BAGIAN PERTAMA
SANG PEWARIS NABI SUCI
JEJAK HIDUP SANG PEMBEDA
Al-Faruq, Abu Hafsh, Amir al-Mu’minin.
Al-Fārūq – sang pembeda. Demikian julukan yang diberikan Rasulullah untuk ‘Umar, karena ia dapat membedakan yang benar dan yang batil, yang baik dan yang buruk. ‘Umar sangat menyukai dan kerap memakai julukan ini. Rasulullah berkata: “Allah telah menempatkan kebenaran di lisan dan hati ‘Umar. Dialah al-Fārūq, yang membedakan atau memisahkan yang hak dan yang batil. (21).
Namun, sebagian kalangan mengartikan al-Fārūq sebagai penjaga Rasulullah dan pencerai-berai barisan kaum kafir, musuh yang senantiasa membangkang dan melawan dakwah Rasul. Pada masa-masa awal memeluk Islam, ‘Umar bertanya kepada Rasul: “Wahai Rasulullah, bukankah hidup dan mati kita dalam kebenaran?” Rasul menjawab: “Ya! Demi Allah, hidup dan mati kita dalam kebenaran.” ‘Umar kembali berkata: “Jika demikian, mengapa kita sembunyi-sembunyi dalam mendakwahkan ajaran kita? Demi Dzat yang mengutusmu atas nama kebenaran, sudah saatnya kita keluar!” (32)
Setelah itu, Nabi keluar dengan dua barisan sahabat. ‘Umar dan Hamzah – dua sosok yang ditakuti dan disegani Quraisy – memimpin setiap barisan. Ketika mereka memasuki Ka‘bah, tak satu pun orang Quraisy berani mengganggu mereka. Karena itulah ‘Umar dipanggil al-Fārūq.
‘Umar juga dijuluki Abū Ḥafsh – ayah Hafshah, perempuan mulia yang kemudian menjadi istri Rasulullah. Pernikahan Rasulullah dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih Rasul kepada seorang mu’minah yang telah menjanda karena ditinggal mati suaminya, Khunais ibn Hudzaifah al-Sahami, yang berjihad di jalan Allah dan gugur pada Perang Badar. ‘Umar sangat sedih melihat putrinya jadi janda di usianya yang masih muda.
‘Umar berniat menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang saleh agar hati ‘Umar kembali tenang. Untuk itu, ‘Umar pergi ke rumah Abu Bakar dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya itu. Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun. Kemudian ‘Umar menemui ‘Utsman ibn ‘Affan dengan permintaan yang sama. Tapi ‘Utsman ketika itu masih berkabung karena istrinya, Ruqayah bint Muhammad, baru saja meninggal dunia. ‘Utsman pun menolak permintaan ‘Umar. ‘Umar kecewa. Ia lalu menemui Rasulullah, mengadukan sikap kedua sahabatnya itu. Mendengar penuturan ‘Umar, Rasulullah berkata: “Hafshah akan menikah dengan lelaki yang lebih baik daripada ‘Utsman dan Abu Bakar. ‘Utsman pun akan menikah dengan perempuan yang lebih baik daripada Hafshah.” ‘Umar langsung mengerti bahwa Nabi sendiri yang akan meminang putrinya itu. (43)
‘Umar juga dicatat sebagai orang yang pertama kali digelari Amīr-ul-Mu’minīn – Pemimpin orang beriman. Seorang utusan dari ‘Iraq datang menghadap ‘Umar untuk memberitakan keadaan wilayah pemerintahan ‘Iraq. Saat tiba di Madinah, utusan itu masuk ke masjid dan bertemu dengan ‘Amr ibn ‘Ash. Ia bertanya tentang Khalifah ‘Umar: “Wahai ‘Amr, maukah engkau mengantarku menghadap Amirul Mu’minin ?” ‘Amr balik bertanya: “Mengapa kau memanggil khalifah dengan Amirul Mu’minin?” Utusan itu menjawab: “Ya, karena ‘Umar adalah pemimpin (amīr), sementara kita adalah orang-orang beriman (mu’minīn).” ‘Amr menilai panggilan itu sangat baik. “Demi Allah, tepat sekali engkau menyebutkan namanya.” Sejak itu, gelar Amirul Mu’minin lekat pada ‘Umar dan para khalifah sesudahnya. (54).
Catatan: