012 Syarah Hikmah Ke-12 – Syarah al-Hikam – KH. Sholeh Darat

شَرْحَ
AL-HIKAM
Oleh: KH. SHOLEH DARAT
Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufarohah
Penerbit: Penerbit Sahifa

Syarah al-Hikam

KH. Sholeh Darat
[Ditulis tahun 1868]

SYARAH HIKMAH KE-12

 

لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِي الْوَعْدِ عَدَمُ وُقُوْعِ الْمَوْعُوْدِ وَ إِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلَّا يَكُوْنَ ذلِكَ قَدْحًا فِيْ بَصِيْرَتِكَ وَ إِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ

Jangan sampai kamu ragu terhadap janji Allah karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, meskipun telah tertentu (tiba) masanya. Supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirr (61)-mu).”

 

Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:

لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِي الْوَعْدِ عَدَمُ وُقُوْعِ الْمَوْعُوْدِ وَ إِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ.

Jangan sampai kamu ragu terhadap janji Allah karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu, meskipun telah tertentu (tiba) masanya.

Janganlah engkau meragukan janji Allah sebab tidak terlaksananya apa yang dijanjikan, walaupun sudah ditentukan waktunya (tibanya janji tersebut). Jika Allah menjanjikan suatu hal kepadamu lewat mimpi, lisan malaikat atau ilhām Raḥmānī, kemudian tidak terwujud, maka janganlah engkau ragu, walaupun waktunya sudah ditetapkan.

 

لِئَلَّا يَكُوْنَ ذلِكَ قَدْحًا فِيْ بَصِيْرَتِكَ وَ إِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ

Supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirr-mu).”

Supaya tidak mengaburkan pandangan mata hatimu atau memadamkan cahaya lubuk hatimu.

Jika seorang murīd mengalami khāthir (72) raḥmānī atau khāthir malikī akan terjadinya sesuatu, lalu sesuatu tersebut tidak terjadi, maka hendaklah ia tidak merasa ragu, akan tetapi hendaklah ia mengetahui tingkatan tata krama di hadapan Allah dan meyakinkan hatinya. Barang siapa seperti penggambaran ini, maka ia adalah ‘ārif billāh. Wallāhu a‘lam.

Catatan:

  1. 6). Secara bahasa “sarīrah” berarti sesuatu yang dirahasiakan dalam hati. Akan tetapi, menurut kaum sufi, term sirr dinyatakan sebagai barang lembut yang dititipkan dalam hati manusia. Seperti halnya ruh yang dasar-dasarnya musyāhadah maḥabbah, maka sirr adalah tempat musyāhadah dan hati tempat makrifat. Sirr, menurut mereka, adalah “raja pengawas” sedangkan sirr-nya siri atau rahasianya rahasia adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh selain al-Ḥaqq. Sirr lebih lembut daripada ruh, sementara ruh lebih mulia daripada hati. Kaum sufi mengatakan: sirr bebas dari belenggu, perubahan, jejak-jejak dan bekas-bekas. Sirr merupakan sesuatu yang terpelihara dan tertutup antara hamba dan al-Ḥaqq dalam aḥwāl-nya. Abul-Qāsim ‘Abd-ul-Karīm Hawāzin al-Qusyairī an-Naisābūrī, ar-Risālat-ul-Qusyairiyyah, Al-Maktubah al-‘Ashriyyah, cet. ke-1, Libanon, 2001, hal. 88.
  2. 7). Al-Khawāthir (bisikan) adalah informasi atau inspirasi yang mendatangi hati sanubari. Terkadang kedatangannya melalui malaikat (ilhām), syaithan (waswas), bisikan-bisikan nafsu (hawājis) atau langsung dari Allah (naqrat-ul-khāthir). Jika dari malaikat, maka dinamakan ilham; jika dari nafsu, maka dinamakan angan-angan atau kecemasan; jika dari syaithan, maka dinamakan waswas; dan jika dari Allah, maka dinamakan inspirasi yang paling benar (ḥaqq atau ḥaqīqah). Dikutip dari “diktat tashawwuf” oleh KH. Moch. Djamaluddin Achmad, Sekolah Tinggi Islam Bani Fattah Tambakberas Jombang, 2011, hal. 47.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *