007-5 Tahapan Puji & Syukur | Minhaj-ul-Abidin

Dari Buku:

Minhajul ‘Abidin
Oleh: Imam al-Ghazali

Penerjemah: Moh. Syamsi Hasan
Penerbit: Penerbit Amalia Surabaya

Rangkaian Pos: 007 Tahapan Puji & Syukur | Minhaj-ul-Abidin

Agar anda tidak terpedaya terseret dalam arus putaran siang dan malam dan jauh dari perilaku syukur. Jika anda tidak mampu mengetahui kadar besarnya nikmat, maka camkanlah benar-benar bahwa seandainya sejak awal mula anda diciptakan dunia dan anda mulai mensyukuri nikmat Islam sejak mula pertama berada di dunia hingga selamanya, maka itu belumlah cukup untuk memenuhi kesyukuran dan anda baru hanya mendatangi sebagian hak anugerah Allah yang agung ini.

Ketahuilah bahwa tempat menerangkan masalah ini tidak cukup menampung apa yang kuketahui tentang besarnya nikmat ini. Seandainya aku menerangkannya dengan sejuta halaman kertas pun, ilmuku masih berada di atasnya lagi. Namun demikian aku menyadari sepenuhnya, bahwa apa yang kuketahui dibandingkan dengan yang belum aku ketahui bagaikan setetes air dari seluruh lautan di dunia.

Allah s.w.t. berfirman kepada tuan para rasul, Nabi Muḥammad s.a.w.:

مَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتَابُ وَ لاَ الْإِيْمَانُ

Artinya:

Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (asy-Syūrā: 52)

Dan firman Allah s.w.t.:

وَ عَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَ كَانَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكَ عَظِيْمًا

Artinya:

“…. dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (an-Nisā’: 113).

Dan Allah s.w.t. juga berfirman:

بَلِ اللهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ للإِيْمَانِ

Artinya:

Sebenarnya Allah, Dia-lah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan.” (al-Ḥujurāt: 17).

Tidakkah anda tahu bahwa Rasūlullāh s.a.w. ketika mendengar ada orang bersyukur dengan mengucapkan:

الْحَمْدُ للهِ عَلَى الإِسْلاَمِ

Artinya:

Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam.

Beliau bersabda:

إِنَّكَ لَتَحْمَدُ اللهَ عَلَى نِعْمَةٍ عَظِيْمَةٍ

Artinya:

Sesungguhnya anda benar-benar memuji Allah atas nikmat yang besar.”

Ketika seorang pembawa kabar gembira datang kepada Nabi Ya‘qūb, beliau bertanya: “Agama apakah yang dipeluk Nabi Yūsuf ketika anda meninggalkannya?” Orang itu menjawab: “Agama Islam.” Nabi Ya‘qūb berkata: “Sekarang, sempurnalah nikmat Allah kepadaku.”

Dikatakan, tidak ada satu kalimatpun yang paling disukai oleh Allah dan sebagai indikasi terkuat atas kesyukurannya, daripada kalimat:

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا وَ هَدَانَا إِلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ

Artinya:

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan nikmat dan hidayah kepada kami ke dalam agama Islam.

Berhati-hatilah, janganlah sampai anda lupa mensyukuri anugerah Islam, dan janganlah anda terpedaya oleh apa yang anda peluk, yaitu Islam, ma‘rifat Allah, taufik dan pemeliharaan dari-Nya. Sebab, bersama dengan itu, tidak ada tempat bagi anda rasa aman dan lengah, karena segala urusan makhluk itu tergantung pada apa yang terjadi di kemudian hari.

Sufyān ats-Tsaurī berkata: “Tidaklah seorang pun yang merasa aman dengan urusan agamanya, tentu agama itu akan dicabut daripadanya.” Guruku, berkata: “Apabila anda mendengar orang-orang kafir akan kekal dalam neraka, maka janganlah anda merasa aman bahwa diri anda bakal selamat dari neraka. Sebab urusan ini sarat dengan bahaya, dan anda tidak mengetahui apa yang bakal terjadi kesudahan anda nanti dan apa yang telah ditetapkan Allah buat anda di alam ghaib. Janganlah anda terpedaya oleh kemilaunya waktu, sebab dibalik kemilau itu terdapat bahaya tersembunyi.

Sebagian ulama berkata: “Hai orang-orang yang terpedaya oleh pemeliharaan Allah! Di balik pemeliharaan itu terdapat bermacam siksa. Allah telah menghiasi Iblis dengan bermacam-macam pemeliharaan-Nya, tetapi Iblis itu, dalam pandangan Allah berada dalam hakikat laknat-Nya. Dan Allah juga menghiasi Bal‘am bin Baura dengan bermacam-macam nūr kewalian, tetapi sebenarnya Bal‘am menjadi musuh Allah.”

‘Alī bin Abī Thālib berkata: “Betapa banyak orang yang diperdayakan oleh perlakukan baik Allah terhadapnya; berapa banyak orang yang berfitnah dengan bagusnya perkataan; dan berapa banyak orang yang tertipu dengan tertutupi aibnya.

Ketika Dzun-Nūn al-Mishrī ditanya: “Apa saja puncak sesuatu yang dipergunakan untuk mempedaya hamba itu?” Beliau menjawab: “Perlakukan kasih sayang dan kemuliaan.”

Allah s.w.t. berfirman:

سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُوْنَ

Artinya:

Nanti Kami akan menarik mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (al-A‘rāf: 182).

Seorang ahli ma‘rifat mengatakan: “Kami (Allah) membuat mereka bergelimangan dalam nikmat dan Kami membuat mereka lupa untuk bersyukur.”

Seorang penyair berkata:

أَحْسَنْتَ ظَنَّكَ بِالأَيَّامِ إِذْ حَسُنَتْ

وَ لَمْ تَخْفْ سُوْءَ مَا يَأْتِيْ بِهْ الْقَدَرُ

وَ سَالَمَتْكَ اللَّيَالِيْ فَاغْتَرَرْتَ بِهَا

وَ عِنْدَ صَفْوِ اللَّيَالِيْ يَحْدُثُ الْكَدَرُ

Ketika hari-hari berlalu begitu manis dan baik padamu

kamu menjadi merasa senang dengan dugaan baikmu

tetapi kamu tidak takut akan buruknya takdir yang bakal datang.

kamu diselamatkan oleh malam-malammu

lalu kamu tertipu karenanya

asal tahu saja, ketika malam-malammu terasa begitu jernih

tiba-tiba sesuatu datang mengeruhkannya.

Ketahuilah bahwa ketika anda semakin dekat kepada tujuan, maka urusan anda semakin sulit dan menakutkan. Mu‘āmalah anda semakin berat dan rumit, serta bahaya yang anda hadapi semakin besar. Semakin tinggi pendakian anda, tentu semakin sulit dan bila terjatuh tentu semakin menyakitkan. Sebagaimana syair berikut:

مَا طَارَ طَيْرٌ فَارْتَفَعْ

إِلاَّ كَمَا طَارَ وَقَعْ

Kian tinggi burung terbang

kian jauh pula terbangnya menukik ke bumi.

Dengan demikian, maka tidak ada alasan untuk merasa aman dan melalaikan bersyukur, serta berhenti dalam upaya terus dalam kesungguhan mendekatkan diri kepada Allah, memohon pemeliharaan-Nya.

Ibrāhīm bin Adham menyatakan bagaimana anda, merasa aman, sedangkan Nabi Ibrāhīm a.s. kekasih Allah saja berdoa:

وَ اجْنُبْنِيْ وَ بَنِيَّ أَنْ نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

Artinya:

Ya Allah, jauhkanlah diriku beserta anak-anakku dari menyembah berhala.” (Ibrāhīm: 35).

Yūsuf ash-Shiddīq berdoa: “Ya Allah, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam.

Sufyān ats-Tsaurī tidak henti-hentinya berdoa: “Ya Allah, selamatkan aku, selamatkan aku.” Seakan-akan ia berada dalam perahu dan takut tenggelam.

Telah sampai kepadaku berita dari Muḥammad bin Yūsuf, bahwa ia berkata, bahwa pada suatu malam aku merenungi Sufyān ats-Tsaurī. Ia menangis sepanjang malam. Lalu aku bertanya kepadanya: “Apakah tangis anda ini berkaitan dengan dosa.” Sebelum menjawab, tangan Sufyān mengambil seonggok jerami, lalu berkata: “Dosa itu lebih ringan ketimbang jerami ini, di sisi Allah. Aku hanya takut, kalau-kalau Allah mencabut Islam dari diriku.”

Aku pernah mendengar sebagian orang ‘ārif berkata: “Sebagian nabi menanyakan kepada Allah mengapa Bal‘am bin Baura yang telah diberi ayat-ayat dan karamah yang besar diusir oleh Allah.” Lalu Allah s.w.t. berfirman: “Karena pada suatu malam ia tidak bersyukur kepada-Ku, atas nikmat yang Aku berikan, seandainya ia sekali saja bersyukur, tentu aku tidak akan mencabut Islam dan kema‘rifatan daripadanya.”

Maka sadarlah wahai manusia, jagalah sendi-sendi syukur dengan penuh kesungguhan. Pujilah Allah, atas nikmat agama yang telah diberikan kepada kita. Nikmat agama yang paling tinggi ialah nikmat Islam dan ma‘rifat. Sedangkan nikmat yang paling rendah ialah diberi kemudahan membaca tasbih atau terpelihara dari mengucapkan satu ucapan yang tiada berguna.

Dengan demikian, semoga Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada anda dan tidak menimpakan bencana kepada anda, berupa hilangnya Islam yang pahit akibatnya. Sebab, yang paling berat dan pahit adalah dihinakan sesudah dimuliakan, diusir sesudah didekatkan dan berpisah sesudah bertemu. Sesungguhnya Allah Maha Agung, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *