SYARAH HIKMAH KE-5
اِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَ تَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى انْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ
“Kesungguhanmu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, dan (disertai) keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, itu membuktikan butanya mata hatimu.”
Syaikh Ibnu ‘Athā’illāh berkata:
اِجْتِهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَ تَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى انْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ
“Kesungguhanmu untuk mencapai sesuatu yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, dan (disertai) keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan (ditugaskan) kepadamu, itu membuktikan butanya mata hatimu.”
Kesungguhanmu meraih apa yang telah dijamin oleh Allah untukmu, dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu itu merupakan bukti butanya mata hatimu.
Rajin dalam mencari rezeki dan teledor dalam beribadah itu menunjukkan butanya mata hatimu. Karena Allah s.w.t. sudah menanggung rezeki untukmu, apakah kalian semua tidak mendengar firman Allah:
وَ كَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللهُ يَرْزُقُهَا وَ إِيَّاكُمْ.
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri, Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu.” (al-‘Ankabūt [29]: 60).
Dan juga ayat yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kita semua untuk beribadah, Allah berfirman:
وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku...” (adz-Dzāriyāt [51]: 56).
وَ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا.
“Dan orang yang bersungguh-sungguh dalam (beribadah) kepada-Ku, maka sungguh Aku akan menunjukkan kalian jalan menuju kepada-Ku….” (al-‘Ankabūt [29]: 69).
وَ أَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى.
“Sesungguhnya tidak ada satupun yang dimiliki manusia kecuali pahala dari apa yang dikerjakan.” (an-Najm [53]: 39).
Alhasil, barang siapa yang disibukkan pada hal yang sudah ditanggung oleh Allah dan malah meninggalkan perkara yang diperintahkan oleh-Nya, maka amat bodohlah orang tersebut, dan sungguh ia benar-benar melupakan Allah. Bukankah kewajiban seorang hamba adalah menyibukkan diri pada apa yang diperintah, serta meninggalkan apa yang sudah ditanggung oleh Tuhannya? Tidakkah engkau renungkan, jika Allah saja memberikan rezeki kepada orang yang ahli berbuat kekufuran, maka tidakkah Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang beriman dan berbuat ketaatan? Maka jelaslah, bahwa perkara rezeki itu sudah ditanggung (untuk kalian) dan perkara ibadah itu dituntut (atas kalian) untuk bersungguh-sungguh (melaksanakannya).
Ketahuilah! Sesungguhnya seorang hamba tidak boleh melecehkan Tuhannya dalam suatu perkara apapun. Boleh jadi, perkara yang engkau senangi itu terkadang buruk menurut Allah, sebaliknya, perkara yang tidak engkau senangi itu malah menjadi suatu kebaikan bagi dirimu. Allah berfirman:
وَ عَسَى أَنْ تَكْرَهُوَا شَيْئًا وَ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَ عَسَى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئًا وَ هُوَ شَرٌّ لَكُمْ.
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu.” (al-Baqarah [2]: 216).