026-27 Syarah Hikmah Ke-26 & Ke-27 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-26

لَا تَسْتَغْرِبْ وُقُوْعَ الْأَكْدَارِ مَا دُمْتَ فِي هذِهِ الدَّارِ فَإِنَّهَا مَا أَبْرَزَتْ إِلَّا مَا هُوَ مُسْتَحِقُّ وَصْفِهَا وَ وَاجِبُ نَعْتِهَا.

Jangan merasa heran dengan banyaknya kekeruhan selama engkau berada di dunia. Sebab yang ia tampakkan hanyalah yang memang layak dan mesti menjadi sifatnya.

Seorang murīd tak perlu menunggu tuntasnya urusan duniawi, karena hal itu justru menghalangi perjalananmu menuju-Nya. Oleh karena itu Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

لَا تَسْتَغْرِبْ وُقُوْعَ الْأَكْدَارِ مَا دُمْتَ فِي هذِهِ الدَّارِ.

Jangan merasa heran dengan banyaknya kekeruhan selama engkau berada di dunia.

Jangan merasa aneh dengan berbagai macam kesusahan selagi engkau masih hidup di dunia.

Tidak selayaknya seseorang yang masih hidup di dunia ini, mengharap rehat dan ketenangan hati (jiwa). Karena, Allah sudah menciptakan dunia sebagai tempatnya ujian dan cobaan, maka pastilah kesusahan itu masih tetap ada selama engkau masih berada di dunia. Jangan mengharapkan ada istirahat (dari kesusahan). Oleh karenanya, Syaikh Junaidi r.a. berkata: “Sesungguhnya dunia adalah ladang kesusahan, ladang keprihatinan, ladang ujian dan ladang cobaan.” Syaikh Abū Turāb r.a. berkata: “Ingatlah wahai manusia, bahwa kalian semua menyenangi tiga perkara yang bukan menjadi milikmu:

Pertama, menyenangi nafsu, sementara nafsu adalah miliki hawa-nya.

Kedua, menyenangi ruh, sementara ruh adalah milik Allah.

Ketiga, menyenangi harta, sementara harta adalah milik ahli warisnya.

Kalian gemar mencari dua perkara, padahal kalian tidak akan mendapatkannya: yakni, istirahat dan bahagia di dunia, sementara keduanya hanya ada di surga. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Dunia adalah penjara bagi orang mu’min, dan surga bagi orang kafir.”

فَإِنَّهَا مَا أَبْرَزَتْ إِلَّا مَا هُوَ مُسْتَحِقُّ وَصْفِهَا وَ وَاجِبُ نَعْتِهَا.

Sebab yang ia tampakkan hanyalah yang memang layak dan mesti menjadi sifatnya.

Sesungguhnya tidak ada yang ditampakkan dunia, kecuali kesusahan. Karena kesusahan sudah dijadikan sifatnya dan ditetapkan sebagai yang layak baginya.

 

SYARAH HIKMAH KE-27

مَا تَوَقَّفَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِرَبِّكَ وَ لَا تَبَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ.

Apa yang kau pinta, tidak akan tertahan selama engkau memintanya kepada Tuhan (Allah). Namun, apa yang kau pinta tidak mudah dicapai bila engkau mengandalkan dirimu sendiri.

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh menuturkan hikmah kesusahan (di) dunia:

مَا تَوَقَّفَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِرَبِّكَ.

Apa yang kau pinta, tidak akan tertahan selama engkau memintanya kepada Tuhan (Allah).

Tidaklah sulit mencapai tujuan dunia ataupun akhirat selama kau memintanya kepada Tuhanmu.

Tujuan dunia ataupun akhirat tidak sulit kau dapatkan selama kau memintanya kepada Tuhanmu dengan meng-ḥadhir-kan hatimu seraya bersandar kepada-Nya pada keberhasilan tujuanmu.

وَ لَا تَبَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ.

Namun, apa yang kau pinta tidak mudah dicapai bila engkau mengandalkan dirimu sendiri.

Tidaklah mudah mencapai tujuan dunia ataupun tujuan akhirat, sementara kau memintanya dengan mengandalkan dirimu sendiri.

Tujuan yang kau pinta dengan mengandalkan dirimu sendiri seraya melalaikan Allah, bersandar pada kemauan dan kehendakmu, maka tidak akan berhasil dan akan sulit mencapainya. Barang siapa menyerahkan seluruh hajatnya kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, niscaya Allah yang akan mencukupi hajatnya. Barang siapa menempatkan atau menyandarkan seluruh hajatnya pada keinginannya sendiri dan akal pikirannya, niscaya ia tidak akan berhasil dan tidak akan mudah baginya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *