11. اِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِيْ أَرْضِ الْخُمُوْلِ فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمَّ نَتَائِجُهُ.
Kuburlah dirimu di tanah kerendahan karena sesuatu yang tumbuh tanpa dikubur (ditanam) hasilnya kurang sempurna.
– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –
Maksud “tanah kerendahan” adalah tanah yang di sana popularitas tak tumbuh subur. Maksud “kuburlah dirimu di sana” adalah kau tidak usah menempuh sebab-sebab popularitas, seperti dengan cara menawarkan dirimu untuk sebuah jabatan yang membuatmu terkenal. Seandainya kau terpaksa terkenal, kau harus merendah hati dan jangan mencari kedudukan tertentu. Jangan memandang jabatan yang sedang kau sandang sebagai hal yang besar. Yakinlah bahwa kebaikan akan kaudapatkan saat kau meninggalkan itu semua. Namun, jangan kau tinggalkan semua itu, kecauli atas bimbingan gurumu atau atas izin Tuhanmu.
Ibnu ‘Athā’illāh memberi contoh tentang hal itu dengan ungkapan: “Sesuatu yang tumbuh tanpa dikubur (benihnya) hasilnya kurang sempurna.” Maksudnya, benih yang tidak ditanam dalam-dalam hanya akan tumbuh lemah, kering, dan tak bisa dimanfaatkan. Bahkan, mungkin benih itu akan mudah dimakan oleh burung atau binatang lain sebelum tumbuh menjadi tanaman.
Demikian pula seorang sālik, jika ia mencari-cari popularitas di awal, jarang yang berhasil di akhir. Semakin ia merendahkan diri maka maqām ikhlas akan semakin cepat diraihnya. Bila sejak awal ia mendasari segala urusannya atas sikap menjauh dari makhluk, tidak mau dikenang, tidak suka popularitas, dan memilih untuk bersama Tuhannya, ia akan bersama Tuhannya. Jika Tuhan berkehendak, Dia akan memunculkannya dan menjadikannya terkenal. Jika tidak, Dia akan menutupinya dan membuatnya tidak dikenal.
Abul-‘Abbās raḥimahullāh berkata: “Siapa yang menginginkan popularitas, ia adalah budak popularitas. Siapa yang mencintai para penguasa, ia akan menjadi budak penguasa. Siapa yang menyembah Allah, baginya sama saja, terkenal ataupun tidak.”