BAB I
TAHAPAN ILMU
(Bagian 2 dari 3)
Kedua: Alasan kedua mengapa ilmu harus didahulukan, adalah karena ilmu yang bermanfaat akan membuahkan rasa takut kepada Allah dan mengagungkan-Nya.
Allah s.w.t. berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.” (Fāthir: 28)
Demikian itu karena orang yang tidak mengenal Allah dengan baik dan yang sebenar-benarnya, maka dia tidak akan takut kepada-Nya dengan ketakutan yang sebenarnya, dan tidak pula dia mengagungkan-Nya dengan yang sebenar-benarnya. Dengan ilmu dia bisa mengenal dan mengagungkan-Nya. Maka ilmu menjadi membuahkan segala ketaatan dan menjauhkan dari segala kemaksiatan, berkat pertolongan dan petunjuk Allah s.w.t. Selain dua hal itu, bukanlah merupakan maksud dan tujuan bagi seorang hamba dalam menjalankan ibadah kepada Allah s.w.t.
Maka, adalah menjadi keharusan bagi Anda untuk menuntut ilmu terlebih dahulu – semoga Allah menunjukkan kepada Anda – wahai orang yang menempuh jalan menuju akhirat, sebelum Anda beribadah. Dialah Allah yang memberikan pertolongan, petunjuk, anugerah dan rahmat.
Mungkin Anda bertanya tentang hadis Nabi s.a.w.:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya:
“Menuntut ilmu itu, wajib bagi setiap Muslim.”
Ilmu apakah yang wajib dipelajari? Bagaimana batasan akan ilmu yang harus dikuasai oleh seorang hamba dalam urusan ibadah?
Ketahuilah, sesungguhnya ilmu yang wajib dipelajari itu, secara garis besar ada tiga, yaitu:
Sedangkan batasan kewajiban dari masing-masing ilmu itu, ialah:
Pertama: Yang wajib dipelajari dari ilmu tauhid itu, setidaknya adalah mengetahui pokok-pokok ilmu agama (ushūluddīn). Anda harus tahu bahwa Anda mempunyai Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Yang Maha Hidup dan berfirman, Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Tuhan yang bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna. Maha Suci dari kekurangan dan kerusakan juga suci dari segala indikasi sebagai yang baru (diciptakan), Dia Maha Dahulu tanpa adanya penciptaan dan pendahuluan.
Dan sesungguhnya Muḥammad s.a.w. adalah seorang hamba dan Rasūl-Nya yang benar dan tepercaya yang datang dengan membawa risalah dari Allah ta‘ala, kebenaran dan keorisinalan berita yang disampaikan melalui lisannya akan kehidupan akhirat adalah hak. Kemudian masalah-masalah yang terkait dengan syi‘ar sunah wajib Anda ketahui, janganlah Anda membuat bid‘ah dalam urusan agama Allah s.w.t. apabila perkara itu tidak dijelaskan di dalam al-Qur’ān, Sunah dan Atsar, agar Anda tidak berada dalam sebuah kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
Semua dalil-dalil Tauhid, pokoknya bersumber dari al-Qur’ān. Semuanya telah diterangkan oleh guru-guru kami di dalam kitab-kitab yang ditulisnya, mengenai pokok-pokok keagamaan (Ushūl-ud-Diyanāt). Walhasil, setiap hal yang membuat Anda merasa tidak aman dari kerusakan, karena ketidaktahuan, maka mengetahui ilmunya. Demikianlah, semoga Allah memberikan pertolongan dan taufiq kepada kita.
Kedua: Ilmu Sirri, atau ruang lingkup ilmu hati yang wajib Anda ketahui adalah mengetahui kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi hati, sehingga Anda berhasil, benar-benar mengagungkan Allah, berlaku ikhlas kepada-Nya, niat dan amal Anda selamat. Semua ini, akan kami jelaskan di dalam kitab ini, insya Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga: Ruang lingkup ilmu syari‘at yang wajib Anda ketahui segala ilmu yang memungkinkan bagi Anda untuk dapat melakukan kefardhuan yang wajib Anda lakukan, seperti bersuci (thahārah), shalat dan ilmu puasa. Sementara yang berkenaan dengan haji, zakat dan jihad, jika memang telah nyata Anda wajib melakukannya, maka Anda pun dituntut harus mengetahui ilmunya, agar Anda dapat melakukannya dengan benar, jika tidak, maka tidaklah wajib bagi Anda.
Inilah batasan atau ruang lingkup yang menjadi keharusan bagi seseorang untuk mengetahui ilmu akan sesuatu yang fardhu, agar ia memiliki ilmunya dan dapat menunaikan hal itu dengan yang semestinya.
