Zakat Fithrah – Sudah Sahkah Puasa Anda?

SUDAH SAHKAH PUASA ANDA?
 
Penulis: Ust. Segaf Hasan Baharun, S. HI.

 
Penerbit: YAYASAN PONDOK PESANTREN DARULLUGHAH WADDA‘WAH

BAB VIII

ZAKAT FITHRAH

 

Dinamakan zakat fithrah, karena wajib mengeluarkannya berbarengan dengan waktu berbuka, yang mana artinya Fithri dalam bahasa ‘Arab adalah berbuka. Dan zakat ini juga dinamakan zakatnya badan, karena Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ (ر) قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَ الرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. (رواه أبو داود و ابن ماجه)

Yang artinya:

“Dari Ibnu ‘Abbās r.a. berkata: Rasūlullāh s.a.w. mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari ucapan yang keji dan (kata-kata yang) tidak ada gunanya. Juga untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abū Dāūd dan Ibnu Mājah).

Adapun hadits yang menunjukkan akan wajibnya zakat fithrah adalah sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ (ر) قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَ الْحُرِّ وَ الذَّكَرِ وَ الْأُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَ الْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ أَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ. (متفق عليه).

Yang artinya:

“Dari Ibnu ‘Umar r.a. berkata: Rasūlullāh s.a.w. mewajibkan zakat fithrah satu sha‘ dari kurma atau gandum atas seorang hamba (budak), orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, orang dewasa, dan kaum muslimin, dan memerintahkan supaya dikeluarkannya sebelum orang-orang pergi untuk shalat ‘Īd.(Muttafaqun ‘Alaih).

A. Hukum-hukum Waktu Mengeluarkan Zakat Fithrah:

  1. Waktu Wājib mengeluarkan zakat fithrah adalah dengan terbenamnya matahari (masuk malam Hari Raya).
  2. Waktu Jawāz (boleh mengeluarkannya) adalah jika sudah masuk bulan Ramadhān atau mulai hari pertama bulan Ramadhān.
  3. Waktu Fadhīlah (utama) mengeluarkan zakat fithrah adalah setelah fajar sebelum melaksanakan Shalat hari raya ‘Īd-ul-Fithri.
  4. Waktu Makrūh mengeluarkan zakat fithrah adalah jika mengakhirkannya sampai setelah shalat hari Raya (‘Īd).
  5. Waktu Ḥarām mengeluarkan zakat fithrah adalah jika mengakhirkannya sampai terbenamnya matahari hari raya tanpa ‘udzur, maka wajib atasnya untuk mengqadhā’nya dan dia berdosa atas hal itu. Adapun jika dia mengakhirkannya karena ‘udzur misalnya tidak ada yang berhak di kotanya, atau jika menunggu seseorang yang lebih membutuhkannya, maka hukumnya tidak haram.

Atas siapa wajib zakat fithrah?

Atas semua orang Islam, dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, seperti anak, istri dan lain-lain yang beragama Islam. Karena ada kaidah fiqh yang mengatakan setiap orang yang wajib atasnya memberi nafkah kepadanya, wajib dikeluarkan zakatnya.

B. Syarat Wajib Mengeluarkan Zakat Fithrah.

  1. Dia mengalami terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhān, lain halnya jika meninggal sebelum terbenamnya matahari, atau lahir seorang anak setelah terbenamnya matahari, maka tidak wajib bagi keduanya zakat fithrah.
  2. Dia mempunyai harta untuk membeli beras lebih dari uang untuk makan pada malam hari raya dan makan pada hari raya, dan lebih dari uang untuk membayar hutang juga lebih dari uang sewa pembantu yang dibutuhkan.

Maka jika terkumpul syarat-syarat tersebut, wajib atasnya mengeluarkan zakat fithrahnya dan fithrah orang yang wajib dia nafkahi, seperti anak dan istri.

Berupa apakah zakat fithrah itu?

Yang wajib dikeluarkan dalam zakat fithrah adalah makanan pokok di suatu negara. Kalau di Indonesia makanan pokoknya adalah beras yaitu sebanyak satu shā‘ (2,5 Kg.) Namun agar lebih hati-hati kita mengambil pendapat ‘Ulama’ yang mengatakan bahwa satu shā‘ itu sama dengan 3 Kg. Karena hal ini mengambil jalan tengah dari pendapat yang mengatakan bahwa satu shā‘ adalah 3,25 Kg sebagaimana dijelaskan dalam kitab “Fatḥ-ul-Maqādir”. Begitu juga kita berhati-hari dalam fidyah 1 mud yang diwajibkan dengan mengeluarkan ¾ Kg setiap mudnya.

Apabila dia mempunyai beberapa kilo beras tidak mencukupi kewajibannya, maka siapa yang didahulukan?

Jika dia mempunyai beberapa kilo saja, sedangkan kewajibannya lebih daripada itu, maka yang didahulukan adalah dirinya dahulu, kemudian istrinya, kemudian anaknya yang kecil, kemudian ayahnya, kemudian ibunya, kemudian anaknya yang besar, jika bisa mencukupi semuanya, maka telah lepas dari tanggungan, atau tidak mencukupi maka didahulukan mereka yang sudah disebut dengan tertib, dan tidak wajib atasnya berhutang, guna memenuhi kewajibannya tersebut.

Dan jika dia mampu membayar kurang dari satu shā‘, maka wajib dikeluarkan semampunya, dan tidak boleh mengeluarkan uang sebagai ganti dari satu shā‘ beras.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *