kembali pada asalnya, yaitu tiada.
  4. 39). Q.S. asy-Syūrā [42]: 11.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.