Jika “al-Hikam” disebut, barangkali yang pertama tebersit dalam benak anda adalah al-Hikam al-‘Atha’iyyah (karya Ibnu ‘Atha’illah). Kitab itu memang memukau: kedalaman makrifat yang memikat dalam untaian mutiara kata-kata yang memesona. Maka, wajar, jika ia sangat tenar.
Namun, tahukah anda, sebelum al-Hikam Ibnu ‘Atha’illah itu ditulis, bahkan jauh sebelum penulisnya lahir, telah ada karya al-Hikam lain, yaitu al-Hikam al-Ghautsiyyah yang ditulis Abu Madyan Syu‘aib ibn al-Husain al-Anshari (Abu Madyan lahir pada 520 H. dan meninggal pada 594 H. Sementara – tidak ada catatan yang tegas – Ibnu ‘Atha’illah diperkirakan lahir pada tahun 658 H. dan 679 H. Jadi, lebih dari enam puluh tahun setelah kepergian Abu Madyan, baru lahirlah Ibnu ‘Atha’illah).
Kini, al-Hikam al-Ghautsiyyah telah berusia lebih dari delapan ratus tahun, dan dengan bangga kami menghadirkannya untuk anda. Bila buku demikian bermutu, tak ada yang lama ataupun yang baru; yang ada, anda belum tahu….
Siapa Abu Madyan? Abu Madyan lahir di Cantillana – kota kecil berjarak sekitar tiga puluh dua kilometer dari Sevilla (Spanyol) – sebagai yatim. Sejak muda, ia telah tertarik dengan kajian Al-Qur’an dan tasawuf. Ia pun pergi ke Fes di Afrika Utara untuk berguru. Ia menemui Syekh Abul-Hasan ibn Harzahim untuk mendalami Ihya’ Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali, menemui Abul-Hasan ‘Ali ibn Ghalib untuk mendalami al-Sunan karya Imam al-Tirmidzi, menemui Abu ‘Abdillah al-Daqqaq dan Abul-Hasan al-Salawi untuk mendalami tasawuf, dan guru-guru lainnya. Dari al-Daqqaq, Abu Madyan mendapatkan khirqah: jubah Sufi sebagai simbol bahwa seseorang telah lulus dan diterima sebagai salik atau penempuh jalan ruhani. Pada perjalanan hidup selanjutnya, Abu Madyan menjadi salah satu Sufi Andalusia paling berpengaruh, melahirkan banyak murid yang lalu menjadi syekh, sehingga Abu Madyan dijuluki Syaikh al-Syuyukh (mahaguru atau kiainya kiai).
Dan, al-Hikam al-Ghautsiyyah karyanya adalah di antara yang terpenting dalam kajian tasawuf. Paling tidak ada tiga karya yang mengulas (atau yang disebut dengan karya syarh, ulasan): al-Bayan wal Mazid al-Musytamil ‘ala Ma‘ani al-Tanzih wa Haqa‘aq al-Tauhid karya Syekh Baisyan, al-Mawad al-Ghautsiyyah Syarh al-Hikam al-Ghautsiyyah karya Syekh al-Imam al-‘Allamah Syihabuddin Ahmad ibn Ibrahim al-Makki yang dikenal dengan Ibn ‘Ilan al-Shiddiq al-Syafi‘i (w. 1033 H.). Di antara buku-buku ulasan lainnya, buku ini yang paling singkat tapi padat. Selain itu, Ibn ‘Ilan menjadikan al-Hikam al-Ghautsiyyah berbobot. Ia kutip ayat Kitab Suci dan hadis Nabi untuk hikmah-hikmah terkait, membuatnya memiliki dasar yang kuat; tidak untuk mencari pembenaran, tapi untuk menguatkan kebenaran. Ibn ‘Ilan sendiri seorang tokoh Sufi terkemuka pada masanya dan ulama yang produktif menulis, terutama tema tasawuf.
Kami merasa beruntung mendapatkan naskah Syarh al-Hikam al-Ghautsiyyah yang telah ditelaah. Penelaahnya, Ahmad Farid al-Mazidi, meneliti kitab tersebut secara saksama: menyebutkan nama surah dan ayat Al-Qur’an, menakhrij (menyebut sumber riwayat) hadis-hadis, menjelaskan kata dan kalimat yang kurang dikenal artinya, memperkaya tema dengan kutipan-kutipan dari para ulama…. Semua itu membuat kami percaya diri mempersembahkan buku ini kepada anda. Selamat menikmati. Selamat meniti hati untuk perubahan diri.
Salam takzim.
Juman Rofarif