Jika Anda bertanya, apakah aku wajib mempelajari sesuatu dari ilmu tauhid yang dapat aku gunakan untuk menghancurkan semua agama-agama yang kafir, dan menanamkan hujjah Islam terhadap mereka, serta menghancurkan semua bentuk bid‘ah, lalu menanamkan argumentasi sunah kepada mereka.
Ketahuilah, sesungguhnya yang demikian itu adalah fardhu kifāyah. Yang pasti Anda berkewajiban membenahi dan membenarkan akidah Anda di dalam persoalan pokok-pokok agama (ushūluddīn), bukan yang lainnya.
Demikian pula, tidak menjadi keharusan bagi Anda untuk mengetahui cabang-cabang ilmu tauhid, kedalaman dan kerumitannya serta masalah-masalahnya secara detil dan terperinci. Ya, jika Anda menghadapi persoalan subhat, dalam pokok-pokok agama, sementara Anda takut hal itu akan mengotori i‘tikad dan keyakinan Anda, maka nyatalah bagi Anda keharusan untuk memperoleh solusi dan jawaban yang benar terhadap masalah yang membingungkan Anda itu, tanpa harus melewati perdebatan yang sengit, pembicaraan yang meluap-luap, karena hal itu akan mengundang penyakit yang tidak ada obatnya. Jagalah dan tahanlah diri Anda sekuat tenaga agar tidak melakukan dekat kusir, karena perdebatan semacam itu tidak akan menguntungkan, kecuali bila Allah menganugerahkan rahmat dan kehalusan kasih sayang-Nya.
Kemudian ketahuilah, sesungguhnya apabila di setiap daerah telah ada seorang da‘i dari golongan Ahlus Sunah yang memberikan penerangan dan penjelasan mengenai masalah-masalah yang tidak jelas dan membingungkan (syubhat) dan menghadapi ahli bid‘ah, dia memiliki kemampuan yang cukup dalam menangani masalah ini, sehingga dapat menjaga dan memelihara kemurnian ahli kebenaran dari gangguan ahli bid‘ah, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya dalam menyelesaikan masalah tersebut, karena hukumnya adalah fardhu kifāyah.
Begitu pula, Anda tidak berkewajiban mengetahui secara mendalam ilmu sirri dan semua kejelasan akan keajaiban-keajaiban hati, kecuali hal-hal yang dapat merusak ibadah Anda. Terhadap hal-hal yang dapat merusak ibadah Anda, maka Anda berkewajiban untuk mengetahuinya, agar Anda dapat menjauhinya. Dan akan hal-hal yang menjadi keharusan bagi Anda untuk melakukannya, seperti ikhlas, memuji syukur, tawakal dan lain sebagainya, maka Anda harus mengetahuinya, agar Anda bisa merealisasikannya. Adapun yang selain itu, tidaklah wajib bagi Anda.
Demikian pula, Anda juga tidak berkewajiban mengetahui semua bab-bab dalam pembahasan ilmu fikih, seperti bab jual beli (buyū‘), sewa-menyewa, pernikahan, dan tindak pidana. Karena menguasai masing-masing dari semua itu adalah fardhu kifāyah.
Jika Anda bertanya, bahwa kadar pengetahuan akan ilmu tauhid yang demikian itu, apakah dapat dihasilkan melalui perenungan manusia tanpa melalui proses belajar dari guru?
Maka, ketahuilah bahwa kedudukan guru adalah sebagai pembuka dan orang yang mempermudah, proses menghasilkan ilmu tersebut bersama guru jauh akan lebih mudah dan lebih enak. Guru itu hanyalah sebagai perantara, berkat rahmat dan anugerah Allah, Dia menjadikan seseorang di antara para hamba-Nya, yang Dia kehendaki menjadi berilmu, sementara pada hakikatnya Dialah Allah s.w.t. sebagai gurunya.
Kemudian ketahuilah, bahwa tahapan ilmu ini merupakan tahapan yang sulit dan melelahkan. Tetapi melewati tahapan ini, dapat dihasilkan apa yang dimaksud dan dicita-citakan. Manfaatnya begitu besar, tetapi sulit menempuhnya dan besar pula resikonya, betapa banyak orang yang melaluinya, tetapi kemudian menyimpang; betapa banyak orang yang menempuhnya, namun tergelincir; betapa banyak orang yang kebingungan melaluinya, banyak pula yang terputus di tengah jalan dalam waktu yang singkat, akhirnya ia mondar-mandir pada tanjakan yang sulit ini selama tujuh puluh tahun. Semua perkaranya berpulang pada kekuasaan Allah s.w.t.
Adapun manfaat ilmu, sebagaimana yang telah kami kemukakan, merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, atau dasar untuk memenuhi kebutuhan semua perintah ibadah yang diperintahkan kepadanya, utamanya ilmu tauhid dan ilmu sirri (ilmu yang berkenaan dengan hati).