SYARAH HIKMAH KE-16
اِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِيْ أَرْضِ الْخُمُوْلِ فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَائِجُهُ.
“Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan. Sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh menuturkan tentang sesuatu yang bisa menolong ikhlasnya niat melalui perkataan beliau:
اِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِيْ أَرْضِ الْخُمُوْلِ.
“Tanamlah dirimu dalam tanah kerendahan.”
Tanamlah dirimu di dalam tanah kerendahan.
Jangan menampakkan derajat atau kedudukan yang masyhūr, bersembunyilah, dan menyepilah tatkala berbuat amal.
فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَائِجُهُ.
“Sebab tiap sesuatu yang tumbuh tetapi tidak ditanam, maka tidak sempurna hasil buahnya.”
Karena sesuatu yang tumbuh tidak dengan ditanam, hasil tumbuhnya tidak bisa sempurna.
Sesuatu yang tumbuh dan bijinya tidak ditanam terlebih dahulu, maka tumbuhnya tidak bisa menjadi sempurna, akan menjadi kurus ketika tumbuh (tidak sehat). Jika tidak bisa tumbuh biasanya akan dimakan burung. Begitu pula amal, jika tidak disembunyikan atau disepikan maka akan dimakan burung riyā’.
SYARAH HIKMAH KE-17
مَا نَفَعَ الْقَلْبُ شَيْئٌ مِثْلَ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانُ فِكْرَةٍ.
“Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa), sebagaimana menyendiri yang dapat menyebabkan masuk ke medan berpikir (tafakkur).”
Suatu amal, jika tidak disembunyikan atau disepikan, maka akan dimakan burung riyā’. Oleh karena itu Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
مَا نَفَعَ الْقَلْبُ شَيْئٌ مِثْلَ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانُ فِكْرَةٍ.
“Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa), sebagaimana menyendiri yang dapat menyebabkan masuk ke medan berpikir (tafakkur).”
Tidak ada sesuatu yang bisa berguna bagi hati seorang murīd, sebagaimana menyendiri. Karena, dengan menyendiri, ia bisa memasuki luasnya medan perenungan.
Yang bisa berguna atau bermanfaat bagi hati seorang murīd adalah ‘uzlah. Yakni, menjauhi hiruk-pikuk manusia. Karena sesungguhnya murīd, ketika bercampur dengan (hiruk-pikuk) manusia, maka pikirannya akan tersibukkan dengan berangan-angan terhadap sesuatu yang tampak oleh mata. Sebaliknya, bila ia memilih menyendiri atas menyepi, pikirannya akan tersibukkan oleh perkara akhirat, hatinya akan menjadi jernih sebab memikirkan akhirat. Al-fikir (perenungan) itu ada tiga macam:
Pertama, perenungan orang khusus (khāshsh-ul-khāshsh), yakni merenungkan nikmat-nikmat Allah dan pemberian Allah, dengan begitu ia mencapai ma‘rifat Allah.
Kedua, perenungan orang khas (khāshsh), yakni merenungkan janji dan pahala Allah, dengan begitu ia menyukai pahala yang Allah berikan sehingga (bersemangat dalam) melaksanakan perintah Allah.
Ketiga, perenungun orang awam (‘awām) yakni merenungkan ancaman dan siksaan Allah, dengan begitu timbul rasa takut kepada Allah, sehingga mau menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya.
Di dalam hadits Nabi disebutkan bahwa merenung satu jam itu lebih baik daripada ibadah 70 tahun.
Ketahuilah, sesungguhnya perenungan (tafakkur) adalah yang menjadi tujuan. Ber-‘uzlah (menyepi) adalah perantaranya dan sesuatu yang mempermudah dalam tafakkur.