Sikap Orang ‘Arif Ketika Dianugerahi Ahwal Tajrid & Ahwal Isytighal – Syarah al-Hikam – asy-Syarqawi

Al-Ḥikam
Kitab Tasawuf Sepanjang Masa
Judul Asli: Syarḥ-ul-Ḥikami Ibni ‘Athā’illāh-il-Iskandarī

Pensyarah: Syaikh ‘Abdullāh asy-Syarqawī
Penerjemah: Iman Firdaus, Lc.
Diterbitkan oleh: Turos Pustaka

Sikap Orang ‘Ārif Ketika Dianugerahi Aḥwāl Tajrīd dan Aḥwāl Isytighāl.

 

2. إِرَادَتُكَ التَّجْرِيْدُ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي الْأَسْبَابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الْخَفِيَّةِ وَ إِرَادَتُكَ الْأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِي التَّجْرِيْدِ انْحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ

Keinginanmu untuk lepas dari kesibukan urusan duniawi, padahal Allah telah menempatkanmu di sana, termasuk syahwat yang tersamar. Dan keinginanmu untuk masuk ke dalam kesibukan urusan duniawi, padahal Allah telah melepaskannya dari itu, sama saja dengan mundur dari tekad luhur.

– Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī –

 

Tajrīd adalah sebuah kondisi di mana seseorang tidak memiliki kesibukan duniawi. Sebaliknya, isytighāl adalah sebuah kondisi di mana seseorang memiliki kesibukan duniawi. Dan yang dimaksud dengan kesibukan duniawi adalah kesibukan-kesibukan yang tujuan akhirnya bersifat keduniaan, seperti bekerja atau berdagang.

Keinginanmu untuk menjauhi semua sarana penghidupan duniawi dan tidak mau berpayah-payah dalam menjalaninya, padahal Allah telah menyediakan semua sarana itu untuk kaujalani, bahkan saat menjalaninya pun agamamu tetap terjaga, sifat tamak tetap jauh darimu, ibadah lahir dan keadaan batinmu juga tidak berganggu maka keinginan semacam itu termasuk syahwat yang tersamar.

Dianggap “syahwat” karena kau tidak mau menjalani kehendak Tuhanmu dan lebih memilih kehendakmu sendiri. Disebut “tersamar” karena sekalipun pada lahirnya keinginanmu ialah menjauhi dunia dan mendekatkan diri kepada Allah, namun keinginan batinmu yang sebenarnya ialah agar mendapatkan popularitas dengan ibadah dan kewalianmu supaya orang-orang mendatangimu dan menjadikanmu panutan. Untuk itulah, kau pun rela meninggalkan apa yang telah menjadi kebiasaanmu, yaitu mencari penghidupan duniawi.

Orang-orang ‘ārif menyatakan bahwa kedekatan manusia dengan seorang murīd yang belum mencapai kesempurnaan bisa menjadi racun pembunuh bagi diri murīd itu. Karena bisa jadi, murīd itu akan terdorong untuk menjauhi kewajiban-kewajiban ibadah dan zikirnya karena ia lebih suka mengharap apa yang akan diberikan oleh manusia.

Sebaliknya, keinginanmu untuk bekerja dan berusaha keras mencari penghidupan duniawi, padahal Allah telah menyediakannya untukmu dengan mudah tanpa harus bersusah payah, misalnya dengan dipenuhinya semua sandang, dan panganmu, dan kau pun tetap merasa tenang dan damai meski kekurangan, bahkan kau tetap bisa terus beribadah dengan tekun, maka sikap seperti itu sama saja dengan mundur dari tekad luhur. Karena, kau sekarang cenderung bergantung kepada makhluk, padahal sebelumnya kau bergantung kepada sang Khāliq.

Sebenarnya, berbaur dengan orang-orang yang sibuk mengunakan dunia saja sudah cukup membuat tekad luhurmu ternodai. Oleh karena itu, yang wajib bagi para sālik (peniti jalan menuju Allah) ialah tetap diam di tempat yang telah ditetapkan dan diridhai oleh Allah untuknya, sampai Allah sendiri yang akan mengeluarkannya dari tempat itu. Hendaknya ia tidak keluar sendiri dari sana atas kehendak sendiri atau karena bisikan setan sehingga ia akan tercebur ke lautan keterasingan dan jauh dari Allah, na‘ūdzu billāh.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *