Qiyas, apabila bertentang dengan nash-nash syar‘i, maka qiyas itu menjadi rusak. Sedangkan Iblis sendiri rusak, karena tanah lebih bermanfaat dan lebih baik dibandingkan api. Karena tanah mengandung kelembutan, kemurahan hati, kesabaran, dan perkembangan. Sedangkan api mengandung kegegabahan, kesilauan, kecepatan, dan pembakaran. Di samping itu, Allah telah memuliakan Adam dengan cara Dia menciptakannya sendiri dan dengan tangan-Nya sendiri, lalu meniupkan sebagian roh-Nya kepadanya. Oleh karena itu, Dia memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadanya, sebagaimana firman-Nya:
وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلآئِكَةِ إِنِّيْ خَالِقٌ بَشَرًا مِّنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُوْنٍ. فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَ نَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهُ سَاجِدِيْنَ. فَسَجَدَ الْمَلآئِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُوْنَ. إِلَّا إِبْلِيْسَ أَبى أَنْ يَكُوْنَ مَعَ السَّاجِدِيْنَ. قَالَ يَا إِبْلِيْسُ مَا لَكَ أَلَّا تَكُوْنَ مَعَ السَّاجِدِيْنَ. قَالَ لَمْ أَكُنْ لِأَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُوْنٍ. قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيْمٌ. وَ إِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu berfirman kepada para malaikat: “Sungguh, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali Iblīs. Ia enggan ikut bersama-sama para (malaikat) yang sujud itu. Dia (Allah) berfirman: “Wahai Iblīs! Apa sebabnya kamu (tidak ikut) sujud bersama mereka?” Ia (Iblīs) berkata: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” Dia (Allah) berfirman: “(Kalau begitu) keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari Kiamat.”
(al-Ḥijr [15]: 28-35).
Maka, pantaslah Iblīs mendapatkan hal itu dari Allah, karena dia enggan untuk sujud kepada Ādam lantaran menganggap dirinya lebih mulia dari Ādam, dan menentang perintah dari Allah ‘azza wa jalla, serta pembangkangannya dari kebenaran (berupa sujud kepada Ādam) sebagaimana yang disebutkan di dalam nash tersebut sangat jelas sekali. Bahkan Iblīs pun mengutarakan alasan yang sangat tidak bermanfaat, bahkan alasan yang diucapkan tersebut lebih besar dari dosa yang dilakukannya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah di dalam Sūrat-ul-Isrā’:
وَ إِذْ قُلْنَا لِلْمَلآئِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوْا إِلَّا إِبْلِيْسَ قَالَ أَأَسْجُدُ لِمَنْ خَلَقْتَ طِيْنًا. قَالَ أَرَأَيْتَكَ هذَا الَّذِيْ كَرَّمْتَ عَلَيَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُ إِلَّا قَلِيْلًا. قَالَ اذْهَبْ فَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَآؤُكُمْ جَزَاءً مَّوْفُوْرًا. وَ اسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَ أَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَ رَجِلِكَ وَ شَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَ الْأَوْلاَدِ وَ عِدْهُمْ وَ مَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُوْرًا. إِنَّ عِبَادِيْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَ كَفَى بِرَبِّكَ وَكِيْلًا.
“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu semua kepada Ādam”, lalu mereka sujud, kecuali Iblīs. Ia (Iblīs) berkata: “Apakah aku harus bersujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” Ia (Iblīs) berkata: “Terangkanlah kepadaku, inikah yang lebih Engkau muliakan daripada aku? Sekiranya Engkau memberi waktu kepadaku sampai hari Kiamat, pasti akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil”. Dia (Allah) berfirman: “Pergilah, tetapi barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sungguh, neraka Jahannamlah balasanmu semua, sebagai pembalasan yang cukup. Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (Iblīs) sanggup dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah pasukanmu terhadap mereka, yang berkuda dan yang berjalan kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak lalu beri janjilah kepada mereka.” Padahal syaithān itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka. “Sesungguhnya (terhadap) hamba-hambaKu, engkau (Iblīs) tidaklah dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga.” (al-Isrā’ [17]: 61-65).
Dan firman-Nya:
وَ إِذْ قُلْنَا لِلْمَلآئِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوْا إِلَّا إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ وَ ذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُوْنِيْ وَ هُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلًا
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Ādam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblīs. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Rabb-nya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblīs itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zhalim.” (al-Kahfi [18]: 50).
