004 Jiwa Yang Tenang – Telaga Ma’rifat

TELAGA MA‘RIFAT
Mempertajam Mata Hati Dan Indra Keenam
Syekh Ibnu ‘Atha’

Alih Bahasa: Ust. Muhammad Nuh, LC
Penerbit: Mitrapress

4

JIWA YANG TENANG

 

4. أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ

Tenangkanlah jiwa dari urusan duniawi, sebab apa yang telah dijanjikan Allah, janganlah kamu turut memikirkannya.

 

Kerisauan jiwa kebanyakan disebabkan permainan pikiran yang selalu waswas, selalu mengkhawatirkan kejadian-kejadian “tidak enak” yang akan menimpa.

Orang tidak tenang karena membuang-buang energi untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok hari, lusa, setahun kemudian atau masa depannya. Ketakutan itu karena khawatir nasibnya tidak beruntung. Padahal kejadian “buruk” yang dikhawatirkan itu belum tentu dialaminya.

Orang-orang yang mempunyai ketajaman mata hati akan selalu berpegang pada surat ath-Thalāq ayat 3: “Barang siapa yang mau bertawakkal (berserah diri) kepada Allah, pasti Dia akan mencukupi kebutuhannya.”

Dengan begitu ia tidak sibuk mengurusi urusan Allah yang dia sendiri tidak pernah mengetahuinya, apakah benar-benar terjadi atau tidak pada dirinya.

Kita telah berikrar bahwa kita adalah sebagai hamba-Nya. Maka haruslah menempatkan diri sebagai budak. Yang mana seorang budak tidak mempunyai hak untuk ikut campur urusan tuannya.

Jika sebagai hamba kemudian kita ikut intervensi urusan Allah, maka tentu hal itu merupakan sikap yang tidak tahu diri. Yang demikian merupakan sikap tidak sopan.

Sebagai seorang hamba haruslah percaya sepenuh jiwa bahwa Dia menetapkan cara dan sarana penghidupan untuk memenuhi kebutuhan makhluknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sepenuh hati, pasti kamu akan mendapatkan rezeki seperti rezekinya burung yang ketika pagi meninggalkan sarang perutnya kosong, ketika sore hari pulang ke sarang, perutnya penuh.” (HR. at-Tirmidzī).

Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mengikuti kehendak Allah dengan senang dan dengan i‘tiqad yang baik. Khusyu‘lah dalam menjalankan ibadah secara benar. Jadilah hamba yang baik, yang patuh dan tak pernah sibuk memikirkan urusan-Nya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *