Hati Senang

Zakat Tanaman – Kitab Zakat – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah


Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Bab: Zakat Tanaman.

  1. Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa Nishāb berlaku pada tanaman dan buah-buahan. Kecuali Abū Ḥanīfah yang mengatakan: “Nishāb tidak berlaku padanya. Yang wajib adalah 1/10-nya baik sedikit maupun banyak.”

Adapun kadar Nishāb-nya adalah 5 Wasaq. Satu Wasaq adalah 60 Shā‘. Satu Shā‘ adalah 5 1/3 Rithl menurut Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad. Mereka adalah yang menganggap Nishāb berlaku padanya. Jadi kadar Nishāb-nya adalah 1600 Rithl. (7461).

 

  1. Mereka berbeda pendapat tentang jenis yang wajib dizakati dan kadar wajibnya.

Abū Ḥanīfah berkata: “Zakat wajib dikeluarkan dari semua tanaman yang dihasilkan oleh tanah, baik sedikit maupun banyak zakatnya adalah 1/10, baik yang diairi mengalir atau air hujan, kecuali kayu bakar, rumput dan setiap tumbuh-tumbuhan yang berbuku dan beruas.”

Mālik dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Jenis yang wajib dizakati adalah tanaman yang disimpan dan dijadikan makanan pokok seperti gandum, jawawut, nasi dan lainnya.”

Aḥmad berkata: “Zakat wajib dikeluarkan 1/10 dari semua tanaman dan buah-buahan yang ditakar dan disimpan.” (7472).

Faidah dari perbedaan pendapat antara Mālik dan asy-Syāfi‘ī serta Aḥmad adalah, menurut Aḥmad yang wajib dikeluarkan 1/10-nya adalah biji-bijian, biji rami, kamon, karawiya, biji sawi, buah badam, dan kacang tanah. Sedangkan menurut Mālik dan asy-Syāfi‘ī, tidak ada zakat pada biji-bijian tersebut.

Faidah perbedaan pendapat dengan Abū Ḥanīfah adalah, menurutnya semua sayuran wajib dizakati . Sedangkan menurut Mālik dan asy-Syāfi‘ī serta Aḥmad adalah, 1/10, meskipun mereka masih berbeda pendapat, baik tanaman tersebut diairi dengan binatang (yang mengangkat air untuk mengairinya) atau dengan biaya maka zakatnya 1/20.

 

  1. Mereka berbeda pendapat tentang buah Zaitun.

Abū Ḥanīfah, Mālik, dan Aḥmad – dalam salah satu dari dua riwayat darinya – dan asy-Syāfi‘ī – dalam salah satu dari dua pendapatnya – berkata: “Ia wajib dizakati.”

Asy-Syāfi‘ī – dalam pendapat lainnya – dan Aḥmad – dalam riwayat lainnya – berkata: “Tidak ada zakatnya.” (7483).

 

  1. Mereka berbeda pendapat, apakah 1/10 dan dengan Kharaj dapat digabungkan?

Abū Ḥanīfah berkata: “Tanaman yang ada di tanah Kharaj tidak dipungut 1/10.”

Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Tanah Kharaj dipungut 1/10-nya, karena 1/10 untuk hasilnya, sementara Kharaj untuk pengawasannya.” (7494).

 

  1. Mereka berbeda pendapat, apakah gandum dapat digabungkan dengan jewawut dan katun untuk menyempurnakan Nishāb?

Abū Ḥanīfah berkata: “Tidak ada Nishāb pada penggabungan tersebut. Zakat tetap dipungut baik untuk yang sedikit maupun banyak.”

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Tidak boleh menggabungkan antara yang satu dengan lainnya dan tidak boleh menggabungkan dua tanaman dengan lainnya. Nishāb berlaku pada setiap jenisnya.”

Mālik berkata: “Gandum boleh digabungkan dengan jewawut, tapi katun tidak boleh digabungkan dengan keduanya.”

Menurut Aḥmad, dalam hal ini ada beberapa riwayat yang berbeda darinya. Diriwayatkan darinya bahwa boleh menggabungkan salah satunya dengan lainnya, dan keduanya juga boleh digabungkan dengan katun atau sebaliknya. Ini adalah riwayat yang paling kuat darinya. Ada pula riwayat kedua darinya, yaitu bahwa tidak boleh menggabungkan antara yang satu dengan lainnya, seperti madzhab Imām asy-Syāfi‘ī. Dan ada pula riwayat ketiga yang sama dengan madzhab Mālik berkenaan dengan katun. (7505).

 

  1. Mereka berbeda pendapat tentang madu.

Abū Ḥanīfah dan Aḥmad berkata: “Zakatnya 1/10.”

Mālik dan asy-Syāfi‘ī dalam Qaul Jadīd-nya berkata: “Tidak wajib mengeluarkan zakat darinya.”

Kemudian yang mewajibkan 1/10 berbeda pendapat bila madu tersebut ada di tanah.

Abū Ḥanīfah berkata: “Apabila ia ada di tanah Kharaj maka tidak dipungut 1/10, sedangkan bila ia ada di tanah lain maka boleh dipungut 1/10.

Aḥmad berkata: “Wajib dipungut 1/10 secara mutlak.”

Kemudian keduanya berbeda pendapat, apakah berlaku Nishāb padanya?

Abū Ḥanīfah berkata: “Nishāb berlaku padanya, baik sedikit maupun banyak.”

Aḥmad berkata: “Nishāb berlaku padanya, dan kadar Nishāb-nya adalah 10 faraq. 1 faraq adalah 36 Rithl. Jadi Nishāb-nya 360 Rithl.” (7516).

 

  1. Mereka berbeda pendapat tentang orang yang menyewa tanah lalu menanam tanaman di atasnya.

Abū Ḥanīfah berkata: “Pemilik tanah wajib mengeluarkan 1/10.”

Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Penyewa wajib mengeluarkan 1/10.” (7527).

 

  1. Mereka berbeda pendapat tentang tanah milik budak Mukātab, apakah dia wajib mengeluarkan 1/10?

Abū Ḥanīfah berkata: “Dia wajib mengeluarkan 1/10.”

Mālik, asy-Syāfi‘ī, dan Aḥmad berkata: “Dia tidak wajib mengeluarkan 1/10.” (7538).

Catatan:

  1. 746). Lih. . al-Majmū‘ (5/439), al-Hidāyah (1/117), at-Talqīn (166), dan al-‘Uddah (1/170).
  2. 747). Lih. Ḥāsyiyatu Ibni ‘Ābidīn (2/356), at-Talqīn (166), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/476), dan at-Taḥqīq (4/337).
  3. 748). Lih. Raḥmat-ul-Ummah (79), al-Mughnī (2/552), al-Majmū‘ (5/437), dan al-Istidzkār (2/225).
  4. 749). Lih. al-Majmū‘ (5/479), Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (2/524), asy-Syarḥ-ul-Kabīr (2/576), dan Raḥmat-ul-Ummah (79).
  5. 750). Lih. al-Mughnī (2/591), Raḥmat-ul-Ummah (79), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/477), dan al-Majmū‘ (5/474).
  6. 751). Lih. al-Hidāyah (1/118), Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (2/537), al-Mughnī (2/572), dan al-Majmū‘ (5/537).
  7. 752). Lih. Bidāyat-ul-Mujtahid (1/450), Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (2/522), dan asy-Syarḥ-ul-Kabīr (2/575).
  8. 753). Lih. al-Mughnī (2/490), al-Majmū‘ (5/297), dan Raḥmat-ul-Ummah (73).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.