008 Mengasingkan Hati Dari Kesibukan Tak Berarti – Telaga Ma’rifat

TELAGA MA‘RIFAT
Mempertajam Mata Hati Dan Indra Keenam
Syekh Ibnu ‘Atha’

Alih Bahasa: Ust. Muhammad Nuh, LC
Penerbit: Mitrapress

8

MENGASINGKAN HATI DARI KESIBUKAN TAK BERARTI

 

8. مَا نَفَعَ الْقَلْبَ شَيْئٌ مِثْلَ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانُ فِكْرَةٍ.

Tiada yang dapat memberi manfaat bagi seseorang kecuali ber‘uzlah. Sebab dengan ber‘uzlah, manusia dapat berpikir dengan jernih.

 

Ber‘uzlah artinya mengasingkan diri. Namun kita seringkali menafsirkan dengan cara berpikir dangkal. Kita meninggalkan anak dan istri, bahkan menterlantarkan mereka. Lalu pergi ke gunung-gunung, ke dalam hutan, dan masuk ke goa. Tujuannya menghindari kesibukan manusia, menyepi, bertapa atau bersemedi. Padahal Islam tidak kenal amalan bertapa atau bersemedi.

Oleh karena seseorang ingin menjernihkan hati dan ingin menghindar dari hiruk-pikuk dunia, lalu ia pilih ber‘uzlah. Ia pergi ke tempat terpisah dengan manusia. Namun anak istrinya dibiarkan kelaparan. Kewajibannya terhadap sesama manusia diabaikan.

Badannya memang terpisah dari keramaian dan lalu-lalang bergaulan sesama manusia. Namun hatinya tak bisa membendung keluar masuknya pikiran yang berpangkal tentang duniawi. Ini percuma! Tak berguna! Padahal kita berniat untuk mengheningkan cipta dan menjernihkan hati agar lebih dekat kepada Allah. Agar lebih tajam mata hati dan indra keenam. Tetapi tak mungkin, selama ada tali pengikat di hati kita terhadap duniawi, maka jalan pikiran tak akan bisa terbendung. Permainan pikiran yang mengganggu itu silih berganti, datang dan pergi. Justru hati bertambah ramai oleh pikiran duniawi.

‘Uzlah yang seterusnya dilakukan adalah menghindarkan hati dari keramaian pikiran duniawi. Tak harus ‘uzlah ke tempat sepi. Namun bagaimana caranya agar hati terbebas dari debu-debu dosa, terbebas dari kebingungan dan kekhawatiran terhadap taqdir Tuhan, lepas dari hasrat dan ambisi duniawi, serta terhindar dari syirik.

Kita mengheningkan hati dan mencoba untuk mengekang hawa nafsu. Hati perlu diheningkan, kemudian diisi dengan perenungan dan peningkatan kesadaran kepada Allah.

Ketika melakukan perenungan, maka yang paling penting adalah harus benar-benar muhasabah (introspeksi diri). Sudah jauhkah diri ini meningglkan Allah karena permainan hidup di dunia yang membutuhkan energi dan pikiran? Pengalaman lahir itulah yang harus diendapkan menjadi jernih sehingga batinmu bercahaya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *