(Pasal). Anda harus terus menempuh tanjakan yang begitu sulit dan mendebarkan, penuh onak dan duri dengan penuh kesungguhan dan komitmen pemeliharaan diri yang kuat. Sesungguhnya orang yang mempunyai modal ketaatan kepada Allah, tentu ia akan dapat menempuh dan melewati tahapan demi tahapan tersebut sanggup menanggung derita kesulitan, sehingga berhasil mendapatkan dagangan ibadah yang bernilai tinggi lagi mulia. Orang yang mempunyai modal dagangan ketaatan, tahapan ini, merupakan tanjakan yang sulit dilalui, banyak penghadangnya yang dikhawatirkan bakal merampas barang dagangannya dan banyak titik-titik rawan penuh afat yang dikhawatirkan bakal merusak ketaatan. Dan, yang paling menghkhawatirkan dan sering terbukti dapat merusak ‘amal ibadah adalah dua pembegal yang berupa riyā’ dan ‘ujub.
Oleh sebab itu, masing-masing akan aku jelaskan pokok-pokoknya secara mendalam, mudah-mudahan cukup sebagai modal bagi anda untuk dapat melalui tanjakan ini dengan selamat, in syā’ Allāh.
1. Riyā’
Pokok pertama: Dalam masalah riyā’ ini, terlebih dulu aku kemukakan firman Allah s.w.t.:
اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَ مِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
Artinya:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya, benar-benar meliputi segala sesuatu.” (ath-Thalāq: 12).
Seolah-olah Allah menyatakan: “Sesungguhnya Aku telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, berupa segala macam ciptaan dan keindahan ini; sementara itu Aku fasilitasi anda dengan penglihatan dan pikiran, supaya anda tahu sesungguhnya Aku adalah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Ketika anda melakukan shalat dua raka‘at dengan berbagai cacat dan kekurangan, karena pandangan-Ku, dan juga ilmu-Ku yang meliputi totalitas diri anda, begitu juga pujian dan kesyukuran-Ku pada anda ternyata belum cukup bagi anda, sehingga anda masih ingin dilihat oleh makhluk-Ku agar mereka memuji anda. Apakah yang demikian tepat dan masuk akal? Apakah yang demikian itu merupakan sikap yang rasional dan memuaskan diri seseorang? Celakalah anda, apakah anda tidak berpikir?”
Pokok kedua: Bagi orang yang memiliki permata berharga yang bernilai tinggi, sehingga memungkinkan baginya menjual dengan satu juta dinar (rupiah), tetapi jika dijual dengan harga satu rupiah, bukankah itu sebuah tindakan yang tolol, dan suatu kerugian besar? Apa yang diperoleh oleh seorang hamba dari makhluk berupa pujian dan sanjungan tentu tidaklah sebanding dengan keridhaan Allah s.w.t. serta pahala-Nya. Keridhaan dan pahala Allah tentu jauh lebih banyak dan lebih agung. Karena keridhaan, pahala dan rahmat Allah tidak sebanding dengan dunia seisinya. Sehingga sangatlah merugi orang yang tidak mendapatkan kemuliaan dan keridhaan Allah, yang hanya puas dengan pujian orang lain.
Apabila anda masih memiliki keinginan dan cita-cita mulia, haruslah ber‘amal ditujukan untuk akhirat, sehingga dunia pun akan mengikutinya. Bahkan carilah keridhaan Tuhan, anda pasti diberi keuntungan dunia dan akhirat. Karena Allah-lah yang merajai dunia dan akhirat.
Allah s.w.t. berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ
Artinya:
“Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.” (an-Nisā’: 134).
Nabi s.a.w. bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَيُعْطِي الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ وَ لاَ يُعْطِي الآخِرَةَ بِعَمَلِ الدُّنْيَا.
Artinya:
“Sesungguhnya Allah benar-benar akan memberikan dunia, sebab ‘amal akhirat dan tidak berkenan memberikan pahala akhirat, sebab ‘amal dunia.”
Jika niat dan tujuan ‘amal anda ikhlas demi akhirat, maka anda akan memperoleh pahala dunia dan akhirat sekaligus. Jika anda menginginkan dunia, maka hilanglah akhirat anda seketika. Bahkan kadang-kadang anda tidak mendapatkan keuntungan dunia seperti apa yang anda kehendaki. Kalau pun anda memperoleh apa yang anda cari di dunia ini, tentu tidak bisa langgeng pada anda, sehingga yang pasti anda mengalami kerugian dunia dan akhirat. Renungkanlah, keterangan ini wahai orang yang berakal.
Pokok ketiga: Makhluk yang karenanya anda ber‘amal, dan yang anda cari keridhaannya itu, seandainya ia tahu bahwa anda ber‘amal karenanya, tentu dia akan marah dan membenci anda, serta menghina dan meremehkan anda. Bagaimana orang yang berakal ber‘amal karena seseorang yang seandainya dia mengetahui bahwa ternyata orang yang menjadi tujuannya dalam ber‘amal itu marah padanya, tentulah dia berusaha keras untuk meminta keridhaan darinya.
Oleh sebab itu, wahai orang yang miskin, ber‘amallah hanya karena Allah. Jika anda ber‘amal demi mencari keridhaan-Nya, dan anda maksudkan usaha dan ‘amal anda itu, karena-Nya dan demi mencari keridhaan-Nya, tentu Dia akan mencintai anda, memberikan karunia-Nya kepada anda, sehingga anda menjadi mulia dan tercukupi. Pahamilah keterangan ini, secara cerdas, semoga anda memperoleh sebaik-baik petunjuk-Nya.
Pokok keempat: Orang yang mampu bekarya untuk bisa dipersembahkan buat mencari keridhaan raja yang paling agung di dunia, namun kemudian digunakan untuk mencari keridhaan tukang sapu, padahal anda bisa mencari keridhaan dari sang raja. Bukankah itu sebuah tindakan bodoh yang menunjukkan atas kekerdilan dan ketololannya?
Padanya patut dikatakan, apa perlunya anda mencari keridhaan tukang sepatu, padahal terbuka kemungkinan bagi anda untuk memperoleh keridhaan raja, seandainya anda persembahkan karya anda itu kepadanya? Bagaimana? Sementara tukang sapu itu benci kepada anda, oleh sebab kemurkaan raja. Jadi, anda kehilangan segalanya.” Demikian halnya orang yang riyā’. Apa perlunya mencari ridhā’ makhluk yang hina dan lemah, sedangkan anda dapat menghasilkan ridhā’ Allah Tuhan alam semesta, yang bisa mencukupi segala-galanya.
Jika himmah dan kecerdasan mata hati anda lemah, sehingga terpaksa anda mencari keridhaan makhluk, untuk sementara tidaklah mengapa, tapi anda harus bangkit menempuh jalan pemurnian kehendak dan ikhlas ber‘amal kepada Allah. Sebab, semua hati dan ubun-ubun manusia itu berada dalam kekuasaan Allah. Ketahuilah, bahwa Allah-lah yang membuat hati manusia cenderung kepada anda. Dan Allah pula yang mengkonsentrasikan hati manusia kepada anda. Dan Allah pula yang memenuhi hati manusia dengan kecintaan kepada anda, sehingga anda dapat memperoleh apa yang tidak bisa diraih melalui kepayahan dan maksud anda, dengan ber‘amal karena makhluk.
Jika anda tidak mau berbuat begitu dan tetap ber‘amal ditujukan kepada makhluk, bukan karena Allah, maka Allah kuasa menjauhkan hati masyarakat dari anda dan Allah Kuasa membuat semua manusia benci kepada anda. Karena niat yang salah itu, anda memperoleh kemurkaan Allah dan kemarahan masyarakat. Sungguh naif dan merupakan kerugian yang teramat besar.
Ḥasan Bashrī mengisahkan, bahwasanya ada seseorang berkata: “Demi Allah, aku akan beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, sehingga aku akan disebut-sebut dalam masyarakat, karenanya”. Setiap datang ke masjid, ia paling awal, dan paling akhirnya keluarnya. Setiap kali orang melihatnya mendirikan shalat dan melakukan puasa, serta selelu ikut duduk di majelis dzikir, semuanya masa bodoh dan sama sekali tidak memperhatikannya. Perbuatan itu berlangsung selama tujuh bulan. Tetapi, apa hasilnya, setiap ia melewati orang banyak, mereka justru berkata: “Allah membuat gambaran orang riyā’ ini.”
Mengetahui kenyataan yang demikian, maka orang itu berkata dalam hatinya: “Aku yakin ‘amal ibadah yang aku lakukan selama ini, tidak memperoleh apa-apa. Aku harus merubah niat, aku menjadikan ‘amalku karena Allah.” Lalu ia meneruskan ‘amalnya yang sudah diperbuat sebelumnya, tanpa menambah, ia hanya merubah niatnya menjadi benar dan bagus. Sesudah itu, setiap ia melewati orang banyak, mereka berkata: “Allah telah memberi rahmat kepada si Fulan. Sekarang, ia benar-benar ibadah ikhlas mengharapkan ridhā’ Allah.”
Kemudian Ḥasan Bashrī membaca ayat:
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمنُ وُدًّا
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan ber‘amal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Maryam: 96).
Lalu Ḥasan Bashrī berkata: “Allah akan mencintainya dan membuat orang-orang mu’min mencintainya.”
Benarlah apa kata penyair berikut ini:
“Wahai orang yang mencari pujian manusia
dan pahala Allah, dalam ber‘amal
kamu berharap sesuatu yang mustahil.
Sungguh Allah akan menyia-nyiakan orang yang riyā’
serta membatalkan ‘amalnya
hanyalah kepayahan yang kamu peroleh.
Barang siapa mengharapkan bertemu Tuhan
ia harus memurnikan ‘amal
lantaran takut akan tindakan Allah.
Ingat! Neraka dan kekekalan di dalamnya
ada pada kekuasaan-Nya
tunjukkanlah ‘amalmu kepada-Nya
niscaya Dia memberimu karunia.
Sedangkan manusia tidak memiliki kekuasaan sedikit pun
bagaimana mungkin kamu jadikan sebagai sasaran ‘amalmu
dengan berlaku riyā’?
Sungguh merupakan kekeliruan dan perbuatan tersesat.”