012 Allah Tak Bisa Dipaksa Menuruti Fantasi Manusia – Telaga Ma’rifat

TELAGA MA‘RIFAT
Mempertajam Mata Hati Dan Indra Keenam
Syekh Ibnu ‘Atha’

Alih Bahasa: Ust. Muhammad Nuh, LC
Penerbit: Mitrapress

12

ALLAH TAK BISA DIPAKSA MENURUTI FANTASI MANUSIA

 

17. مَا تَرَكَ مِنَ الْجَهْلِ شَيْئًا مَنْ أَرَادَ أَنْ يُحْدِثَ فِي الْوَقْتِ غَيْرَ مَا أَظْهَرَهُ اللهُ فِيْهِ

Adalah merupakan kedunguan jika orang menghendaki perubahan (terjadinya sesuatu) yang tidak dikehendaki Allah pada suatu waktu.

 

Hendaknya kita jangan sampai diperdaya oleh fantasi-fantasi dan keinginan di luar jalan ma‘rifat. Sebab sesungguhnya manusia itu mempunyai banyak keinginan, terutama keinginan terhadap duniawi. Satu keinginan belum dicapai, sudah mengharapkan keinginan lain. Begitu seterusnya. Jika kita membiarkan pikiran ini mempermainkan hati, maka qalbu akan berdebu. Kita tak akan mampu mengungkap tabir keajaiban hati.

Fantasi tak lebih dari suatu kebodohan. Merupakan tabir penghalang hati untuk bisa menempuh jalan menuju Allah. Apa yang diberikan Allah, anggaplah sebagai rahmat dan kepedulian-Nya. Agar kita bisa bersyukur kepada-Nya. Sedangkan sesuatu yang belum terjadi maka janganlah berharap banyak. Jangan memaksa Allah menuruti khayalan kita. Sebaik-baik hamba adalah yang qanā‘ah terhadap pemberian-Nya.

Bolehlah seseorang berdoa mengharap rahmat dan kemurahan-Nya. Namun hendaknya mempunyai adab sopan santun sebagaimana santunnya orang yang meminta. Apakah permintaan itu dikabulkan atau tidak, maka serahkanlah kepada Yang Memberi.

Jika kita mampu memposisikan diri sebagai hamba yang qanā‘ah, dan mencegah fantasi-fantasi, maka hati akan mendapatkan penerangan cahaya Ilahi. Kita akan bahagia menerima sebanyak yang Dia berikan kepada kita. Kita akan menemukan kebenaran. Sesungguhnya kebenaran merupakan cahaya Ilahi. Dan hal itu hanya dapat dipantulkan melalui hati yang suci.

Allah s.w.t. adalah Dzāt Yang Maha Merajai di seluruh jagat raya ini. Dia mengetahui segala sesuatu yang ada di alam kerajaan-Nya dengan penuh bijaksana dan kehendak-Nya sendiri. Maka dari itu apa saja yang terjadi pada alam semesta ini, misalnya seseorang sakit, seseorang berada di tingkat tajrīd (mementingkan ibadah dan mengabaikan duniawiyyah), orang yang berada di tingkat kasab (mementingkan berusaha dan mengabaikan ibadahnya), miskin, kaya, semua itu berjalan atas kehendak dan iradah yang telah direncanakan sejak semula oleh Allah s.w.t. Juga mengikuti ketentuannya dan ketetapan dalam alam yang maujud ini. “Dan segala sesuatu pada sisi Allah adalah dengan ketentuan taqdir.” (QS ar-Ra‘d [13]: 8).

Oleh sebab itu jika ada orang yang ingin mengubah suatu keadaan yang telah ditentukan Allah pada waktu itu juga, misalnya ingin disegerakan ke tingkat tajrid, padahal ia masih berada di tingkat kasab, dan sebagainya, atau ia sakit minta segera disembuhkan, ia miskin minta kaya, dan sebagainya. Maka pemaksaan seperti itu merupakan suatu kedunguan.

Allah berfirman: “Setiap waktu Dia (Allah) dalam kesibukan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?” (QS. ar-Raḥmān [55]: 29-30). Arti ayat ini adalah Allah senantiasa mencukupi, menghidupkan, mematikan dan memelihara hamba-Nya.

Orang yang menghendaki sesuatu yang belum dikehendaki Allah merupakan orang yang dungu. Berarti ia tidak rela terhadap ketentuan dan keputusan Allah yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, jika kita hendak menyelam ke telaga ma‘rifat, maka harus melatih diri untuk menerima ketentuan Allah dengan hati ikhlas. Teladanilah akhlak Rasūlullāh s.a.w. ketika menerima nikmat dari Allah. Beliau s.a.w. mengucapkan: “Ya Allah Tuhan kami, jagalah kami agar selalu ingat kepada-Mu dan syukur kepada-Mu serta jadikanlah kami termasuk orang yang bagus di dalam mengabdi kepada-Mu.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *