مَا مِنْ نَفَسٍ تُبْدِيْهِ إِلَّا وَ لَهُ قَدَرٌ فِيْكَ يُمْضِيْهِ.
“Tidak satupun dari tarikan nafas yang kau keluarkan, kecuali terdapat takdir Allah yang berlaku atas dirimu.”
Permintaan seorang murīd itu semuanya tidak baik, bilamana ditujukan kepada Allah atau pun kepada makhluk. Akan tetapi yang baik adalah meminta kepada Allah atas dasar menghambakan diri kepada Allah, menyembah-Nya, beradab tatakrama, melaksanakan perintah-Nya dan menunjukkan kelemahan diri kepada-Nya, bukan hanya agar tercapainya tujuan yang engkau pinta. Maka Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
مَا مِنْ نَفَسٍ تُبْدِيْهِ إِلَّا وَ لَهُ قَدَرٌ فِيْكَ يُمْضِيْهِ.
“Tidak satupun dari tarikan nafas yang kau keluarkan, kecuali terdapat takdir Allah yang berlaku atas dirimu.”
Dalam setiap hembusan nafas yang kau keluarkan dengan kekuasaan Allah, itu terdapat takdir-Nya yang berlaku atas dirimu. Dengan kata lain, Allah hendak melestarikan takdirnya dalam tiap hembusan nafas tersebut.
Di tiap hembusan nafasmu terdapat takdir dari Allah. Di dalamnya terdapat nikmat, musibah atau cobaan, dan juga maksiat, maka hendaklah engkau menjaga tatakrama-mu terhadap Allah, dan merendahkan dirimu di hadapan-Nya dengan adanya nafas tersebut.
لَا تَتَرَقَّبْ فُرُوْغَ الْأَغْيَارِ فَإِنَّ ذلِكَ يَقْطَعُكَ عَنْ وُجُوْدِ الْمُرَاقَبَةِ لَهُ فِيْمَا هُوَ مُقِيْمُكَ فِيْهِ.
“Jangan menantikan tuntasnya urusan dunia. Sebab hal itu bisa membuatmu lupa kepada pengawasan Allah atas kondisi yang telah Dia tetapkan untukmu.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
لَا تَتَرَقَّبْ فُرُوْغَ الْأَغْيَارِ.
“Jangan menantikan tuntasnya urusan dunia.
Jangan engkau menunggu hilangnya sisi gelap hatimu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jangan menantikan terselesaikannya urusan dunia.
فَإِنَّ ذلِكَ يَقْطَعُكَ عَنْ وُجُوْدِ الْمُرَاقَبَةِ لَهُ فِيْمَا هُوَ مُقِيْمُكَ فِيْهِ.
“Sebab hal itu bisa membuatmu lupa kepada pengawasan Allah atas kondisi yang telah Dia tetapkan untukmu.”
Sebab dengang engkau menantikan itu, menjadikan terputusnya perjalanannya menuju-Nya di tempat yang sudah diatur oleh-Nya.
Hendaklah seorang murīd mau bersungguh-sungguh dalam beribadah, dan berdzikir di segala keadaannya. Tak perlu menunggu berubahnya kondisimu dari kegelapan hati (yang melingkupi), yang menyusahkan hatimu, dan keterpautan pada dunia. Karena dengan engkau menunggunya, justru menghalangi perjalananmu menuju-Nya.