BAB 8
Penjelasan Tentang
8. تَنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ الْأَعْمَالِ لَتَنَوُّعِ وَارِدَاتِ الْأَحْوَالِ
9. اَلْأَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ وَ أَرْوَاحُهَا وُجُوْدُ سِرِّ الْإِخْلاَصِ فِيْهَا
“Ada beraneka ragam jenis ‘amal menurut situasi dan kondisi yang masuk ke dalam hati manusia. Kerangkanya adalah perbuatan yang jelas, sedangkan ruhnya adalah ikhlas.”
Tanda dari semua kemakrifatan dan sifat al-iḥsān kepada Allah tidak lain adalah tekun dan rajin beribadah. Itu semua dilaksanakan menurut kehendak dan niat tiga hamba. Memperbanyak ‘amal ibadah juga menurut kemauan dan kemampuan hamba itu sendiri-sendiri. Ada yang bagus salatnya, ada yang bagus puasanya, ada yang bagus wiridnya, adapula yang bagus sedekah dan infaknya. Di samping itu ada pula yang tekun membaca al-Qur’ān dan memahami artinya, ada pula yang tekun mempelajari ilmu.
‘Amal ibadah itu terikat dengan niat seseorang, dan ia berlaku sesuai dengan niat pula. Hasil dari suatu ‘amal ibadah ditentukan oleh bagaimana seseorang menempatkan niat dalam hatinya ketika ia ber-‘amal ibadah.
‘Amal ibadah yang kuat tegaknya dan kokoh ikatanya dengan iman ialah dilaksanakan oleh hati yang ikhlas. Karena ikhlas adalah rūḥ ‘amal, dan ‘amal itu menunjukkan tegaknya iman.
Ikhlas ber-‘amal menunjukkan bagaimana seorang hamba menyatakan dirinya di hadapan Allah ketika beribadah. Serta menghidupkan ikhlas sebagai salah satu syarat dalam ber-‘amal. ‘Amal ibadah yang ikhlas ialah dengan melaksanakan semata-mata karena Allah belaka. Beribadah karena Allah dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya.
Dalam al-Qur’ān disebutkan: “Kami tidak menyembah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak menyekutukan Engkau dalam ibadah kami.” Pernyataan ibadah yang ikhlas ini menjadi syarat diterimanya ibadah seorang hamba.
Adapun lawan dari ikhlas itu riyā’ yang bersifat khafī (ringan) atau jelas-jelas berbuat riyā’ berat. Sedang sifat riyā’ akan merusak iman, karena termasuk sifat syirik walaupun ringan. Riyā’ umumnya melakukan ‘amal ibadah dengan rasa bangga diri dan angkuh. Suka mempertontonkan ‘amal untuk mencari puji sanjungan manusia.
Ikhlas yang tidak disertai dengan sifat riyā’, semata-mata hanya karena Allah.
‘Amal dalam ikhlas itu ada dua cara. Pertama, ber-‘amal karena Allah, tidak ada sandaran ‘amal selain karena Allah s.w.t. belaka. Inilah sifat ahli ibadah. Kedua, beribadah atas kehendak Allah sesuai dengan tata tertibnya dan peraturan Allah, ini adalah sifat hamba Allah.
Imām Abū Qāsim al-Qusyairī menerangkan dua kedudukan ini dengan penjelasan bahwasanya hal ini menunjukkan dua kedudukan yang paling menjelaskan di antara keduanya. Kedua hal ini sebenarnya tidak saling bertentangan, karena yang pertama adalah raganya ibadah, berupa hukum, dan kedua adalah jiwanya ibadah, berwujud ikhlas.