Yakni, Iblīs keluar dari ketaatan kepada Allah dengan sengaja dan pembangkangan, serta menyombongkan diri dari melaksanakan perintah-Nya. Hal itu terjadi karena dia telah mengkhianati tabiatnya sendiri, dan unsur api yang ada dalam dirinya sangat membantu untuk melakukan pembangkangan tersebut, karena dia adalah makhluk yang diciptakan dari api sebagaimana yang disebutkan di atas. Sebagaimana yang disebutkan dalam Shaḥīḥ Muslim, (171) dari ‘Ā’isyah r.a. dari Rasūlullāh s.a.w., beliau bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُوْرٍ وَ خُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَ خُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ.
“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Ādam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) kepada kalian.”
Al-Ḥasan al-Bashrī berkata: “Iblīs tidak termasuk bangsa malaikat sama sekali.” Syahr bin Ḥuasyab berkata: Iblīs itu termasuk bangsa jin. Ketika jin dan Iblīs melakukan kerusakan di muka bumi, Allah mengutus bala tentaranya dari kalangan malaikat untuk membunuh mereka, dan mereka pun terbunuh dan dibuang di tepi pantai. Di antara Iblīs ada yang tertawan oleh para malaikat lalu merekapun membawanya ke langit. Ketika sampai di langit, para malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Ādam, namun Iblīs enggan untuk sujud kepadanya.”
Ibnu Mas‘ūd, Ibnu ‘Abbās, sekelompok shahabat, Sa‘īd bin Musayyab, dan yang lainnya berkata: “(Dahulu) Iblīs adalah pemimpin para malaikat di langit dunia.” Ibnu ‘Abbās berkata: “Dia (Iblīs) bernama ‘Azāzīl.” Dalam keterangan lain yang diriwayatkan darinya disebutkan: “Dia bernama al-Ḥārits.”
An-Niqāsy berkata: “Nama panggilannya (kunyah) adalah Abū Kurdūs.” Ibnu ‘Abbās menambahkan: “Ada sebagian kelompok malaikat yang disebut dengan al-Ḥinnu. Dia adalah juru bicara jin, dan termasuk tokoh mereka, serta yang paling banyak ilmu dan ibadahnya. Dia termasuk yang mempunyai empat sayap, namun Allah merubahnya menjadi syaithan yang terkutuk.” (182).
Allah s.a.w. berfirman: (Ingatlah) ketika Rabb-mu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” Maka apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblīs. Dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang kafir. Allah berfirman: “Hai Iblīs, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” Iblīs berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” Iblīs berkata: “Wahai Rabb-ku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.” Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” Iblīs menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlish (sebenarnya mukhlash – yang dianugerahi keikhlasan – S.H.) di antara mereka. Allah berfirman: “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan.” Sesungguhnya Aku pasti akan menenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya. (Shād [38]: 71-85).
Allah s.w.t. juga berfirman: di dalam Sūrat-ul-A‘rāf: (Iblīs) menjawab: “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (al-A‘rāf [7]: 16-17).
Yakni karena Engkau (Allah) menghukum saya tersesat, maka akan saya palingkan mereka setiap saat, dan akan saya datangi mereka dari segala arah. Sungguh, orang yang menyelisihi Iblīs akan bahagia, dan orang yang mengikutinya akan sengsara.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imām Aḥmad. (193) Telah menceritakan kepada kami Hāsyim bin al-Qāsim, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abū ‘Uqail yaitu ‘Abdullāh bin ‘Uqail ats-Tsaqafī, telah menceritakan kepada kami Mūsā bin al-Musayyab, telah mengabarkan kepadaku Sālim bin Abul-Ja‘d, dari Sabrah bin Sabrah bin Abī Fakīh, ia berkata: Saya mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Syaithan menghalangi anak Ādam dari banyak jalan (arah).” Kemudian ia menyebutkan hadits sebagaimana yang telah kami sebutkan dalam bab sifat-sifat Iblīs.
Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang malaikat yang diperintahkan untuk sujud kepada Ādam, apakah seluruh malaikat sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat secara umum? Itulah pendapat jumhur. Ataukah yang diperintahkan untuk sujud tersebut hanyalah malaikat yang ada di bumi? Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr (204) dari jalur adh-Dhaḥḥāk dari Ibnu ‘Abbās, namun hadits tersebut munqathi‘ (terputus) dan redaksinya mungkar, meskipun sebagian ahli hadits terkini (muta’akhkhirūn) merajihkannya. Pendapat yang paling benar adalah pendapat pertama, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits: “Dan Allah memerintahkan seluruh malaikat-Nya untuk sujud kepadamu (Ādam).” Hal ini juga bersifat umum. Wallāhu a‘lam.